Minat dan Bakat Anak vs Keinginan Orang Tua - Apa cita-cita mu?

Chi pernah membaca satu pendapat kalau anak yang masih kecil sebaiknya jangan ditanya tentang cita-cita. Anak mana ngerti. Nanti yang ada malah ibunya kerepotan menjelaskan ketika anak bertanya, "Cita-cita itu apa?"

Menurut pendapat Chi, memang ada benarnya. Anak kecil belum tentu mengerti cita-cita. Makanya, kalimat bertanyanya yang harus diubah. Disesuaikan dengan pemahaman anak.


minat dan bakat anak vs keinginan orang tua

🎤 Susan, Susan, Susan ... Kalau gede mau jadi apa? 🎶

Masih ingat itu lirik lagu apa? #YouSingYouOld 😂


Keke dan Cita-Citanya yang Berganti-Ganti


menanggapi minat dan bakat anak
Tulisan Keke waktu dia masih bercita-cita jadi Kopassus


Bersyukur Chi lumayan rutin update cerita tentang Keke dan Nai di blog ini. Membaca lagi beberapa artikel lama, Keke pernah beberapa kali berganti cita-cita.

Beberapa artikel psikologi yang pernah Chi baca berpendapat, idealnya melakukan tes minat dan bakat anak itu di usia 14-15 tahun atau ketika memasuki jenjang SMA. Di usia itu, anak dianggap semakin terlihat minatnya. Sedangkan, bila masih kecil kemungkinan besar berubah-ubah.

Chi setuju dengan pendapat tersebut. Kalaupun pernah beberapa kali bertanya tentang cita-cita, tujuannya untuk lebih mengenal anak. Apa sih yang dia lagi suka sekarang? Bagaimana pendapatnya dia bila ditanya seperti itu. Dan berbagai alasan lainnya.

[Silakan baca: Menanggapi Cita-Cita Anak]

Waktu masih balita, Keke pernah bilang pengen jadi tukang becak kalau dia udah besar. Saat itu, Keke memang paling suka kalau dinyanyiin lagu 'Naik Becak'. Di benaknya, kalau bisa jadi abang becak, bakal makin sering jalan-jalan.

Lantas Chi bilang kalau abang becak itu tenaganya kuat, makanya harus rajin bergerak. Motivasi itu berhasil! Tau sendiri lah ya, anak-anak sekarang godaan magernya tinggi banget. Tapi, karena saat itu Keke pengen jadi tukang becak, dia jadi anak yang banyak bergerak. Bahkan ketika sedang melakukan gerakan tutup mulut alias susah makan pun, Chi bisa memotivasi melalui cita-citanya.

"Kalau susah makan, nanti lemes. Kalau lemes, jadi gak kuat kayak abang becak, deh."

Selama susah makannya bukan karena sedang sakit, biasanya kalimat seperti itu bisa memotivasi. Kemudian pelan-pelan Chi tingkatkan semangatnya. Chi saranin dia supaya jadi bossnya aja, biar punya banyak becak. Makin semangat deh dia. Pokoknya Chi berusaha menanggapi cita-cita anak dengan santai.

Cita-citanya terus berubah. Dia pernah bercita-cita ingin jadi pemadam kebakaran. Alasannya pengen madamin api neraka. Kasihan di neraka banyak mainan yang gosong, begitu katanya hahahaha!

[Silakan baca: Mau Madamin Api Neraka]

Pernah juga bercita-cita jadi polisi. Kalau menjadi pemadam kebakaran dan polisi itu karena dia senengnya main mobil-mobilan. Tiap kali beli mainan, pasti pilihnya die cast. Hampir gak pernah mau beli yang lain. Makanya cita-citanya pun gak jauh dari sesuatu yang ada mobilnya. Polisi dan pemadam 'kan punya mobil khusus.

Cita-cita yang sempat bertahan lama saat dia SD adalah menjadi Kopassus. Sampai Chi sempat agak yakin kalau kelak dia memang akan masuk TNI. Tetapi, secara perlahan cita-citanya ini memudar ketika mulai memakai kacamata.


