Beberapa Hal yang Bisa Menjadi Biang Keributan di Awal Pernikahan
-"Teteh pernah ribut gak sama Kak Arie tentang keinginan punya anak?"
"Kak Arie, Aku tuh masih bingung pernikahan seperti apa. Kira-kira apa
yang Aku dan pasangan persiapin, ya? Kan lagi cari rumah kontrakan juga."
Tepat 8 Februari lalu, Chi dan K'Aie merayakan ulang tahun pernikahan
yang ke-18. Bersyukur masih bisa bersama. Tentu aja sangat berharap bisa
lebih dari 2 dekade, ulang tahun perak, emas, dan seterusnya. Terus
bersama dalam keadaan sakinah mawaddah wa rahmah. Aamiin Allahumma aamiin.
Chi sempat beberapa kali ditanya tentang tips pernikahan. Bagaimana
caranya supaya tetap langgeng? Seringkali Chi hanya jawab dengan senyum.
Kadang-kadang masih belum begitu percaya diri kalau ditanya tips seperti
ini.
18 tahun usia pernikahan, rasanya masih banyak banget yang harus
dipelajari. Apalagi kalau dikaitkan dengan anak. Rasanya setiap kali anak
mengalami fase tertentu, maka ada pula pelajaran yang didapat. Ya meskipun
bisa mencapai angka 18 tentu gak bisa dibilang singkat juga.
Insya Allah, salah seorang sepupu Chi akan menikah dalam waktu dekat.
Semakin mendekati hari pernikahan, dia suka bertanya-tanya tentang dunia
pernikahan ke kami.
Benarkah 5 Tahun Pertama Usia Pernikahan Merupakan Masa Tersulit?
Banyak yang mengatakan kalau usia 3-5 tahun pertama pernikahan merupakan
masa tersulit dan rawan perceraian. Teman-teman setuju dengan hal ini?
Chi udah coba googling tentang usia pernikahan terawan (baca: paling
rawan. Bukan tentang nama seseorang, ya 😁), tetapi belum dapat datanya.
Tetapi, dari beberapa artikel yang dibaca, beberapa alasannya memang masuk
akal.
Tahun-tahun pertama pernikahan adalah masa beradaptasi. Adaptasi dengan
pasangan, mertua, ipar, dan lain sebagainya. Belum lagi beberapa hal lain
yang akan ditemui setelah menikah.
5 tahun pertama memang bukan patokan mati. Gak otomatis rumah tangga jadi
adem ayem setelah melewati masa yang dianggap tersulit ini. Karena memang
kembali ke situasi kondisi masing-masing. Ada yang sejak awal baik-baik
aja. Tetapi, ada yang terus berkonflik hingga bertahun-tahun.
Sepupu Chi sempat galau akan hubungan pernikahan karena merasa gak
melewati proses pacaran dengan calon suaminya. Chi bilang ke sepupu kalau
sebetulnya masa pacaran juga gak bisa dijadikan tolok ukur.
Chi sendiri berpacaran cukup lama dengan K'Aie. Hampir 8 tahun. Tetapi, setelah menikah tetap akan menemukan berbagai hal baru. Gak ada lah pernikahan yang mulus terus. Tetap ada masa turun naiknya. termasuk di awal pernikahan.
Chi sendiri berpacaran cukup lama dengan K'Aie. Hampir 8 tahun. Tetapi, setelah menikah tetap akan menemukan berbagai hal baru. Gak ada lah pernikahan yang mulus terus. Tetap ada masa turun naiknya. termasuk di awal pernikahan.
[Silakan baca:
Bukan Pasangan Romantis]
Beberapa Pemicu Masalah di Tahun-Tahun Pertama Penikahan
Biduk pernikahan itu gak melulu diisi dengan kisah percintaan. Salah besar
kalau setelah menikah hanya diisi dengan kisah romantis seolah-olah dunia
hanya milik berdua. Sedikit banyak tetap akan ada masalah. Namanya juga
hidup ya, kan.
Perbedaan Kebiasaan
Suka sebel gak kalau pasangan sembarangan meletakkan handuk basah?
Bagi beberapa orang, mungkin hal ini termasuk sepele yang gak perlu
diributin. Tetapi, bagi kita yang suka dengan keteraturan, kelakuan
pasangannya akan terasa mengganggu. Pada akhirnya bisa menimbulkan
bibit-bibit kekesalan.
Chi dan K'Aie juga beberapa kali ribut dengan berbagai masalah yang
kelihatannya sepele ini. Tetapi, setelah dipikir-pikir lagi, memaksa
mengubah kebiasaan seseorang termasuk hal tersulit.
Sekian belas/puluh tahun pasangan sudah terbiasa dengan kebiasaan tersebut
sebelum bertemu dengan kita. Bahkan mungkin kebiasaan tersebut sudah dari
kecil karena memang didikan di keluarganya seperti itu. Trus, tau-tau
dipaksa berubah? Ya sulit pastinya. Kita sendiri kalau udah punya suatu
kebiasan kan kadang-kadang butuh proses panjang untuk berubah.
