Tips Menjelaskan Pandemi Virus Corona Kepada Remaja
- "Silakan kalau memang mau main. Tapi, jangan pernah pulang ke rumah
sebelum pandemi selesai!"
Waktu Pemprov DKI membuat keputusan anak sekolah libur selama 2 minggu, Chi pernah marah besar seperti itu ke Keke. Kalau gak salah di hari ke-2 atau 3 gitu, deh.
Hmmm .... sebelum Chi akan jelaskan di postingan ini. Bahwa menjelaskan pandemi virus Corona kepada anak remaja itu ada dramanya juga. Di sini Chi akan coba berbagi tips tentang hal ini, ya.
Keke sebetulnya sudah mengerti tentang pandemi COVID-19 ini. Bahkan, begitu Presiden RI, Joko Widodo, mengabarkan bahwa sudah ada 2 orang yang positif terkena Corona di Indonesia, Chi langsung mengumpulkan anak-anak pada hari itu juga. Chi mengajak Keke dan Nai berdiskusi tentang perjalanan panjang di berbagai negara yang terkena dampak wabah ini.
Setelah itu, Keke pun libur sekolah sekitar 2 minggu karena kelas 12 ujian. Kalau sedang libur, biasanya Keke sering bermain dengan teman-temannya. Tetapi, karena sudah mulai ada wabah di Indonesia, Chi jadi agak menahan. Meminta Keke lebih banyak di rumah.
Keke pun patuh. Dia hanya minta dizinkan sekali jalan-jalan malam sama teman-temannya di hari ulang tahunnya. Dia ingin mentraktir teman-temannya. Dengan agak berat hati, Chi pun mengizinkan. Itupun dengan banyak sekali syarat supaya tetap aman.
Ketika liburan sekolah hampir usai, Gubernur DKI, Anies Baswedan, mengumumkan kalau seluruh sekolah di Jakarta diliburkan. Nai bersorak gembira karena beberapa hari sebelumnya ngiri lihat kakaknya libur, sedangkan dia tidak. Tetapi, Keke langsung terlihat tidak senang.
Dia bukan tidak mengerti tentang dampaknya wabah Corona. Tetapi, pemberontakannya dia karena bosan. Hampir 2 minggu di rumah. Kemudian harus lanjut lagi 2 minggu berikutnya. Bisa dibilang hampir selama bulan Maret, dia gak sekolah.
Keke berontak ingin bermain dengan sepupunya. Ya memang Chi pernah bilang kalau mau bermain ke rumah sepupu aja yang memang dekat rumah. Tetapi, waktu itu kan Chi belum tau kalau wabahnya akan sedahsyat itu di Indonesia.
Makanya Keke marah ketika Chi dengan tegas melarang. Sampai akhirnya Chi mengeluarkan ancaman tersebut.
Kami sebetulnya termasuk orang tua yang lebih suka mengajak anak-anak berdiskusi. Membolehkan mereka mengungkapkan isi pikiran. Mengritik orang tua pun gak apa-apa.
Tetapi, untuk beberapa hal, kami juga harus tegas banget. Sesekali bersikap otoriter. Mengeluarkan peraturan tanpa kompromi.Tentu tujuannya demi kebaikan anak.
Menghadapi anak remaja bisa bikin jungkir balik. Mereka sudah mulai lebih berani mengeluarkan pendapatnya. Bahkan seringkali merasa benar sendiri karena egonya memang lagi besar.
Menurut artikel dari School of Parenting, masih wajar kok kalau anak remaja memberontak. Ada beberapa faktor penyebabnya. Salah satunya faktornya adalah peningkatan perbedaan dengan orang tua.
Yup! Jadi jangan langsung mudah menghakimi anak remaja yang sedang memberontak, ya. Memang bisa jadi sedang masanya. Meskipun tetap harus ada solusinya.
Ya okelah Keke memang paham tentang aturan social distancing yang dikeluarkan oleh WHO saat keluar. Tetapi, keluar rumahnya itu bisa saja mempengaruhi beberapa temannya untuk ikutan main juga. Belum tentu juga temannya bisa disiplin untuk tetap aman saat di luar rumah.
Nah itulah kenapa WHO dan banyak pihak berwenang lainnya mengeluarkan himbauan boleh keluar rumah untuk alasan yang penting. Saat ini bermain bersama dengan teman di luar rumah bukan sesuatu yang penting. Jangan sampai remaja menjadi carrier, kemudian menularkan virus ini ke orang tua dan saudara.
