Lumayan banyak juga yang bilang kalau hidup Chi sekarang enak karena
anak-anak udah pada gede. Malah ada juga yang menyarankan untuk punya anak
lagi. Alasannya kami dianggap masih muda. Masih sanggup lah direpotin ma
bayi atau anak kecil lagi.
Bersyukur dulu deh kalau memang dibilang hidupnya enak. Berarti terlihat bahagia hehehe. Setelah itu, kadang-kadang Chi menjelaskan panjang lebar. Kalau lagi agak malas,
menjawab singkat aja. Tetapi, sering juga cuma nyengir 😄.
Punya Anak Remaja Itu Asik dan Seru
Beberapa waktu lalu, Chi diajak KEB untuk ikut #KEBNgobrol live IG.
Temanya adalah "Mendidik Anak Remaja Pusing Ngga Sih?" Mak Efi Fitriyah
yang menjadi host pada malam itu menanyakan tentang mengatur waktu
antara mengurus keluarga dan hobi.
Chi jawab kalau saat ini justru lebih fleksibel mengatur waktu. Berbeda
dengan ketika Keke dan Nai masih kecil. Di mana pusat dunia mereka adalah
bundanya. Kemana bunda pergi selalu diikutin, termasuk ke wc. Para ibu
yang punya anak kecil biasanya merasakan hal sama, deh hehehe.
Tidak hanya itu. Ketika mereka remaja, banyak hal yang sudah bisa dilakukan
sendiri. Chi gak perlu lagi nyuapin, mandiin, bahkan menemani mereka
bermain. Jadi Chi pun punya waktu me time yang lebih banyak selain
mengatur waktu lebih fleksibel.
Ngobrol dengan anak remaja juga udah dengan banyak topik. Bisa lebih seru
obrolannya. Kadang-kadang kami satu frekwensi. Tetapi, kadang-kadang juga
bisa berdebat.
Ketika Keke dan Nai mulai remaja, Chi juga sering jalan-jalan berdua ma
K'Aie. Awalnya agak baper karena merasa ada yang hilang kalau jalan tanpa
anak. Tetapi, lama-lama asik juga. Berasa jadi pacaran lagi hehehe.
Tuh! Memang asik kan punya anak remaja. Makanya mungkin itulah kenapa suka
banyak yang bilang kalau hidup Chi sekarang udah enak. Karena anak-anak udah
pada remaja. Sehingga bundanya terlihat santai dan gak rempong lagi.
Padahal yaaaa ... Di masa remaja inilah justru Chi merasakan jumpalitannya
sebagai orang tua 😂.
Pola Asuh Anak Remaja itu Berat!
Chi menulis ini bukan bermaksud untuk mengeluh, ya. Tetapi, sebagai
catatan bagi diri sendiri, kalau memiliki anak remaja itu tidak sekadar
asik. Juga penuh tantangan.
Remaja itu fase di mana sedang mencari jati diri. Di satu sisi, mereka
merasa sudah bukan anak kecil lagi. Kadang-kadang jadi suka sulit diberi
nasehat. Merasa dirinya paling tau dan paling benar. Padahal, di sisi lain,
mereka masih perlu banyak sekali arahan.
Apalagi, sekarang pengaruh bisa dari mana-mana. Beda ma zaman Chi dulu.
Sekarang buka internet aja bisa dapat ribuan bahkan jutaan sumber yang
bisa mempengaruhi pikiran dan perilaku kita. Itu baru dari internet, belum
dari tv, teman, dan lain sebagainya. Kebayang kan seperti apa efeknya kalau diri sendiri gak mampu memfilter pengaruh sebanyak ini?
Berbagai permasalahan kerap timbul ketika mereka mulai puber. Bahkan banyak
yang mengatakan kalau usia remaja rentan mengalami depresi. Bisa menjadi
tantang yang berat bagi orang tua yang memiliki anak remaja.
Masalah yang Sering Dialami Remaja
“Fase perkembangan anak memang punya tantangan masing-masing. Tidak
bisa dikatakan kalau anak pada masa balita lebih mudah diurus
dibandingkan anak-anak yang masuk pada usia pra-remaja. Hanya saja,
memang menghadapi anak-anak yang mulai masuk pada usia pra-remaja ini
lebih banyak tantangannya, karena mereka sudah memiliki keinginan
sendiri. Berbeda dengan anak balita, yang memang mudah mengikuti
keinginan orangtuanya." ujar Vera Itabiliana K. Hardiwidjojo, Psi.
Sumber:
Bagaimana Menghadapi Problem Pra-Remaja
Yup! Setiap fase memang memiliki tantangan masing-masing. Nah, sekarang
apa aja sih masalah yang kerap dialami remaja?
