Mamah Sudah Divaksin Sinovac untuk Lansia
awal Maret untuk yang pertama. Sedang awal April untuk yang kedua. Jedanya
memang sebulan.
Mamah pakai double masker saat ke rumah sakit. Padahal saat itu belum ada
himbauan untuk menggunakan 2 masker
"Kapan, ya, mamah divaksin?"
Berkali-kali mamah bertanya seperti itu. Terutama sejak mulai beredar
berita kalau vaksin sudah mulai diproduksi. Mamah semakin sering bertanya
ketika tau kalau adik Chi yang tinggal di US sudah divaksinasi.
"Indra aja udah divaksin. Masa' mamah belum?"
Hadeuuuhh, Mah. Beda kali pelaksanaan vaksinasi di US dan Indonesia
hihihi. Chi berusaha memaklumi aja, lah. Sangat maklum
karena pandemi memang sangat melelahkan lahir dan batin.
Mamah nyaris tidak pernah ke mana-mana sejak pandemi. Sekadar ke
minimarket depan komplek pun tidak dilakukan. Belanja sayur pun diantar ke
rumah.
Mungkin secara fisik, Mamah kelihatan tidak capek. Tetapi, sangat kangen
sekali dengan anak dan cucu. Lebih dari 6 bulan di awal pandemi, kami gak
ketemu sama sekali. Hanya berkomunikasi lewat smartphone dan sesekali
video call. Mamah juga kangen ingin ke kuburan papah.
Mamah sempat agak mutung karena dapat kabar kalau lansia gak boleh
divaksinasi. Chi memahami kesedihan mamah. Juga harus jelasin beberapa
kali kalau semua vaksin saat ini masih bersifat darurat. Jadi tentu harus
berhati-hati penggunaannya.
Banyak Pilihan Lokasi Vaksinasi COVID di Jakarta
Ketika mengetahui kabar kalau vaksin untuk lansia sudah ada, kami gerak
cepat mencari informasi cara mendapatkannya. Mamah memiliki KTP DKI, tapi
sudah tidak tinggal sesuai dengan domisili yang ada di KTP. Makanya kami
harus aktif mencari informasi.
Tadinya mamah mau ikut di tempat adik Chi. Mamah sedang tinggal di sana
untuk beberapa waktu. Ternyata, rumah sakit dan puskemas terdekat hanya
melayani vaksinasi yang sesuai dengan domisili. Mau bikin surat domisili,
pak RTnya baru aja wafat karena Covid.Adik Chi juga warga baru di sana.
Jadi masih bingung mengurus berkas kalau pak RT udah wafat.
Di puskesmas dekat rumah Chi juga bisa, asalkan ada surat domisili.
Tadinya mau diurus ke pak RT. Tetapi, kemudian adik dapat kabar kalau RS
Duren Sawit menerima semua peserta vaksinasi dari mana pun. Asalkan
memiliki KTP DKI. Gak harus daftar online juga. Bisa langsung datang ke
lokasi.
Alhamdulillah, di Jakarta banyak pilihan lokasi vaksinasi COVID-19. Gak
bisa di tempat kita tinggal, kemudian langsung dapat informasi
tempat-tempat lainnya. Mamah juga bisa dapat kuota dari kantor adik Chi.
Tetapi, karena udah lebih dulu divaksinasi di RS Duren Sawit, maka mamah
gak daftar lagi.
Tekanan Darah Mendadak Tinggi Menjelang Divaksinasi
Adhi: "Teh, mamah tensinya tinggi sampai di atas 200. Udah beberapa kali
diulang cuma turun dikit. Diulang lagi aja atau gak jadi vaksin?"
Chi: "Coba ulang 2-3x lagi. Kalau masih tinggi juga, ajak pulang aja. Gak
bagus juga buat mamah berlama-lama di rumah sakit. Insya Allah tetap sehat
meski pun gak divaksinasi."
Adhi: "Iya, Teh."
Perbincangan pagi itu antara Chi dan adik via Whatsapp. Sebelum divaksin,
peserta diberikan beberapa pertanyaan dulu. Khusus untuk lansia ada
pertanyaan tambahan yaitu
- Apakah kesulitan menaiki 10 anak tangga?
- Apakah sering merasa kelelahan?
- Apakah memiliki paling sedikit 5 dari 11 penyakit yaitu hipertensi, diabetes, kanker, penyakit paru kronis, gagal jantung kongestif, serangan jantung, asma, nyeri dada, nyeri sendiri, dan penyakit ginjal.
- Apakah mengalami kesulitan berjalan kira-kira 100-200 meter
- Apakah mengalami penurunan berat badan yang bermakna dalam 1 tahun terakhir?
Alhamdulillah, mamah tidak mengalami semuanya. Kalau pun tensi mamah
tinggi saat mau divaksinasi bukan karena hipertensi.
Tekanan darah naik belum tentu karena hipertensi. Ada banyak penyebabnya. Stress dan kecapean juga bisa membuat tensi menjadi tinggi.
Ketika Chi menceritakan tentang tensi mamah yang mendadak naik
menjelang divaksinasi, banyak yang mengalami hal sama. Dan, gak semuanya
lansia. Beberapa teman mengalaminya sendiri.