Tentu untuk meredam pemberontakan remaja harus ada caranya. Tips ini sebetulnya udah Chi lakukan berulang kali. Tidak hanya saat pandemi sedang terjadi.
Chi juga lebih suka mengajak anak-anak diskusi. Mendengarkan pendapat dan perasaan mereka. Kalau Chi ngomel malah lebih sering diketawai sama anak-anak, bahkan sama K'Aie. Pada bilang kalau ekspresi dan gaya Chi saat ngomel itu lucu. Berasa banget kan ya sering gak ada wibawanya kalau ngomel hahaha.
Tetapi, meskipun sering diketawain, semua tau kok kapan Chi bener-bener merasa marah. Ya contohnya saat mengeluarkan ultimatum seperti itu. Makanya jangan sampai sering-sering. Hanya dalam kondisi tertentu aja.
Contohnya di saat wabah Corona ini. Memang iya, kami berusaha mendengarkan dan mengerti perasaan anak-anak. Tetapi, bila mereka tetap ngeyel, harus ada ketegasan. Semua dilakukan demi kebaikan mereka. Makanya Chi sampai ngomong kayak gitu ke Keke.
Kalau masih gak nurut juga, lebih baik diam selama beberapa hari. Biar K'Aie yang lebih banyak berinteraksi sama anak. Untungnya kejadian begini jarang banget. Keke dan Nai cenderung menurut setelah diajak diskusi.
Hingga memasuki 2 minggu masa social distancing, semua berjalan aman. Nyaris tidak ada lagi drama yang bikin kepala pening. Termasuk tentang tugas sekolah anak-anak. Semua bisa kami jalani dengan santai.
Hingga kemudian Keke terlihat mulai uring-uringan lagi ...
Bunda: "Lagi galau, ya?"
Keke: "Bunda sok tau, ih!"
Bunda: "Ya tau, lah. Bunda kan yang mengandung, melahirkan, dan ngurusin Keke. Bisa kelihatan dari bahasa tubuh Keke hehehe.
Setelah ngomong gitu, Chi langsung ninggalin Keke. Selain harus bersikap tenang, menghadapinya harus tarik-ulur. Kalau dipaksa harus ngaku nanti malah bikin Keke marah.
Chi menganggap Keke sedang galau memang terlihat dari bahasa tubuhnya. Mau ditutupin kayak apa, Chi punya feeling dan merasakan kalau anaknya sedang galau. Diamnya Keke saat galau dan tidak tuh beda.
Selain itu, kegalauannya terlihat saat dia bermain gitar listrik. Volumenya dikencengin dan dia nyanyi sekenceng-kencengnya juga. Biasanya gak begitu kalau moodnya sedang baik.
Kami gak menyuruh Keke menurunkan volumenya. Kecuali saat adzan berkumandang. Setelah adzan dan dia selesai sholat, silakan aja mau gitaran yang kenceng lagi.
Moodnya mulai membaik setelah makan siang. Keke video call sama salah seorang sahabatnya yang juga sama-sama suka musik. Di hari itu, Keke ngegitar trus temennya yang nyanyi.
Udah mulai kelihatan galaunya mereda. Main gitarnya udah gak kekencengan volumenya. Mulai kelihatan ketawa-tawa lagi. Bahkan sorenya, Chi mulai dibecandain lagi ma Keke. Mulai keluar lagi usilnya hehehe.
Tapi, ya gitu. Moodnya lagi turun naik akhir-akhir ini. Pelarian ke alat musik atau mendengarkan lagu dengan volume yang kenceng.
Kami pikir, biarkan aja sejenak dia melepaskan emosi. Selama itu gak sampai keterlaluan. Gak perlu diintervensi sama orang tua.
Biar bagaimana, memang menguji kesabaran banget kan masa self-quarantine ini. Bahkan Chi yang tipe orang rumahan pun rasanya sesekali ingin teriak. Apalagi Keke yang usianya masih remaja. Usia di mana darah mudanya sedang bergejolak.
Bagaimana dengan Nai? Mengingat Nai kan juga sudah masuk usia remaja.
Sampai sejauh ini, Nai lebih tenang. Dia malah betah banget di rumah. Gak mau balik lagi ke sekolah hahaha. Dia juga kangen dengan teman-temannya. Tetapi, dia melepas kangennya dengan cara chatting dan video call.
Nai juga lagi seneng belajar makeup. Di masa physical distancing ini, Chi minta Nai abisin aja stok make up bundanya. Daripada jarang dipakai trus tau-tau kadaluarsa hehehe.
