Mungkin saat ini Chi lagi sering menghubungi Keke via telpon atau WA.
Mengingatkan dia untuk jangan pulang kemalaman. Trus, Chi suka ngomel-ngomel
kalau Keke gak angkat telpon atau balas WA dengan cepat. Padahal dia lebih
gercep kalau di-DM lewat Instagram. Begitulah anak generasi Z hehehe.
Komunikasi Terbuka Antara Orang Tua dan Remaja
Keke lagi senang-senangnya ke coffee shop. Seringkali alasannya bukan untuk
nongkrong, tetapi buat belajar. Alasannya kalau belajar di rumah, godaan
magernya lebih kuat. Selalu pengen main game. Atau malah ngantuk melulu tiap
kali lihat kasur. Makanya enakan belajar di coffee shop atau ke perpustakaan
nasional.
Iya, Keke juga seneng banget ke Perpusnas. Dia bahkan suka ngajakin Chi untuk
sama-sama ke sana. Katanya, tempatnya keren dan asik buat belajar. Tetapi, Chi
belum sempat juga ke sana.
Seandainya gak ada pandemi ...
Bisa jadi saat ini Chi lagi gencar mengingatkan Nai untuk tetap disiplin makan
dan istirahat. Bila sesuai rencana, harusnya bulan ini sekolahnya mengadakan
lomba paskibra tingkat nasional. Nai terpilih sebagai ketua panitia.
Tahun lalu, saat dia menjadi panitia seksi dokumentasi aja udah sibuk banget.
Apalagi kalau dia jadi ketua. Pasti Chi bakal lebih bawel lagi mengingatkan
Nai tentang pola makan dan istirahat.
Berharap Masa Remaja Tidak Hilang
Nostalgia SMA kita
Indah lucu banyak cerita
Masa-masa remaja ceria
Masa paling indah
Sepenggal lirik lagu jadul dari Paramitha Rusady yang berjudul "Nostalgia
SMA". Ada yang tau atau bahkan hapal lirik lagu itu? Berarti usia kita
sama hahaha!
Masa remaja memang masa yang seru. Bagi orang tua, ketika anak memasuki
masa remaja mungkin bakal merasakan jungkir balik. Anak mulai merasakan
puber, cinta monyet, kenakalan-kenakalan kecil yang sifatnya bukan
kriminal, dan lain sebagainya.
Beberapa kekhawatiran Chi di saat ini memang ada yang berkurang. Misalnya
tentang pergaulan remaja. Suka agak ngeri ya dengan kebebasan pergaulan
zaman sekarang. Nah dengan mereka ada di rumah terus selama pandemi
COVID-19, setidaknya Chi lebih bisa mengawasi.
Khusus untuk Keke, Chi suka khawatir dengan tawuran. Yakin banget kalau
secara pribadi, Keke gak pernah mau tawuran. Selama ini pergaulannya juga
kelihatannya positif. Tetapi, bagaimana kalau terjebak di jalan? Apalagi
siswa laki-laki lebih berisiko. Udah banyak cerita di media, siswa
berseragam jadi korban. Duh!
Saat pandemi melanda, tentu kekhawatiran akan tawuran menjadi hilang. Ini
salah satu yang sebetulnya bisa disyukuri. Ya berusaha ambil sisi
positifnya aja.
Tetapi, ya sedih juga kalau mikirin setidaknya
dalam kurun waktu 1-2 tahun ini mereka akan menghabiskan masa remaja
dengan cara yang berbeda. Padahal mereka sedang senang-senangnya
beraktivitas dan bergaul. Trus, tau-tau seperti berhenti begitu saja. Chi
khawatir masa remaja yang seharusnya dijalankan dengan senang menjadi
hilang.
Kalau menurut Saskhya Aulia Prima M.Psi, Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga,
di saat pandemi ini Generasi Z rentan terkena stress. Memang tetap bisa
berkomunikasi dengan teman secara virtual. Tetapi, tetap aja rasanya ada yang
berbeda. Perlu melakukan sesuatu supaya kesehatan mental mereka tidak
terganggu.
Meningkatkan Bonding dengan Anak Selama Pandemi
Di saat Keke dan Nai mulai sibuk dengan kegiatan di luar rumah, Chi sempat
baper banget. Jam sekolah mereka semakin panjang. Udah gitu masih ditambah
lagi dengan berbagai kegiatan. Sehingga mereka gak langsung pulang ke rumah
setelah sekolah usai.