Kapan Perlu Melakukan Tes Minat dan Bakat?


menggali potensi anak, mengetahui minat dan bakat anak sejak dini

Ada yang berpendapat tes ini penting. Ada juga yang enggak. Perlu atau tidaknya juga sudah Chi tulis di postingan sebelumya. 

[Silakan baca: Perlukah Tes Minat dan Bakat untuk Anak?]  

Chi berpendapat perlu atau enggaknya itu tergantung dari kondisi masing-masing keluarga. Secara pribadi, tes minat dan bakat memang membantu pertimbangan kami. Menjadi saling melengkapi dengan pengamatan kami.

Chi juga sependapat dengan beberapa artikel yang pernah dibaca kalau tes ini sebaiknya dilakukan saat anak memasuki usia remaja. Ketika anak mulai masuk SMA sudah dihadapkan dengan pilihan mau masuk jurusan IPA atau IPS. 

Mengetahui jenis minat dan bakat anak sejak dini mendingan dengan cara banyakin stimulasi, mengamati perilaku, makin pererat bonding, dan lain sebagainya. Nanti kalau udah remaja, baru deh ikut tes. Karena ketika sudah memasuki usia remaja, masih banyak juga anak maupun orang tua yang bingung minat dan bakat anaknya ke arah mana.

[Silakan baca: Bagaimana Mengetahui Potensi Anak?]

Saat Keke masuk SMA, kami merasa belum perlu melakukan tes ini. Dia udah mantap banget dengan pilihannya. Hanya ingin masuk IPS. Kalau dilihat dari catatan akademisnya sejak kecil memang dia lebih kuat di pelajar sosial daripada eksak.

Diskusi panjang serta mengamati perilakunya sehari-hari juga membuat Chi yakin kalau IPS memang cocok untuk Keke. Analisa kami didukung saat hasil tes keluar. Keke memang cocoknya di bidang IPS. Berbagai bidang IPA justru mendominasi urutan tengah ke bawah.

Dari yang Chi tulis di sini aja terlihat ketika masih kecil, Keke lumayan sering ganti cita-cita. Semakin besar, semakin mengerucut keinginannya. Semakin kompleks juga. Diskusi dan motivasi yang diberikan gak sesederhana seperti saat Keke masih ingin jadi tukang becak.



Lepas dari keinginan menjadi Koppasus, Keke pun bercita-cita menjadi pembalap motor profesional. Dia yang sejak kecil menyukai segala sesuatu tentang mobil. Begitu SMP hingga sekarang malah tertariknya dengan dunia motor.

Melihat minatnya dengan dunia balap motor, ayahnya memasukkan dia ke sekolah balap. Ya daripada nanti malah tersalurkannya di jalan yang salah. Malah ikut balap liar. Mending dimasukin ke sekolah balap yang tepat. Kemudian ikut balap motor yang resmi. Sampai sekarang, Keke masih menggeluti dunia balap motor. Meskipun cita-citanya sudah mulai berubah lagi. 

[Silakan baca: Ketika Keke Bercita-Cita Menjadi Pembalap Motor Profesional]

Ya begitulah lah. Cita-citanya masih terus berubah. Tetapi, semakin dewasa semakin mengerucut. Semakin bisa dilihat minat dan bakatnya mengarah ke mana. Diskusi dengan Keke pun masih terus berlanjut hingga sekarang. Tentu saja lebih kompleks. Tidak seperti ketika dia masih bercita-cita menjadi tukang becak.


Menentang Minat Anak Karena Ambisi Orang Tua?


jenis minat dan bakat anak, tes minat dan bakat di indonesia
Ketika masih SMP, Keke beberapa kali diminta jadi MC acara sekolah. Baik itu acara formal maupun santai. Pakai bahasa Indonesia atau bahasa Inggris


Beberapa tahun lalu, Chi pernah bertekad kalau suatu hari nanti punya anak, tidak akan pernah menentang cita-citanya. Pernah merasakan sendiri, waktu lulus SMA pengen banget sekolah photography atau fashion designer. Tetapi, orang tua tidak memberikan dukungan. Ya memang gak ditolak, tetapi juga gak bersikap mendukung. Akhirnya, Chi pun memilih masuk jurusan ekonomi aja.

