Sehati TeleCTG, Inovasi Karya Anak Bangsa untuk Mengurangi Angka Kematian Ibu dan Bayi
December 19, 2019
Sehati TeleCTG, Inovasi Karya Anak Bangsa untuk Mengurangi Angka
Kematian Ibu dan Bayi - Punya cerita apa seputar kehamilan dan
melahirkan? Kalau Chi, saat hamil tidak banyak memiliki cerita. Biasa
aja.
Bukan berarti tidak menganggap sebagai momen istimewa, lho. Tetapi, tiap kali hamil, Chi gak pernah merasakan perubahan yang berarti selain perut yang semakin besar. Gak sekalipun merasakan mual. Nafsu makan dan kesehatan pun selalu baik. Alhamdulillah. Kalau bahasa awamnya, kondisi ini banyak yang bilang hamil kebo.
Bukan berarti tidak menganggap sebagai momen istimewa, lho. Tetapi, tiap kali hamil, Chi gak pernah merasakan perubahan yang berarti selain perut yang semakin besar. Gak sekalipun merasakan mual. Nafsu makan dan kesehatan pun selalu baik. Alhamdulillah. Kalau bahasa awamnya, kondisi ini banyak yang bilang hamil kebo.
Dengan kondisi seperti itu masih bisa normal, tetapi lebih berisiko daripada SC. Karena kemungkinan risikonya cedera di kepala bila normal, Chi dan K'Aie udah serem aja dong ngebayanginnya. Saat itu juga, kami setuju melahirkan caesar. Bodo amat deh udah menahan mulas sampai bukaan 10, tapi akhirnya operasi juga. Pokoknya yang penting ibu dan anak bisa tetap sehat dan selamat.
Lain ceritanya dengan proses melahirkan Nai. Memang sudah direncanakan untuk caesar karena placenta previa. Seluruh jalan lahir tertutup. Sehingga diharuskan melahirkan dengan cara operasi caesar.
Bila Hamil dan Melahirkan di Daerah Tertinggal
Kalau dipikir lagi, Chi harus bersyukur banget, ya. Tinggal di kota besar, di mana dokter kandungan melimpah. Bahkan dekat rumah ada RSIA yang kualitasnya bagus.
Kami bisa spontan memutuskan apakah setuju untuk SC atau tetap normal di kehamilan pertama. Saat memutuskan SC, seluruh tenaga ahli yang membantu dengan sigap membawa saya ke ruang operasi. Prosesnya pun lancar. Keke lahir sehat dengan berat badan 3,99 kg.
Tapi, coba deh bayangkan ibu hami yang tinggal di daerah tertinggal. Dokter kandungan belum tentu ada. Rumah sakit jaraknya sangat jauh. Itu pun kalau mau ke sana harus melintasi sungai, bukit, dan hutan. Perjuangan banget, deh.
Bidan menjadi ujung tombak untuk ibu hamil dan proses melahirkan. 71% proses persalinan ditangani bidan. Tetapi, bidan hanya boleh menangani ibu hamil dengan risiko rendah dan peroses persalinan normal.
Bila ada indikasi ibu hamil memiliki risiko tinggi, maka dokter kandungan yang harus menangani. Sayangnya jumlah dokter kandungan di daerah tertinggal sangat minim. Jauh sekali jumlahnya dengan daerah non tertinggal.
Sinergi Antara Sehati Group dan Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) untuk Mengurangi AKI dan AKB
Kalau diperhatikan, pemerintah saat ini sering menggaungkan kalimat "SDM Indonesia Unggul". Memang untuk kurun 5 tahun ini, fokus pemerintah adalah meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Salah satunya tentu dengan mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Dengan minimnya akses kesehatan AKI dan AKB banyak terjadi di daerah tertinggal. Oleh karena itu, perlu adanya sinergi antara PDTT dan berbagai pihak. Salah satunya adalah Sehati Group.
“Saat ini terdapat 74.954 desa di seluruh Indonesia. Sebagian besar desa berada di dalam wilayah geografis yang sulit, khususnya desa-desa di daerah tertinggal, sehingga upaya penetrasi infrastruktur dan akses layanan kesehatan cukup menantang. Meski begitu, Kementerian Desa PDTT berupaya untuk mengintervensi AKI, AKB dan stunting bekerja sama dengan pemain industri teleHealth seperti Sehati Group. teleHealth menjadi salah satu strategi kami dalam mengatasi hambatan geografis dan menjangkau ibu hamil yang berada di desa maupun daerah tertinggal,” ujar Dr. H. Yusra M.Pd, Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
TeleCTG, Inovasi Karya Anak Bangsa dari SEHATI Group
Minimnya akses kesehatan di daerah tertinggal menyebabkan AKI dan AKB menjadi tinggi. Padahal, bila ingin fokus pemerintah untuk meningkatkan SDM Indonesia berhasi, angka kematian ini harus diturunkan.