Ya tapi, bukan berarti Keke gak punya kesibukan makanya dia uring-uringan. Keke juga di rumah tetap berkegiatan. Cuma memang lagi bosen aja. Apalagi dia kan juga senang main di luar.
Ya begitulah serba-serbi dunia remaja. Meskipun sebetulnya sudah mengerti, kadang-kadang emosi mereka masih suka lebih gede. Makanya harus diingat terus secara konsisten. Tentunya dengan cara yang bertahap. Kalau langsung dikerasin malah bisa-bisa mereka semakin berontak.
Satu hal lain permintaan Keke yang belum bisa dipenuhi adalah minta dipasang lagu drum setnya. Tidaaak! Di rumah kami yang sekarang belum dibuat ruang kedap suara. Kalau nekat main drum, bisa-bisa diomelin tetangga hahaha.
Lagian di rumah juga udah ada cajon. Biar aja Keke main cajon kalau kangen sama alat perkusi. Gak bakal diomelin tetangga meskipun mukul alatnya kekencengan hehehe.
Waktu Pemprov DKI membuat keputusan anak sekolah libur selama 2 minggu, Chi pernah marah besar seperti itu ke Keke. Kalau gak salah di hari ke-2 atau 3 gitu, deh.
Contents
Apa itu artinya Chi kejam ke anak?
Hmmm .... sebelum Chi akan jelaskan di postingan ini. Bahwa menjelaskan pandemi virus Corona kepada anak remaja itu ada dramanya juga. Di sini Chi akan coba berbagi tips tentang hal ini, ya.
Wajarkah Remaja Memberontak?

Sumber infografis:
School of Parenting
Menurut beberapa artikel yang Chi baca, salah satunya dari situs school of parenting. Ternyata wajar aja kok kalau anak remaja itu memberontak. Banyak faktor yang mempengaruhi. Sekarang tinggal bagaimana kita sebagai orang tua menanganinya.
Keke sebetulnya sudah mengerti tentang pandemi COVID-19 ini. Bahkan, begitu Presiden RI, Joko Widodo, mengabarkan bahwa sudah ada 2 orang yang positif terkena Corona di Indonesia, Chi langsung mengumpulkan anak-anak pada hari itu juga. Chi mengajak Keke dan Nai berdiskusi tentang perjalanan panjang di berbagai negara yang terkena dampak wabah ini.
Setelah itu, Keke pun libur sekolah sekitar 2 minggu karena kelas 12 ujian. Kalau sedang libur, biasanya Keke sering bermain dengan teman-temannya. Tetapi, karena sudah mulai ada wabah di Indonesia, Chi jadi agak menahan. Meminta Keke lebih banyak di rumah.
Keke pun patuh. Dia hanya minta dizinkan sekali jalan-jalan malam sama teman-temannya di hari ulang tahunnya. Dia ingin mentraktir teman-temannya. Dengan agak berat hati, Chi pun mengizinkan. Itupun dengan banyak sekali syarat supaya tetap aman.
Ketika liburan sekolah hampir usai, Gubernur DKI, Anies Baswedan, mengumumkan kalau seluruh sekolah di Jakarta diliburkan. Nai bersorak gembira karena beberapa hari sebelumnya ngiri lihat kakaknya libur, sedangkan dia tidak. Tetapi, Keke langsung terlihat tidak senang.
Dia bukan tidak mengerti tentang dampaknya wabah Corona. Tetapi, pemberontakannya dia karena bosan. Hampir 2 minggu di rumah. Kemudian harus lanjut lagi 2 minggu berikutnya. Bisa dibilang hampir selama bulan Maret, dia gak sekolah.
Keke berontak ingin bermain dengan sepupunya. Ya memang Chi pernah bilang kalau mau bermain ke rumah sepupu aja yang memang dekat rumah. Tetapi, waktu itu kan Chi belum tau kalau wabahnya akan sedahsyat itu di Indonesia.
Makanya Keke marah ketika Chi dengan tegas melarang. Sampai akhirnya Chi mengeluarkan ancaman tersebut.
Kami sebetulnya termasuk orang tua yang lebih suka mengajak anak-anak berdiskusi. Membolehkan mereka mengungkapkan isi pikiran. Mengritik orang tua pun gak apa-apa.
Tetapi, untuk beberapa hal, kami juga harus tegas banget. Sesekali bersikap otoriter. Mengeluarkan peraturan tanpa kompromi.Tentu tujuannya demi kebaikan anak.