Remaja Mulai Memperhatikan Penampilan
Sejak masa pra-remaja biasanya mulai suka memperhatikan penampilan.
Secuek apapun karakternya. Perubahan secara fisik anak yang mulai puber
bisa menjadi salah satu pemicunya.
Keke pernah kebingungan ketika pertama kali mimpi basah. Nai pun sempat
gak mengerti bagaimana caranya menggunakan pembalut waktu pertama kali
haid. Perubahan-perubahan seperti ini juga bisa mempengaruhi penampilan
mereka. Mulai membandingkan fisik diri sendiri dengan idola atau teman
sebaya.
Untuk beberapa anak, juga bisa bikin insecure. Apalagi kalau kemudian si anak dibully. Pada melakukan body shaming.
Keke dan Nai mulai milih-milih skincare apa yang tepat untuk kulit mereka.
Pokoknya urusan penampilan mereka udah punya selera sendiri. Mulai ada
rasa gak percaya diri kalau penampilan gak sesuai yang mereka
inginkan.
Bullying
Masalah bullying dan senioritas juga biasanya mulai dialami saat fase
pra-remaja. Chi pernah membaca obrolan Keke dengan beberapa temannya saat
baru masuk SMP tentang susahnya berbaur. Masalahnya karena mereka berasal
dari sekolah swasta. Udah langsung ada cap 'anak borju'.
Padahal mereka sebetulnya ingin sekali bisa bergaul dengan banyak orang.
Tetapi, stigma itu kerap menghalangi. Butuh proses panjang hingga akhirnya
bisa berbaur.
Selalu ada alasan bagi seseorang untuk melakukan bullying. Bullying dan dibully sebetulnya sama-sama korban. Anak yang suka menindas orang lain bisa jadi karena terpengaruh dan lama-lama jadi kebiasaan.
Mulai Merasakan Jatuh Cinta
Chi pernah bilang ke anak-anak kalau bisa jangan pacaran dulu. Tetapi,
kita gak bisa melarang orang untuk jatuh cinta, kan? Yang bisa dibatasi adalah menjaga dan mengelola hawa nafsu.
Bagi orang tua, rasa cinta anak remaja mungkin dianggap cinta monyet.
Tetapi, dalam sudut pandang mereka bisa jadi sesuatu yang serius. Mereka
akan bisa merasakan bahagia ataupun patah hati.Sama halnya seperti orang
dewasa yang sedang jatuh cinta.
Bila pergaulannya kurang tepat, mereka juga bisa ikut arus pergaulan bebas dengan alasan cinta. Duh! Ngeri banget 'kan kalau begini.
Beban Pendidikan yang Berat
Pelajaran zaman sekarang menurut Chi jauh lebih sulit daripada dulu. Di
saat pandemi ini, banyak orang tua yang mengeluh karena kesulitan harus
mengajarkan anak-anaknya. Makanya, lebih merasa nyaman saat anak-anak
bersekolah daripada harus PJJ. Karena tugas mengajar menjadi tugas guru di
sekolah atau bimbingan belajar.
Tetapi, bagi anak-anak, mau itu sekolah tatap muka ataupun belajar dari
rumah, mereka tetap harus belajar. Siapun pengajarnya dan seperti apa
suasana. Kewajiban mereka ya belajar.
Merekalah yang hampir setiap hari menghadapi pelajaran semakin sulit.
Ditambah lagi dengan faktor lain dari pendidikan, misalnya suasana dan
pengajarnya. Dan, semakin tinggi tingkat pendidikan, bisa jadi semakin
sulit bobot pelajarannya.
Tekanan Pertemanan
Salah satu kekhawatiran Chi ketika anak-anak masuk SMP adalah bila
dianggap tidak punya solidaritas terhadap pertemanan bila menolak suatu
ajakan. Misalnya, ketika diajak untuk tawuran. Bisa jadi si anak tau kalau
tawuran itu salah. Tetapi, karena khawatir dianggap gak solider, dimusuhin
teman, atau bahkan dibully jadinya terpaksa untuk ikutan. Padahal
kebutuhan untuk bersosialisasi bagi generasi Z sedang tinggi-tingginya.
Tidak hanya permasalah tawuran aja, lho. Narkoba, pergaulan bebas, dan
lain-lain mulai menjadi cobaan di saat anak-anak mulai remaja.
Kadang-kadang permasalahan di kalangan remaja ini awalnya datang dari tekanan pertemanan.
Tips Menghadapi Remaja dan Permasalahannya
Di atas adalah beberapa problematika yang bisa terjadi di dunia remaja.