Untuk itu Sehati Group membuat TeleCTG. Alat ini merupakan inovasi pertama di dunia buatan anak bangsa. Kerjasama antara ahli kesehatan yang sudah bertahun-tahun profesional di bidangnya dengan anak-anak muda yang paham teknologi.
CTG atau Cardiotogography adalah alat yang digunakan untuk memonitor detak jantung jantung janin dan kontraksi rahim.
Kenapa CTG, bukan USG?
Karena USG harganya lebih mahal daripada CTG. Selain itu, tidak sembarangan orang bisa mengoperasikan mesin USG. Dokter kandungan saya butuh latihan dalam waktu yang lumayan lama sudah diperbolehkan mengoperasikan dan menganalisa hasil USG.
Meskipun demikian, pemeriksaan CTG pun sudah bisa memberikan indikasi risiko kehamilan dan janin di dalam kandungan. CTG juga tidak membutuhkan layar seperti USG. Apalagi CTG juga ukurannya kecil. Sehingga memudahkan para bidan untuk membawa alat ini ke mana pun.
Cara kerja CTG dan TeleCTG tidak jauh berbeda. Sama-sama sebagai alat untuk memonitor kontraksi rahim dan detak jantung janin. Bedanya, kalau TeleCTG bisa bekerja secara digital. Alatnya akan tersambung ke salah satu aplikasi di smartphone.
dr. Ari Waluyo, Sp.OG sedang menjelaskan kondisi real time grafik
kontraksi rahim dari ibu hamil yang sedang menggunakan TeleCTG
Wewenang bidan juga lebih terbatas dari dokter kandungan. Dengan TeleCTG, bidan dapat langsung berkonsultasi dengan dsog tentang kondisi ibu hamil yang sedang ditangani.
Menurut dr. Ari Waluyo, Sp.OG, Co-Founder & Chief Executive Officer Sehati Group, “Hingga saat ini solusi Sehati TeleCTG telah digunakan oleh 20.000 ibu hamil dan lebih dari 10.500 bidan di 11 provinsi dan 27 Kabupaten Indonesia. Solusi Sehati TeleCTG beroperasi di daerah terpencil maupun perkotaan. Salah satu Kabupaten yang telah menggunakan solusi ini adalah Indramayu dan Kupang, hasil kerja sama antara Sehati Group dengan Kementerian Desa PDTT dan Dinas Kesehatan setempat. Penggunaan solusi Sehati TeleCTG di Kabupaten Indramayu dan Kupang, telah berhasil menurunkan jumlah ibu dan bayi yang meninggal, mendeteksi faktor resiko, meningkatkan angka rujukan dini dan identifikasi faktor resiko yang berpotensi menyebabkan stunting intra-uterine.”
Membahas tentang stunting, waktu yang terbaik untuk mencegahnya adalah pada saat kehamilan dan di 2 tahun pertama kehidupan. Yang terbaik memang sejak dicegah sejak dalam kandungan. Sehingga bayi bisa dilahirkan tanpa ada berbagai masalah pada tumbuh kembangnya.
Turut hadir di acara tersebut dr. H. Deden Bonni Koswara, MM., Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu. Ya, bahkan di pulau Jawa saja masih ada beberapa daerah yang AKI dan AKBnya tinggi. Salah satunya di Indramayu.
Dari alat ini yang berbentuk kotak ini akan terdengar suara detak
jantung janin. Sedangkan grafik kontraksi ibu hamil akan terlihat
langsung di aplikasi
Senada dengan dr. H. Deden, Mariana A. Sailana, S.Tr. Keb., Pengelola KIA Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, juga mengatakan kalau teknologi ini efektif menurunkan AKI dan AKB di sana. Sejak Desember 2018, sudah ada 14 puskesmas yang menggunakannya. Sebanyak 47 bidan sudah memeriksa 1471 ibu hamil dengan alat ini dan mendeteksi 991 ibu hamil yang berisiko. AKI pun berhasil diturunkan dari 8 juta jiwa menjadi 5 juta jiwa.
TeleCTG memang sudah terbukti signifikan menurunkan AKI dan AKB. Beberapa negara sudah tertarik untuk membeli alat ini. Tetapi, alat ini gak bisa dimiliki perorangan, ya. Karena memang untuk tenaga kesehatan yang berada di daerah tertinggal. Untuk daftar di aplikasinya saya, bisa harus memasukkan nomor STR dulu.
Bukanu pula tantangannya sudah tidak ada. Alat ini menggunakan battere sebagai solusi di daerah yang belum ada pasokan listrik. Kendala lainnya adalah sinyal internet. Mariana mengatakan, ada daerah di Kupang yang belum memiliki sinyal internet dari Indonesia. Sehingga para bidan menggunakan nomor provider dari negara tetangga supaya tetap bisa mengoperasikan TeleCTG.
Diharapkan Kementrian PDTT dan Kementrian lain yang terkait bisa mengatasi permasalahan yang ada. Sehingga AKI dan AKB di daerah tertinggal bisa semakin diturunkan. Demi terwujudnya rencana pemerintah, Memiliki SDM yang unggul, sehat, dan berkualitas. Demi Indonesia maju.