Tips Memberi Pujian yang Efektif Kepada Anak - Saat datang ke sekolah
Keke untuk mengambil hasil tes minat dan bakat, Chi gak menyangka akan ada
sesi parenting dulu. Kirain langsung ambil hasilnya aja.
Ternyata, semua orang tua yang hadir berkumpul di aula sekolah. Kemudian mendengarkan sesi parenting dengan tema "Pujian untuk Anak Kita" yang disampaikan oleh guru BK.
Ternyata, semua orang tua yang hadir berkumpul di aula sekolah. Kemudian mendengarkan sesi parenting dengan tema "Pujian untuk Anak Kita" yang disampaikan oleh guru BK.
Contents
[Silakan baca: Hasil Tes dan Minat Bakat Keke]
Hindari Memberi Hukuman yang Memalukan Anak
Guru BK mengawali materi dengan menceritakan tentang beberapa anak kelas 7 yang bolos pelajarannya. Beliau paham, biasanya mereka bolos karena malas turun naik. Kelas 7 kan ada di lantai 4. Sedangkan ruangan BK ada di bawah.
Beberapa anak menawarkan diri untuk memanggil teman-temannya yang masih di kelas, tetapi beliau menolak. Kalau dipanggil, mereka akan terpaksa masuk kelas. Kemudian kemungkinan besar, mereka jadi malu karena ketahuan bolos. Apalagi kalau sampai disorakin sama teman-temannya.
Kalau sudah merasa malu, anak akan jadi susah untuk dikasih tau. Jadi menurut beliau, selama bolosnya masih di dalam kelas, biarkan saja dulu. Nanti setelahnya baru deh dipanggil ke ruang BK. Gak perlu sampai orang tuanya tau juga selama kesalahan muridnya masih dalam batas yang bisa ditoleransi.
Chi agak nyengir pas guru BK cerita ini. Meskipun beliau tidak menyebutkan nama-nama murid dan kelas 7 mana, kemungkinan besar Keke termasuk salah satunya.
Kok tau?
Ya karena beberapa hari sebelumnya, Keke cerita ke bundanya. Kalau diingat lagi memang jadi lucu juga. Bukan berarti Chi membolehkan Keke bolos, lho. Tetapi, lucu aja gitu mendengar pengakuan Keke. Kalau dulu Chi mana berani cerita begini ke orang tua. Ngebayangin orang tua sampai tau aja udah keringat dingin duluan hahaha!
Chi sepakat banget dengan sikap guru BK. Anak yang membolos tentu saja salah. Gak apa-apa kalau memang harus dapat hukuman. Tetapi, memang jangan sampai memalukan anak. Nanti malah anaknya jadi kesel karena merasa dipermalukan. Selain itu juga membuka peluang siswa lain untuk ngeledekin temannya yang ketahuan bolos.
Back to Content ↑
Ciri-Ciri Anak Millenials
Pernah gak kita merasa gregetan melihat anak belajar, tapi sambil melakukan hal lain? Misalnya, belajar sambil nonton YouTube atau internetan.
Menurut Guru BK, jangan langsung marah kalau lihat anak zaman sekarang belajarnya seperti itu. Zamannya sudah beda. Dulu, yang namanya belajar bisa jadi duduk manis dan buka buku. Tetapi, kebanyakan generasi millenials lebih multitasking. Mereka bisa belajar dengan banyak cara dan sambil melakukan hal lain. Biarkan saja mereka menentukan sendiri gaya belajar yang cocok.
Berikut beberapa ciri anak milenials
- Gampang bosan pada barang yang dibeli
- 'No gadget, no life'
- Hobi melakukan pembayaran cashless
- Suka dengan yang serba cepat dan instan
- Memilih pengalaman daripada asset
- Berbeda perilaku dalam grup satu dengan yang lain
- Jago multitasking
- Kritis terhadap fenomena sosial
- Sedikit-sedikit posting di media sosial
- 'Sharing is cool'
Ciri-ciri di atas tentu saja tidak untuk mengeneralisir semua anak millenials seperti itu. Hanya pada umumnya memang demikian. Dari situ kita bisa belajar untuk memahami seperti apa karakter anak zaman sekarang.
Back to Content ↑
Membentuk Mindset Seorang Anak
"Kamu jangan pernah bicara ngotot di depan Mama!"
Bila seorang ibu selalu bicara seperti itu kepada anak, maka akan tercipta mindset kalau marah adalah hal yang buruk. Pada akhirnya, anak akan selalu berusaha menekan amarahnya. Dia akan selalu berusaha menyenangkan orang lain.
Tentu saja bersikap menyenangkan orang lain itu bagus. Tetapi, jangan sampai juga diri sendiri menjadi tertekan karena tidak berani mengungkapkan rasa marah. Suka ada kan kejadian di mana akhirnya seseorang menjadi meledak marahnya.
Hati-hati kalau orang tua ingin memberikan nasihat kepada anak. Maksudnya mungkin baik, tetapi caranya salah. Apapun yang terucap dari mulut orang tua akan membentuk pola pikir atau kebiasaan pada anak.
Back to Content ↑
Memberikan Pujian yang Efektif
Orang tua cenderung mudah memberikan hukuman ketika anak salah. Tetapi, sulit memberikan pujian. Padahal seharusnya berimbang.
Kapan waktu dan cara yang tepat untuk memberikan pujian?
- Saat anak melakukan hal baik
- Saat anak memperbaiki kesalahan yang sudah dilakukan
- Saat anak berusaha mempelajari ketrampilan yang baru
Sebaiknya jangan sekadar berkata "kamu hebat", "luar biasa", "anak Mama memang pintar!", dan lain sebagainya. Pujian akan efektif bila dibarengi dengan penjelasan. Anak pun jadi paham kenapa dirinya dipuji.
Memberi hadiah juga gak apa-apa, kok. Gak harus berupa barang yang mahal. Asalkan dalam batas yang wajar itu hadiah yang bagus.
Back to Content ↑
Harus Tegas Kepada Anak
Meskipun generasi millenials lebih suka diajak berdiskusi, tetapi ada beberapa hal yang di mana mereka juga harus diberi ketegasan. Guru BK mengatakan kalau beliau selalu terbuka kepada semua muridnya. Terima pendapat pro kontra dan berusaha untuk tidak kaku.
Tetapi, untuk urusan agama, beliau lain lagi sikapnya. Selain sebagai guru BK, beliau juga mengajar agama kristen. Menurutnya, untuk pelajaran agama, peraturannya lebih ketat. Jangankan membolos, ada yang kelihatan ngobrol aja, langsung orang tua dipanggil.
Ya, setiap orang tua juga pasti punya batas dan prinsip masing-masing. Mana yang masih bisa lebih longgar aturannya. Tetapi, tentu saja ada hal-hal tertentu, anak wajib menurut orang tua tanpa ada bantahan.
[Silakan baca: Minat dan Bakat Anak vs Keinginan Orang Tua]
Back to Content ↑