Dulu, beberapa hal memang kerap menjadi bahan keributan. Tetapi,
lama-kelamaan, kami berdua udah gak mau terlalu musingin
perbedaan-perbedaan seperti itu. Malah udah banyak ketawa aja kalau dirasa
ada perbedaan pendapat. Udah main jitak-jitakan aja lah mendingan 😂.
Kalau ada perbedaan yang sudah terlihat sebelum menikah, mending dipikir
baik-baik. Apakah akan terus mengganggu atau tidak?
Misalnya, calon pasangan seorang perokok. Padahal kita benci banget dengan
perokok. Sebaiknya berpikir panjang dulu sebelum melanjutkan ke jenjang
pernikahan.
Iya bener kalau merokok memang gak bagus untuk kesehatan. Tetapi, berpikir
bahwa pasangan kita akan sangat mudah mengubah kebiasaannya atas nama
cinta, khawatirnya malah akan berujung dengan kecewa. Bertengkar
terus-menerus dan berisiko bagi keutuhan rumah tangga.
Bukan berarti gak mungkin berubah, ya. Jadi jangan putus asa dulu. Tetapi, jangan sampai dipaksa karena hanya akan menimbulkan keributan. Sebaiknya didiskusikan tentang berbagai hal yang kita dan pasangan suka atau tidak suka. Syukur-syukur kalau kemudian salah satu mau berubah. Kalau pun tidak, setidaknya ada jalan tengahnya. Tidak bertahan dengan ego masing-masing.
Konflik dengan Mertua
Sepupu Chi sempat ragu menikah karena takut berkonflik dengan mertua.
Berbagai status di media sosial tentang ketidakakuran antara mertua dan
menantu memang cukup membuatnya khawatir.
Chi bilang kalau gak semua mertua itu menyeramkan. Alhamdulillah Chi punya
mertua yang luar biasa baik. Bisa dekat banget dengan mamah mertua seperti
ibu dan anak.
Chi memang gak punya pengalaman untuk hal ini. Tetapi, menyarankan supaya
bisa lebih mengenal calon mertua sebelum menikah. Cari tau seperti apa
kedekatan calon pasangan dengan orang tuanya.
Kadang-kadang permasalah terjadi memang karena belum mengenal baik satu
sama lain. Ada orang tua yang terlalu memproteksi anaknya. Sehingga
setelah menikah pun berhak untuk ikut campur terlalu dalam di kehidupan
rumah tangga anak dan menantunya.
Tetapi, ada juga menantu yang merasa, kalau udah menikah berarti pasangan
adalah milik dia sendiri. Gak suka kalau orang tua atau mertua masih
memberi saran/nasehat.
Gak salah juga untuk bertanya sikap pasangannya bila suatu saat terjadi
konflik dengan mertua. Karena jangan sampai kita merasa, pasangan terlalu
membela orang tua. Tanpa melihat duduk permasalahan yang
sebenarnya.
[Silakan baca:
Apa Istri Harus Bisa Masak?]
Perbedaan Pendapat tentang Anak
"Kalau ternyata kita gak dikaruniai anak, sikap K'Aie bakal gimana?"
Sebelum menikah Chi pernah bertanya seperti itu. Sepupu Chi punya cerita
lain lagi. Dia inginnya menunda punya anak setelah menikah. Alasan ingin
pacaran dulu setelah menikah. Tetapi, calon suaminya keberatan. Karena
katanya di lingkungan dia banyak yang seperti itu. Ketika kemudian mulai
ada keinginan punya anak, malah susah banget.
Masalah anak memang kadang-kadang bikin baper juga. Baru menikah beberapa
minggu, udah ada aja yang nanya, "Udah isi belum?"
Dan seringkali yang terjadi bila ada pasangan belum dikaruniai anak, pihak
perempuan yang disalahkan. Memang iya, yang hamil tuh perempuan. Tetapi,
kan butuh kerjasama dari pasangan. Belum tentu juga istri yang gak subur.
Bisa jadi masalahnya di suami. Bisa juga karena memang belum waktunya aja.
Kan penyebab belum dikaruniai anak ada berbagai macam.
Makanya, Chi bertanya seperti itu sebelum menikah. Ketika nanti semakin
banyak pihak yang 'menuntut' kami memiliki anak, gak mau lah disalahkan
sendirian. Dan tentunya Chi tipe yang memberontak kalau dituding begini
hehehe. Tetapi, tentunya perlu banget untuk bertanya itu. Karena
menyamakan pandangan kan lebih baik.
Dalam 5 tahun pernikahan juga biasanya ada yang sudah dikaruniai anak.
Nah, ini juga bisa dibahas sebelum menikah. Idealnya memang suami istri
berperan mengasuh anak. Jangan sampai salah satu pihak merasa mengurus
sendirian.
Tentu ini juga perlu dikompromikan bersama. Pola asuh yang berbeda antara suami dan istri aja udah bisa bikin kesel. Apalagi kalau kemudian ada orang tua/mertua atau pihak lainnya yang ikut campur.
Tentu ini juga perlu dikompromikan bersama. Pola asuh yang berbeda antara suami dan istri aja udah bisa bikin kesel. Apalagi kalau kemudian ada orang tua/mertua atau pihak lainnya yang ikut campur.
