Bunda: "Nai, mau gak?"
Chi menawarkan sepotong cheese cake untuk dimakan bersama. Tadinya, Chi kirain itu ice cream cake. Gak taunya bukan, untung aja gak dipotong besar.
Nai: "Kenapa? Bunda gak mau abisin, ya."
Bunda: "Mau, sih. Tapi, kali aja Ima mau juga." *Chi mulai membuat berbagai alasan*
Nai: "Bunda harus habisin. Bayangkan di posisi Ima, Bun."
Bunda: "Kenapa harus membayangkan posisi Ima?"
Nai: "Iya, setiap hari Ima harus menghabiskan bekal sekolah. Kalau gak habis nanti dicerewetin sama Bunda. Coba Bunda bayangkan ... Bayangkan gimana perasaan Ima waktu harus menghabiskan bekal."
Bunda: "Hahahha itu beda kali, Nai."
Nai: "Ih, enggak! Sama ajah."
Hahaha, Nai lebay, deh :p Nai memang harus selalu diingatkan untuk menghabiskan bekalnya. Karena kalau gak gitu bekalnya suka gak dihabiskan. Udah diingatkan aja, masih suka bersisa. Kalau dibolehkan memilih, Nai memang paling malas bawa bekal ke sekolah. Alasannya, jadi berkurang waktu bermainnya atau ada beberapa alasan lain. Tapi, gak mungkin juga Chi turutin kemauannya. Jam sekolahnya kan panjang, masa iya dia gak makan sama sekali.
Kalau bekalnya gak habis, Chi suka ceramahin tentang berbagai hal. Tentang kesehatan, tentang mubazir, hingga tentang usaha para petani *Biasanya yang sering gak habis itu nasinya. Kalau lauknya sering habis.* Nah, kali ini Chi dibalikin sama dia. Bundanya disuruh bercermin membayangkan posisinya hahaha.
Orang tua memang harus dihormati oleh anak. Tapi jangan mentang-mentang harus dihormati lalu berarti selalu benar, ya enggak juga. Orang tua kan juga manusia. Bisa ada salahnya. Orang tua juga bisa belajar dari anak-anak. Sesekali harus bercermin untuk introspeksi diri. Jangan cuma dijadikan dekorasi saja cerminnya :)
Chi bersyukur kami masih saling mengingatkan. Bersyukur punya komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. Mereka tidak sungkan untuk memberikan kritik, saran, atau pendapat ke orang tuanya. Tentu saja ada batas kesopanan yang tetap harus mereka patuhi. Tapi, juga tidak kaku berkomunikasinya. Saat Nai mengkritik itu, kami juga ketawa-ketawa.
Keke: "Bunda, gak dihabisin kuenya."
Bunda: "Kalau gak ada yang mau, ya Bunda habisin." *Ngejawab dengan nada pasrah*
Keke: "Udah, sini buat Keke aja."
Bunda: "Beneran? Tapi, habisin, ya."
Keke: "Iya."
Nai: "Bunda curaaaang!"
Bunda: "Enggak, dong. Itu namanya sharing. Daripada gak habis, kan jadi mubazir."
Nai: "Ya, udah kalau gitu, besok-besok Ima mau sharing bekal aja sama teman. Ima mau kasih bekal ke teman daripada gak habis."
Bunda: "ya gak gitu juga Nai. Bla .... bla ... bla ..." Chi pun menjelaskan ke Nai maksud sharing. Jangan sampai dia beneran salah sangka. Bisa-bisa semua bekalnya dikasih ke temannya melulu dengan alasan, "Bunda juga begitu." Anak juga mencontoh orang terdekat, kan? ;)
Hadeuuuhh ... Inilah salah satu contoh kalau orang tua bakal dapat PR seumur hidup. Sambung-menyambung PRnya hahaha. Ya, udahlah enjoy aja! :D
Chi menawarkan sepotong cheese cake untuk dimakan bersama. Tadinya, Chi kirain itu ice cream cake. Gak taunya bukan, untung aja gak dipotong besar.
Nai: "Kenapa? Bunda gak mau abisin, ya."
Bunda: "Mau, sih. Tapi, kali aja Ima mau juga." *Chi mulai membuat berbagai alasan*
Nai: "Bunda harus habisin. Bayangkan di posisi Ima, Bun."
Bunda: "Kenapa harus membayangkan posisi Ima?"
Nai: "Iya, setiap hari Ima harus menghabiskan bekal sekolah. Kalau gak habis nanti dicerewetin sama Bunda. Coba Bunda bayangkan ... Bayangkan gimana perasaan Ima waktu harus menghabiskan bekal."
Bunda: "Hahahha itu beda kali, Nai."
Nai: "Ih, enggak! Sama ajah."
Hahaha, Nai lebay, deh :p Nai memang harus selalu diingatkan untuk menghabiskan bekalnya. Karena kalau gak gitu bekalnya suka gak dihabiskan. Udah diingatkan aja, masih suka bersisa. Kalau dibolehkan memilih, Nai memang paling malas bawa bekal ke sekolah. Alasannya, jadi berkurang waktu bermainnya atau ada beberapa alasan lain. Tapi, gak mungkin juga Chi turutin kemauannya. Jam sekolahnya kan panjang, masa iya dia gak makan sama sekali.
Kalau bekalnya gak habis, Chi suka ceramahin tentang berbagai hal. Tentang kesehatan, tentang mubazir, hingga tentang usaha para petani *Biasanya yang sering gak habis itu nasinya. Kalau lauknya sering habis.* Nah, kali ini Chi dibalikin sama dia. Bundanya disuruh bercermin membayangkan posisinya hahaha.
Orang tua memang harus dihormati oleh anak. Tapi jangan mentang-mentang harus dihormati lalu berarti selalu benar, ya enggak juga. Orang tua kan juga manusia. Bisa ada salahnya. Orang tua juga bisa belajar dari anak-anak. Sesekali harus bercermin untuk introspeksi diri. Jangan cuma dijadikan dekorasi saja cerminnya :)
Chi bersyukur kami masih saling mengingatkan. Bersyukur punya komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. Mereka tidak sungkan untuk memberikan kritik, saran, atau pendapat ke orang tuanya. Tentu saja ada batas kesopanan yang tetap harus mereka patuhi. Tapi, juga tidak kaku berkomunikasinya. Saat Nai mengkritik itu, kami juga ketawa-ketawa.
Keke: "Bunda, gak dihabisin kuenya."
Bunda: "Kalau gak ada yang mau, ya Bunda habisin." *Ngejawab dengan nada pasrah*
Keke: "Udah, sini buat Keke aja."
Bunda: "Beneran? Tapi, habisin, ya."
Keke: "Iya."
Nai: "Bunda curaaaang!"
Bunda: "Enggak, dong. Itu namanya sharing. Daripada gak habis, kan jadi mubazir."
Nai: "Ya, udah kalau gitu, besok-besok Ima mau sharing bekal aja sama teman. Ima mau kasih bekal ke teman daripada gak habis."
Bunda: "ya gak gitu juga Nai. Bla .... bla ... bla ..." Chi pun menjelaskan ke Nai maksud sharing. Jangan sampai dia beneran salah sangka. Bisa-bisa semua bekalnya dikasih ke temannya melulu dengan alasan, "Bunda juga begitu." Anak juga mencontoh orang terdekat, kan? ;)
Hadeuuuhh ... Inilah salah satu contoh kalau orang tua bakal dapat PR seumur hidup. Sambung-menyambung PRnya hahaha. Ya, udahlah enjoy aja! :D