Menghadapi anak remaja bisa bikin jungkir balik. Mereka sudah mulai lebih berani mengeluarkan pendapatnya. Bahkan seringkali merasa benar sendiri karena egonya memang lagi besar.
Menurut artikel dari School of Parenting, masih wajar kok kalau anak remaja memberontak. Ada beberapa faktor penyebabnya. Salah satunya faktornya adalah peningkatan perbedaan dengan orang tua.
Yup! Jadi jangan langsung mudah menghakimi anak remaja yang sedang memberontak, ya. Memang bisa jadi sedang masanya. Meskipun tetap harus ada solusinya.
Back to Content ↑
Menjelaskan Pandemi COVID-19 Kepada Remaja

Keke dan sahabat-sahabatnya saat wisuda SMP
Perbedaan pendapat inilah yang memicu keributan antara Chi dan Keke
pada saat itu. Keke merasa selama dia bisa menjaga aturan social
distancing, berarti gak apa-apa dong tetap sesekali keluar. Tetapi, Chi
gak sepakat dengan hal itu.
Ya okelah Keke memang paham tentang aturan social distancing yang dikeluarkan oleh WHO saat keluar. Tetapi, keluar rumahnya itu bisa saja mempengaruhi beberapa temannya untuk ikutan main juga. Belum tentu juga temannya bisa disiplin untuk tetap aman saat di luar rumah.
Nah itulah kenapa WHO dan banyak pihak berwenang lainnya mengeluarkan himbauan boleh keluar rumah untuk alasan yang penting. Saat ini bermain bersama dengan teman di luar rumah bukan sesuatu yang penting. Jangan sampai remaja menjadi carrier, kemudian menularkan virus ini ke orang tua dan saudara.
Tentu untuk meredam pemberontakan remaja harus ada caranya. Tips ini sebetulnya udah Chi lakukan berulang kali. Tidak hanya saat pandemi sedang terjadi.
Back to Content ↑
Bersikap Tenang
Punya anak remaja, apalagi sedang puber, bisa bikin Chi sering narik napas panjang. Malah kadang-kadang sampai menangis. Pokoknya jungkir balik banget, deh hahaha. Tetapi, memang harus tetap berusaha lebih banyak tenangnya. Kalau enggak, nanti bawaannya emosian dan panikan terus.Ajak Diskusi
Chi sering mengajak anak-anak berdiskusi. Anak remaja sepertinya agak sulit kalau sekadar dikasih tau apalagi diperintah harus begini atau begitu. Mereka mulai ingin pendapatnya didengar. Termasuk tentang virus Corona ini dan segala macam efeknya. Chi pun ajak mereka untuk berdiskusi.Memahami Perasaan
Dalam batas tertentu, memberontak bagi kami memang termasuk wajar. Chi berusaha memahami perasaan mereka. Marah, senang, sedih, kecewa, dll kan memang sebetulnya manusiawi asalkan gak berlebihan.Tegas
Bila ketiga cara di atas sudah dilakukan, ada kalanya harus tegas. Mulai menekankan posisi sebagai orang tua yang wajib dipatuhi pendapatnya. Gak semua bahasan harus diakhiri dengan cara ini, kok.Chi juga lebih suka mengajak anak-anak diskusi. Mendengarkan pendapat dan perasaan mereka. Kalau Chi ngomel malah lebih sering diketawai sama anak-anak, bahkan sama K'Aie. Pada bilang kalau ekspresi dan gaya Chi saat ngomel itu lucu. Berasa banget kan ya sering gak ada wibawanya kalau ngomel hahaha.
Tetapi, meskipun sering diketawain, semua tau kok kapan Chi bener-bener merasa marah. Ya contohnya saat mengeluarkan ultimatum seperti itu. Makanya jangan sampai sering-sering. Hanya dalam kondisi tertentu aja.
Contohnya di saat wabah Corona ini. Memang iya, kami berusaha mendengarkan dan mengerti perasaan anak-anak. Tetapi, bila mereka tetap ngeyel, harus ada ketegasan. Semua dilakukan demi kebaikan mereka. Makanya Chi sampai ngomong kayak gitu ke Keke.
Kalau masih gak nurut juga, lebih baik diam selama beberapa hari. Biar K'Aie yang lebih banyak berinteraksi sama anak. Untungnya kejadian begini jarang banget. Keke dan Nai cenderung menurut setelah diajak diskusi.