[Silakan baca:
Desperate Motherhood - Drama Ibu-Ibu Sekolahan]
Keuangan dalam Rumah Tangga
Beberapa waktu lalu sempat viral kan ya tentang seorang netizen yang
ingin punya pasangan minimal berpenghasilan Rp250 juta per bulan.
Alasannya supaya gak jomplang.
Terserah aja sih kalau memang pengennya seperti itu. Tetapi, pengalaman
Chi pribadi, masalah keuangan rumah tangga tidak hanya tentang jomplang
atau tidak. Ada juga kok perempuan yang lebih sukses karirnya dibandingkan
suaminya dan rumah tangga mereka tetap berjalan baik.
Katanya istri adalah menteri keuangan dalam rumah tangga. Suami menyetor
gajinya ke istri, kemudian nanti dibagi ke dalam beberapa pos keuangan.
Tetapi, gak berlaku untuk semua rumah tangga. Paling tidak, itu gak
berlaku untuk kami.
Awalnya, kami seperti itu. Tetapi, Chi gak betah banget. Suka berasa ruwet
kalau mengatur pos-pos keuangan. Akhirnya malah jadi uring-uringan.
Setelah berdiskusi, peran itu diambil alih oleh K'Aie. Chi hanya
mendapatkan sejumlah uang belanja dan kebutuhan sekolah anak-anak tiap
bulan. Dan kami cocok dengan konsep yang begini. Langsung hilang deh
uring-uringannya hehehe.
[Silakan baca:
3 Tips Bijak Mengelola Keuangan Rumah Tangga]
Komunikasi yang Terbuka dan Belajar Peka
Seringkali seorang istri merasa suaminya kurang peka. Tetapi, di sisi
lain, istri kebanyakan bilang 'terserah'. Hal begini bisa juga berpotensi
jadi konflik, lho.
Chi dulu juga sering kesel karena merasa K'Aie tuh kayak gak peka. Tetapi,
dipikir-pikir lagi, Chi juga suka ngomong 'terserah' kalau ditanya.
Padahal sebetulnya punya mau.
Ketika K'Aie udah tanya kenapa Chi diam aja atau terlihat bersedih, malah
dijawab "Gak kenapa-napa." Tetapi, kemudian jadi suka makin kesel kalau
K'Aie udah kelihatan cuek. Ya padahal dia begitu karena istrinya bilang
gak kenapa-napa.
Lama-lama Chi mulai membiasakan untuk bicara blak-blakan. Jangan biarkan
suami menebak-nebak. Apalagi kalau tipe yang kurang peka kayak K'Aie, ya
dia bakal kelihatan cuek aja kalau disuruh nebak perasan melulu. Setelah
Chi lebih blak-blakan, K'Aie pun bisa lebih peka. Kalau masih belum peka,
boleh lah diprotes dikit hihihi.
Berarti sekarang udah gak pernah bilang 'terserah' atau 'gak kenapa-napa'
lagi?
Masih, lah. Kebiasaan itu gak sepenuhnya hilang. Pengen juga kan sesekali
K'Aie langsung paham wkwkwkw. Tetapi, pastinya udah jauh berkurang. Lebih
terang-terangan mengurangi konflik. Jadi tau apa yang diinginkan
masing-masing pasangan.
Komunikasi memang masih menjadi salah satu kunci utama. Mau pacaran atau
enggak, tetapi usahakan ada beberapa bahasan dulu sebelum menikah.
Setidaknya ada sedikit bayangan lah seperti apa sosok yang akan menjadi
pasangan kita dan keluarganya.
Bila ada 1 atau lebih prinsip yang gak bisa dikompromikan, sebaiknya juga
ungkapkan di awal. Jangan sampai ketika menikah, prinsip tersebut
berbenturan. Akhirnya menimbulkan konflik-konflik yang semakin besar.
Banyak yang bilang, bila sudah memutuskan untuk menikah sebaiknya
selesaikan dulu masalah pribadi yang masih mengganjal. Pendapat ini ada
benarnya juga. Misalnya kita belum bisa move on dari mantan. Sebaiknya
selesaikan dulu. Jangan sampai nanti malah jadi suka banding-bandingin
pasangan sendiri dengan mantan.
Rasanya gak ada yang punya niatan menikah dengan tujuan bercerai. Apalagi
bila pernikahannya memang dilandasi dengan cinta. Tetapi, modal cinta aja
terkadang gak cukup. Perlu ada komitmen yang kuat.
Merasa khawatir tentu boleh aja. Tetapi, usahakan jangan sampai parno
juga, ya. Pernikahan yang berjalan baik, tidak akan menyeramkan, kok.
Meskipun dalam perjalanannya ada masa naik-turun.
Semoga yang sedang mempersiapkan pernikahan, prosesnya dilancarkan. Dan
yang sudah menikah selalu sakinah mawaddah wa rahmah. Aamiin Allahumma
aamiin.
[Silakan baca:
Sudahkah Menyatakan Cinta untuk Orang Tersayang?]