Itulah kenapa Chi bilang menghadapi anak remaja itu jungkir balik. Tetapi,
usahakan jangan sampai parno juga. Tetap bisa kok kita sebagai orang tua
menghadapi remaja
Bonding dengan Anak
Beberapa bulan lalu di FB, Chi pernah nyetatus tentang pentingnya menjaga
bonding dengan anak. Status itu berangkat dari berbagai video orang tua
yang memarahi anak di saat PJJ.
Chi paham kok kalau kondisi saat ini sulit bagi semua. Termasuk bagi orang
tua yang mendadak menjadi guru bagi anak-anak. Tetapi, usahakan jangan
terus menerus melampiaskan kemarahan ke anak-anak. Apalagi sampai
menyakiti fisik.
Keke dan Nai juga masih full PJJ sama seperti siswa lainnya. Tetapi, Chi gak mau terlalu menekan. Mendingan ekspektasi pencapaian akademis sedikit diturunkan. Setidaknya mereka tetap tekun udah bagus.
Bonding itu harganya mahal. Bonding juga gak bisa tercipta secara instan.
Anak bisa merasa enggan dekat dengan orang tua kalau merasa dimarahin
melulu.
Bila bonding sudah longgar, untuk mempererat kembali butuh proses panjang
yang mungkin saja gak mudah. Itulah kenapa Chi katakan mahal.
Chi pernah tanya ke Keke, alasan sampai usia menjelang 17 tahun ini dia
masih mau terbuka dan bebas cerita ke orang tua. "Karena udah terbiasa."
Memang sesederhana itu jawaban Keke. Tetapi, kalau anak merasa gak punya
kedekatan batin dengan orang tua, sepertinya juga tidak akan mudah bisa
terbuka. Malah mungkin akan banyak ditutupi.
Bahayanya adalah kalau orang tua merasa anaknya baik-baik aja. Padahal
sebetulnya orang tua gak tau apa yang anaknya lakukan di luaran. Itu
karena anaknya gak mau cerita. Lebih memilih sering berbohong karena takut
dimarahi.
Banyak Mendengarkan Cerita Anak
Seperti yang Chi tulis di awal, usia remaja itu salah satu fase di mana
anak merasa serba paling tau. Egonya lagi tinggi-tingginya. Mereka pun
mulai belajar melawan.
Arti melawan di sini, gak selalu dengan cara langsung. Misanya membentak
orang tua. Tetapi, bisa juga melakukan perlawanan secara diam-diam. Di
depan orang tua kayak yang menurut. Padahal di luar bersikap sebaliknya.
Belajar untuk menjadi pendengar yang baik. Kadang-kadang mereka tuh
sebetulnya hanya ingin didengar. Ketika ditanya solusinya, mereka udah tau
apa yang harus dilakukan. Dengan merasa orang tua mau mendengarkan, itu
udah jadi salah satu kebahagiaan buat anak.
Jangan hanya mendengarkan ketika mereka punya masalah aja. Dengarkan juga
keseruan cerita lainnya. Siapa yang sedang mereka idolakan, trend apa yang
lagi hits saat remaja, dll.
Ya gak perlu juga ikut-ikutan satu selera. Misalnya Keke dan Nai sekarang lagi gandrung dengan drakor. Chi gak pernah tuh nyinyir sama selera mereka meskipun sampai saat ini belum bisa menikmati drakor apapun.
Tetapi, baik kami selalu mendengarkan kalau mereka cerita. Bahkan sesekali ikut menonton juga. Setidaknya kami tau lah mereka sedang mengidolakan siapa atau apa.
Jangan Menyepelekan Masalah Remaja
Kurang-kurangin deh ngomong, "gitu aja dipikirin." Bagi orang tua
permasalahan mereka mungkin kelihatan sepele. Tetapi, belum tentu bila
dipandang dari sudut remaja.
Permasalahan yang semakin kompleks di masa remaja saat ini juga bikin
mereka mudah depresi. Makanya kalau Keke dan Nai lagi curhat, seringkali
Chi membayangkan menjadi diri sendiri ketika masih remaja.
Lebih suka
diperlakukan seperti apa? Dan, biasanya usia remaja tuh gak suka
disepelekan. Mereka malah jadinya kesel dan menutup diri.
Menjadi Teman yang Berwibawa
Kenapa sih remaja lebih suka curhat ke teman daripada orang tua? Karena
biasanya teman tidak menghakimi, kasih solusi yang asik, dan tidak
menggurui.