Back to Content ↑
Mood yang Turun Naik

Keke main cajon saat wisuda SD
Setelah mengeluarkan ancaman itu, Keke pun berhenti merengek. Memang
gak bikin dia langsung ceria. Wajah murung masih terlihat. Ya gak
apa-apa, lah. Setidaknya dia tidak ke mana-mana dulu. Lebih aman di
rumah.
Hingga memasuki 2 minggu masa social distancing, semua berjalan aman. Nyaris tidak ada lagi drama yang bikin kepala pening. Termasuk tentang tugas sekolah anak-anak. Semua bisa kami jalani dengan santai.
Hingga kemudian Keke terlihat mulai uring-uringan lagi ...
Bunda: "Lagi galau, ya?"
Keke: "Bunda sok tau, ih!"
Bunda: "Ya tau, lah. Bunda kan yang mengandung, melahirkan, dan ngurusin Keke. Bisa kelihatan dari bahasa tubuh Keke hehehe.
Setelah ngomong gitu, Chi langsung ninggalin Keke. Selain harus bersikap tenang, menghadapinya harus tarik-ulur. Kalau dipaksa harus ngaku nanti malah bikin Keke marah.
Chi menganggap Keke sedang galau memang terlihat dari bahasa tubuhnya. Mau ditutupin kayak apa, Chi punya feeling dan merasakan kalau anaknya sedang galau. Diamnya Keke saat galau dan tidak tuh beda.
Selain itu, kegalauannya terlihat saat dia bermain gitar listrik. Volumenya dikencengin dan dia nyanyi sekenceng-kencengnya juga. Biasanya gak begitu kalau moodnya sedang baik.
Kami gak menyuruh Keke menurunkan volumenya. Kecuali saat adzan berkumandang. Setelah adzan dan dia selesai sholat, silakan aja mau gitaran yang kenceng lagi.
Moodnya mulai membaik setelah makan siang. Keke video call sama salah seorang sahabatnya yang juga sama-sama suka musik. Di hari itu, Keke ngegitar trus temennya yang nyanyi.
Udah mulai kelihatan galaunya mereda. Main gitarnya udah gak kekencengan volumenya. Mulai kelihatan ketawa-tawa lagi. Bahkan sorenya, Chi mulai dibecandain lagi ma Keke. Mulai keluar lagi usilnya hehehe.
Tapi, ya gitu. Moodnya lagi turun naik akhir-akhir ini. Pelarian ke alat musik atau mendengarkan lagu dengan volume yang kenceng.
Kami pikir, biarkan aja sejenak dia melepaskan emosi. Selama itu gak sampai keterlaluan. Gak perlu diintervensi sama orang tua.
Biar bagaimana, memang menguji kesabaran banget kan masa self-quarantine ini. Bahkan Chi yang tipe orang rumahan pun rasanya sesekali ingin teriak. Apalagi Keke yang usianya masih remaja. Usia di mana darah mudanya sedang bergejolak.
Bagaimana dengan Nai? Mengingat Nai kan juga sudah masuk usia remaja.
Sampai sejauh ini, Nai lebih tenang. Dia malah betah banget di rumah. Gak mau balik lagi ke sekolah hahaha. Dia juga kangen dengan teman-temannya. Tetapi, dia melepas kangennya dengan cara chatting dan video call.
Nai juga lagi seneng belajar makeup. Di masa physical distancing ini, Chi minta Nai abisin aja stok make up bundanya. Daripada jarang dipakai trus tau-tau kadaluarsa hehehe.
Ya tapi, bukan berarti Keke gak punya kesibukan makanya dia uring-uringan. Keke juga di rumah tetap berkegiatan. Cuma memang lagi bosen aja. Apalagi dia kan juga senang main di luar.
Ya begitulah serba-serbi dunia remaja. Meskipun sebetulnya sudah mengerti, kadang-kadang emosi mereka masih suka lebih gede. Makanya harus diingat terus secara konsisten. Tentunya dengan cara yang bertahap. Kalau langsung dikerasin malah bisa-bisa mereka semakin berontak.
Satu hal lain permintaan Keke yang belum bisa dipenuhi adalah minta dipasang lagu drum setnya. Tidaaak! Di rumah kami yang sekarang belum dibuat ruang kedap suara. Kalau nekat main drum, bisa-bisa diomelin tetangga hahaha.
Lagian di rumah juga udah ada cajon. Biar aja Keke main cajon kalau kangen sama alat perkusi. Gak bakal diomelin tetangga meskipun mukul alatnya kekencengan hehehe.
Back to Content ↑