Setelah Chi punya anak, apalagi sekarang Keke sudah SMA, prakteknya gak semudah itu untuk mendukung. Jadi merasa bersalah juga sempat menyalahkan orang tua dengan sikapnya waktu itu.

Minat dan bakat adalah 2 hal yang berbeda. Chi sudah menjelaskan perbedaan minat dan bakat di postingan sebelumnya. Memang idealnya hasil minat dan bakat itu sama. Tetapi, bila terjadi perbedaan, 2 hal ini sebaiknya saling mendukung.

Dari hasil tes, Keke tidak mengalami perbedaan. Teorinya memang seharusnya menjadi lebih mudah. Tetapi, justru ada perbedaan pendapat antara Keke dan orang tuanya. Ada beberapa hal yang bikin kami keberatan.

[Silakan baca: Hasil Tes Minat dan Bakat Keke]

Kalau dibilang karena ambisi orang tua kayaknya enggak juga, ya. kami gak pernah mengatur anak harus ambil jurusan tertentu. Memang ada berbagai macam diskusi tentang minat dan bakat, bahkan jauh sebelum ikut tes. Tetapi, ya sebatas diskusi.

[Silakan baca: Mencapai Cita-Cita]


Seni Musik

minat anak ditentang orang tua

Keke pernah bilang kalau lulus SMA pengen melanjutkan kuliah di jurusan seni musik. Sampai saat ini, kami masih keberatan dengan keinginannya. Off the record lah ya untuk alasannya. Tetapi, yang pasti bukan karena anti musik. Ada alasan lain, hanya kami yang tau, termasuk Keke.

mengetahui minat dan bakat anak sejak dini

Kami mendukung kalau anak-anak senang dan ingin beraktivitas di dunia musik. Keke pernah kursus drum sejak TK. Bahkan kami membuat ruangan khusus kedap suara karena dia privat drum di rumah. *Nanti diomelin tetangga kalau ruangannya gak kedap suara hehehe.*

Dia berhenti kursus drum karena kesibukannya di sekolah. Jam pelajarannya semakin sore. Belum lagi ada kegiatan di luar seperti renang dan taekwondo. Semakin membuatnya kesulitan mengatur jadwal kursus dengan guru privatnya.


jenis minat dan bakat anak

Masuk kelas 5, dia sedang gandrung sama beatbox. Minta izin dibolehin masuk sekolah beatbox. Tapi, kami masih keberatan dengan berbagai alasan. Akhirnya dia belajar sendiri lewat YouTube. Mengejutkan ketika dia perform saat acara perpisahan kelas 6. Soalnya dulu dia suka enggan kalau harus tampil di depan umum.

Saat SMP, dia mulai bikin grup band dengan sahabatnya. Hampir setiap hari sewa studio musik buat latihan. Meskipun sekarang sudah beda-beda sekolahnya, mereka masih suka berkumpul untuk latihan. 

Saat SMP, Keke tidak lagi main drum. Dia seringnya pegang bass. Ketika lulus SMP, Keke dibeliin gitar listrik sama ayahnya.

Jadi, kami memang tidak pernah menghalanginya bermusik. Dia mau kursus musik lagi pun, Insya Allah kalau ada rezekinya akan kami dukung. Mau tampil ngeband lagi juga silakan. Tetapi, kalau untuk kuliah di jurusan seni musik, hmmm ... belum keluar izinnya sampai sekarang.

Keke tau banget kenapa masih belum mengizinkan. Tentu melalui diskusi panjang. Lama kelamaan dia mulai menerima untuk tidak mengambil jurusan Seni Musik. Tetapi, begitu hasil Tes Minat dan Bakat keluar, keinginannya kembali mengeras. Diskusi panjang pun dibuka kembali.