Makanya di usia ini anak mulai belajar untuk memilih-milih. Siapa sosok
yang mau mereka dengar/ikuti dan tidak. Ya bagus kalau mereka dikelilingi
oleh lingkungan yang baik. Insya Allah perilaku anak masih bisa tetap
terjaga kalau berada di lingkungan yang baik meskipun kurang merasa dekat
dengan orang tua.
Sederhananya, nih, kalau anak masih kecil dimarahin orang tua paling
nangis dan ngamuk. Tetapi, tetap aja pusat dunia anak kecil adalah orang
tuanya.
Nah, ketika mereka mulai merasa besar, perlawanannya belum tentu menangis dan mengamuk. Bisa jadi mulai kabur-kaburan atau melakukan
pelarian lainnya. Naudzubillahi mindzalik.
Makanya, Chi dan K'Aie berusaha membangun komunikasi terbuka sejak mereka
kecil. Bukan bermaksud untuk mengontrol. Apalagi bersikap otoriter.
Tetapi, supaya tetap bisa mengenali karakter dan dekat dengan anak.
Meskipun demikian, jangan sampai kehilangan wibawa kami sebagai orang tua.
Berusaha menjadi orang tua yang asik supaya bisa menjadi teman bagi anak.
Tetapi, mereka juga harus menghormati kami sebagai orang tua. Jadi, ketika suatu saat kami harus tegas, mereka akan tetap menurut dan hormat.
Beri Kepercayaan dan Tanggung Jawab Kepada Anak
Chi suka bilang ke Keke dan Nai, harap maklum kalau ayah dan bundanya
saat ini masih terdengar cerewet. Terus mengulang-ulang pesan yang sama. Tentu sambil diberikan penjelasan.
Menurut kami, hingga anak-anak SMA adalah kesempatan emas bagi orang tua
untuk memberikan bekal dan mengajarkan tanggung jawab kepada anak.
Hingga mereka SMA, kegiatan masih terukur. Paling pagi hingga siang atau
menjelang sore berada di sekolah. Setelah itu mereka pulang. Kalaupun
terlambat biasanya karena kerja kelompok atau mau main sebentar.
Berbeda dengan nanti kalau sudah kuliah. Mereka akan semakin sibuk dengan
aktivitas. Dan belum tentu bisa sama terukurnya seperti saat masih
sekolah. Tentu orang tua butuh menaruh rasa percaya kepada anak. Yakin
kalau mereka tetap berada di jalur yang benar. Serta anak sudah memiliki benteng yang kuat sehingga tidak mudah terbawa arus.
Memberikan kepercayaan kepada anak ada proses tahapannya. Ketika baru
lahir, anak akan terus diawasi dan didampingi selama 24 jam. Secara
perlahan, orang tua gak mungkin terus-terusan mendampingi dan mengawasi.
Pelan-pelan harus mulai dikasih kepercayaan. Tetapi, tentunya juga
dibekali dengan benteng yang kuat. Jadi, ketika mereka sedang tidak
bersama orang tua, tetap bisa menjaga diri karena benteng pertahanan sudah
kokoh.
Meskipun demikian, anak-anak tetaplah manusia yang bisa saja khilaf.
Sebagai orang tua, tentu gak pernah sedikitpun menginginkan sesuatu yang
gak baik terjadi pada anak. Tetapi, bagaimana bila kemudian terjadi
masalah?
Kami selalu berpesan ke Keke dan Nai, apapun masalahnya orang tua akan
berusaha mendengarkan. Tetapi, bukan berarti setiap permasalahan, orang tua
yang harus membereskan. Mereka juga harus belajar bertanggung jawab. Gak
bisa sedikit-sedikit orang tua ikut campur untuk semua masalah.
Gak hanya tentang masalah, sih. Termasuk juga tentang pilihan. Ajarkan
mereka untuk bertanggungjawab dengan segala konsekuensi yang dipilih.
Orang tua paling mengarahkan, tetapi keputusan tetap ada di tangan
anak-anak. Kecuali, untuk beberapa hal yang prinsipil dan gak bisa
dikompromikan. Tetap ada beberapa hal di mana mereka harus menurut apa
kata orang tua.
Begitupun dengan peraturan. Mereka harus mulai belajar paham aturan,
bukan sekadar mengikuti. Bila sudah paham, biasanya akan lebih tau dan mau
menerima konsekuensinya.
Seru kan punya anak remaja? Asik kok kalau bisa dekat dengan remaja.
Tetapi, harus berusaha siap juga dengan segala tantangan di fase ini.
Insya Allah, anak pun akan melewati masa ini dengan baik-baik aja. Bisa
jadi bekal ketika mereka nanti dewasa.