Baper banget lah Chi jadinya karena merasa kesepian. Tetapi, lama-lama mulai
bisa menerima bahkan menikmati. Meskipun tetap ada rasa khawatir kalau semakin
lama bonding dengan anak semakin longgar.
Ya karena semakin jarang
ngobrol bareng. Meskipun teori idealnya kan yang penting quality time, bukan
quantity. Tetapi, tetap aja kekhawatiran itu timbul.
Insya Allah
pandemi akan berakhir. Meskipun gak tau kapannya. Tetapi, mungkin ketika sudah
berakhir, anak-anak akan kembali sibuk beraktivitas.
Makanya di saat pandemi ini, Chi berusaha memaksimalkan lagi bonding dengan
anak. Merasa dapat dikasih kesempatan banget bisa setiap saat sama mereka.
Seperti ketika anak-anak masih pada kecil.
Belajar Memahami Dunia Generasi Z di Saat Pandemi
Meningkatkan bonding dengan anak itu prosesnya gak instan. Ada kalanya juga
turun naik. Sehingga kami harus tarik ulur. Meskipun kadang-kadang, Chi
terbawa emosi juga.
Di awal pandemi, Keke sempat berontak. Merasa kebebasannya jadi terbelenggu.
Alhamdulillah, sekarang dia mulai enjoy. Eh, giliran Nai yang mengalami
masalah karena ambisinya.
Berkomunikasi dengan mereka masih menjadi salah satu cara yang paling efektif
untuk memahami. Berkomunikasi dengan anak remaja, tentu berbeda dengan saat
mereka masih anak-anak.
Harus semakin banyak mendengarkan. Bahkan
kalau perlu dipancing untuk menemukan solusinya. Karena kadang-kadang mereka
sebetulnya udah tau kok solusinya seperti apa. Hanya mungkin saja masih ragu,
pengen dipahami, atau ada alasan lain.
Bunda: "Dek, dulu kan Adek bilangnya betah belajar di rumah. Sekarang, malah
pengen balik belajar di sekolah?"
Nai: "Sebetulnya Ima lebih betah belajar di rumah, Bun."
Bunda: "Trus, kenapa waktu itu bilang gak suka ma PJJ?"
Nai: "Ima cuma kangen sama ekskul."
Bunda: "Kangen sama temen-temen?"
Nai: "Ya temen-temen, ya ekskulnya."
Bunda: "Tapi, Adek masih suka ngobrol ma temen-temen kan lewat medsos atau apa
gitu?"
Nai: "Masih. Cuma kan tetap aja beda."
Singkat cerita, tidak bisa lagi ikut ekskul menjadi sebuah kemarahan buat Nai.
Bisa sangat dimaklumi. Mengingat Nai sangat menyukai paskibra. Lagi
semangat-semangatnya beraktivitas, tau-tau harus berhenti begitu aja.
Kalau pun saat ini, para siswa sudah boleh masuk sekolah, tetap aja Nai gak
akan bisa ikut ekskul lagi. Kebijakan sekolah kalau udah kelas 9 gak ada
kegiatan ekskul. Makanya Nai menjadi sangat sedih dan marah.
Bunda: "Bunda paham kemarahan Adek. Tetapi, kemarahan gak bisa terus dipendam.
Ya anggap aja berarti udah gak bisa ikut ekskul lagi selama SMP. Trus, Adek
biasanya gimana kalau lagi marah?"
Nai: "Ima nge-design."
Bunda: "Oh, jadi kalau Adek sibuk nge-design itu sebetulnya lagi marah?"
Nai: "Iya."
Bunda: "Kalau baking gimana?"
Nai: "Ima gak pernah baking kalau lagi marah."
Bunda: "Oh gitu. Alhamdulillah. Adek menyalurkan kemarahan dengan cara
positif. Banyak sabar juga ya, Dek. Insya Allah, gak akan seterusnya seperti
ini."
Akhir-akhir ini, Nai lagi sering terlihat mendisain. Platformnya macam-macam
misalnya Canva, Power Point, dan lain sebagainya. Dari dulu, Nai memang sudah
senang menggambar dan berkreasi. Tetapi, sekarang lebih suka berkreasi di
dunia digital. Makanya, Chi sempat berpikir, dia melakukan itu karena memang
hobi.
Rupanya hobinya yang satu ini dijadikan penyaluran kemarahan. Tugas sekolah
buat presentasi, dia design dulu. Padahal diketik di Word aja udah cukup.