Bisa jadi memang penyebabnya karena capek. Mungkin di jalanan terkena
macet atau susah cari parkiran. Stress karena mau disuntik juga bisa
menjadi salah satu penyebab.
Mamah memang takut saat mau divaksinasi. Selama pandemi gak pernah
keluar. Sekalinya keluar malah ke rumah sakit terus. Tempat yang paling
berisiko terhadap virus.
Selama di rumah sakit, mamah gak berani minum. Padahal katanya haus
banget menunggu lumayan lama. Mamah juga bawa botol minum sendiri.
Tetapi, takut banget buka masker, Mana ketika dipanggil gak boleh
ditemenin. Semakin membuat mamah tegang.
Para nakes gak akan langsung meminta peserta vaksinasi pulang bila tensi
di atas 180. Peserta diminta untuk beristirahat sekitar 10-15 menit
untuk kemudian ditensi lagi.
Ada sekitar 4-5x mamah diulang. Berarti hampir 1 jam lamanya. Makanya
Chi menyarankan ke adik untuk dibawa pulang aja bila tinggi terus. Nanti
di rumah diajak ngobrol biar gak tegang kalau diajak vaksin lagi.
Selama pandemi, kan, mamah di rumah aja. Sekalinya ke luar rumah untuk
ke periksa kulitnya yang gatal. Ke luar rumah yang kedua dan ketiga
untuk vaksinasi. Selain itu, mamah hanya di rumah.
[Silakan baca:
Pengalaman Menggunakan Rangkaian Produk Scarlett Body Care]
Insya Allah tetap aman meski gak divaksin. Tinggal kitanya aja yang
masih ke luar rumah untuk lebih ketat dengan prokes. Jangan sampai bawa
virus ke rumah. Apalagi sampai nularin semua orang. Naudzubillahi min
dzalik.
Vaksinasi kedua bukan berarti menjadi lebih lancar. Mamah malah lebih
banyak pengulangan tensinya. Kata mamah, saat vaksinasi kedua justru
perasaannya lebih tegang. Makanya tensinya susah turun hehehe.
Vaksinasi Pertama dan Kedua Harus di Tempat yang Sama
Alhamdulillah, vaksinasi Sinovac mamah sudah komplit. Jeda antara yang
pertama dan kedua itu sebulan karena lansia. Menurut nakesnya, kalau
yang lebih muda jedanya 2 minggu.
Menurut mamah, RS Duren Sawit tempat mamah divaksinasi pelayanannya
bagus dan tertib. Para nakesnya juga ramah.
Banyak tingkah laku para lansia yang udah kayak anak-anak lagi. Udah
dibilang jangan mondar-mandir atau turun-naik tangga, tetapi tetap aja
dilakukan. Super duper sabar, deh, para nakesnya. Kata mamah udah kayak
di sekolah TK hehehe.
Tetapi, antreannya memang lama. Karena go show, K'Aie yang jalan
duluan ke rumah sakit setelah sholat Subuh untuk ambil nomor. Sekitar
pukul 7 pagi, mamah dan adik berangkat. Sampai sana masih harus menunggu
sekitar 3 jam. Agak melelahkan bagi lansia.
Makanya kami berencana mencari lokasi vaksinasi yang bisa drive thru aja
untuk tahap 2. Biar mamah bisa istirahat di mobil ketika menunggu.
Ternyata gak bisa. Mamah harus divaksinasi kedua di tempat yang sama.
Untungnya pengalaman kedua gak lama antreannya. Karena pihak rumah
sakitnya duluan yang menghubungi. Mengingatkan jadwal vaksinasi
kedua.
Mamah termasuk yang awal divaksinasi. Jadi, Chi gak tau peraturannya
masih sama atau enggak. Seharusnya, sih, kalau semua data masuk ke situs
Peduli Lindungi, bisa divaksinasi di mana pun untuk dosis berikutnya,
ya. Tinggal lihat datanya aja. Tetapi, memang ada baiknya tanya dulu,
deh. Siapa masih harus di tempat yang sama atau bisa beda.
Efek KIPI Setelah Divaksinasi Sinovac
Setelah divaksinasi jangan langsung meninggalkan lokasi. Tinggal dulu
sekitar 30 menit untuk memantau ada efek KIPI atau tidak. Bila terjadi
efek yang berat, kan, bisa langsung segera ditangani.
Setelah vaksinasi pertama mamah gak merasakan efek apapun. Biasa aja
seperti sebelum divaksin. Mamah baru merasakan ada efeknya saat yang
kedua. Mengantuk luar biasa sampai gak bisa ditahan. Seharian setelah
divaksin, Mamah tidur terus. Alhamdulillah, hanya itu efek yang mamah
rasakan pasca divaksinasi.
Baidewei, seminggu yang lalu, Chi dan K'Aie baru aja divaksinasi
AstraZeneca. Serem gak efek KIPInya? Nanti Chi ceritakan, ya.
Pokoknya yang penting udah divaksin pun tetap wajib patuh protokol
kesehatan 5M. Indonesia masih jauh dari herd immunity. Jadi, jangan abai
dengan prokes dan bersedia divaksin kalau ingin pandemi berakhir.