Kalau lagi gak ngerjain tugas sekolah, dia design menggunakan foto-foto artis
Korea yang lagi jadi favoritnya. *Jangan tanya Chi siapa artis favoritnya, ya.
Gak pernah hapal naman-namanya hehehe.
Buat Chi gak apa-apa lah. Setidaknya penyaluran kemarahan dia itu positif.
Tetapi, tentunya tetap harus diajak ngobrol secara berkala.
Gak
harus sama bundanya. Saat ini, Nai lebih terbuka kalau ngobrol sama ayahnya.
Gak apa-apa juga. Bundanya harus tahan baper hihihi. Tetapi, yang penting kan
dia mau terbuka dengan salah satu orang tuanya.
Bagaimana dengan
Keke?
Sama Keke Chi lebih sering ngobrol dan berdiskusi. Karena dia juga anaknya
lebih blak-blakan. Makanya kami berdua suka dianggap Tom n Jerry sama K'Aie.
Abisnya suka heboh deh kalau lagi berdua. Entah itu ngobrol, becanda, dan
kadang-kadang ribut juga hahaha.
Keke: "Bun, kalau nanti Keke kerja gak berdasarkan passion gak apa-apa?"
Bunda: "Kenapa gitu?"
Keke cerita, sejak pandemi ini dia mulai berpikir untuk tidak jadi orang
yang terlalu idealis. Padahal sampai kelas X, dia masih ngotot banget pengen
kuliah di jurusan musik. Kalau gak ambil jurusan musik, dia mau kuliah di
Fakultas Sastra Indonesia. Alasannya masih ada hubungannya dengan musik. Keke
suka menulis puisi. Dia berharap dengan kuliah di fakultas sastra akan
menambah skillnya.
Kalau kuliah di Fakultas Sastra Indonesia, Chi
gak keberatan. Tetapi, kalau bisa jangan ambil jurusan musik. Meskipun gak
pernah melarang kalau kelak dia mau berkarir di dunia musik.
Pandemi
mulai mengubah pandangannya. Menurutnya, kalau nanti dia lulus kuliah dan
dapat tawaran kerja yang bagus bakal diterima. Meskipun bukan passionnya.
Nanti kalau udah merasa sukses secara materi, baru deh dia kejar passion. Nah,
karena Bundanya ini sering kali bilang pentingnya punya passion, Keke merasa
perlu minta izin dulu.
Bunda: "Sebetulnya gak apa-apa, Ke. Ada juga
'kan yang benar-benar memisahkan kerjaan dengan passion. Meskipun katanya sih
idealnya itu kerja yang berdasarkan passion itu lebih nikmat. Tetapi,
kan prakteknya kembali ke masing-masing."
Kemarahan Keke tentang kebebasan yang terbelenggu karena pandemi bisa
dikatakan sudah mulai reda. Bahkan dia bisa lebih sabar saat hpnya kecebur dan
mati total sampai sekarang.
Bunda: "Keke masih marah dengan pandemi?"
Keke: "Enggak lah, Bun."
Bunda: "Tapi, ini kan belum kelihatan ada tanda-tanda usai. Kalau sampai tahun
depan masih sekolah di rumah gimana?"
Keke: "Keke percaya aja semua bakal berakhir. Cuma, gak tau kapannya. Lagian
manusia tuh harusnya makhluk yang paling bisa beradaptasi. Jadi, kalau sampai
sekarang masih harus di rumah ya gak apa-apa."
Ya Allah, sering kali Chi suka pengen nangis kalau udah ngobrol ma Keke dan
Nai. Chi suka sedih kalau melihat masa remaja mereka harus dilalui seperti
ini. Tetapi, meskipun kadang-kadang mood yang up and down, mereka tuh dewasa
juga.
Bahkan malah Chi merasa suka kurang tegar sebagai ibu. Ya
karena melihat kedewasaan cara berpikir dan sikap mereka. Chi jadi suka
tertampar sendiri. Sekaligus sangat bersyukur memiliki Keke dan Nai.
Ya alih-alih ingin mengajak mereka berdiskusi supaya bisa lebih
memahami dunia generasi Z. Malah kadang-kadang Chi yang jadi banyak bersyukur.
Chi bisa lebih memahami dunia remaja. Tetapi, juga merasa dikuatkan oleh mereka. Alhamdulillah.