"Tuhm 'kaaaan! Bener kata Keke juga. Ini hasil tesnya aja menunjukkan minat dan bakat Keke di musik. Udah lah kuliah di Seni Musik aja."


Sastra Indonesia

Beberapa kali kami juga harus banyak mencari tau. Ketika Keke meminta izin untuk dibolehkan kuliah di Sastra Indonesia, Chi merasa kaget. Alasan utama dia sebetulnya gak jauh-jauh dari musik. Di pelajaran Sastra Indonesia katanya ada Musikalisasi Puisi.

Tetapi, gak sebatas itu. Keke justru lebih dulu mencari banyak informasi tentang kuliah di jurusan Sastra. Dari diskusi itu pun Chi baru tau kalau Keke gemar menulis puisi. Ini berbanding terbalik banget dengan ketika dia masih SD. Sampai sempat minta pindah sekolah gara-gara wali kelas sering meminta murid-muridnya menulis. Eh, sekarang dia malah senang menulis puisi.

Karena Chi nge-blank banget dengan dunia sastra, sempat membuat status di FB. Alhamdulillah banyak sekali mendapat respons tentang kuliah di dunia sastra (terima kasih banyak, ya! 😘). Setelah banyak mendapatkan pendapat, Chi malah jadi tertarik dengan dunia sastra. Kami mengizinkan Keke bila kelak ingin pilih ke jurusan Sastra Indonesia.

Chi juga pernah tanya, kalaupun memang inginnya ke sastra, kenapa pilih Indonesia? Kenapa bukan Sastra Inggris, Jepang, atau negara mana aja selain Indonesia? Keke bersikeras kalau dia hanya tertarik dengan Sastra Indonesia. Dari sisi akademis, sejak dulu memang dia kuat di pelajaran bahasa. Terutama Bahasa Inggris, tetapi pelajaran Bahasa Indonesia juga termasuk bagus nilainya.

Apakah itu artinya sudah menjadi keputusan final?

Belum. Selama dia belum lulus SMA, keputusan masih bisa berubah. Ya begitu hasil tes keluar aja, dia sempat bersikeras ingin jurusan Seni Musik lagi.


FISIP

ambisi orang tua vs minat dan bakat anak

Ada satu lagi jurusan yang Chi masih harus cari informasi banyak, yaitu FISIP. Keke belum pernah bilang tertarik dengan jurusan ini. Tetapi, Chi coba menganalisa sendiri aja dari banyak diskusi dan perilaku sehari-hari.
Dia mulai kritis dengan berbagai isu yang terjadi di tanah air maupun media. Bagus, sih. Tetapi, Chi juga kerap mewanti-wanti dia bila beropini di media sosial. Kalau sama orang tuanya, silakan aja kalau dia mau berdiskusi panjang bahkan berbeda pendapat tentang berbagai isu. Pernah ikut demonstrasi juga 😅

Dengan kekritisannya ini, Chi kadang-kadang berpikir bagaimana kalau suatu saat Keke ingin serius kuliah di jurusan politik bahkan berkarir di bidang tersebut. Apalagi kalau dari hasil tes, FISIP ada di urutan tertinggi ke-3. Nah, ini yang bikin Chi masih galau.

Jangan lah kita sampai buta politik. Tetapi, kalau berkarir di bidang ini, Chi masih berat. Itulah kenapa Chi masih ingin cari tau lebih banyak tentang jurusan FISIP. Siapa tau pemikiran Chi selama ini kurang tepat. Masih butuh banyak informasi tentang FISIP, nih!


Ekonomi

Chi beberapa kali menyarankan dia mengambil jurusan ini saat kami berdiskusi. Tentu sama dengan lainnya. Chi mempertimbangkan berdasarkan banyak hal. Apalagi saat ini Keke sedang getol belajar saham.

Dia membaca berbagai buku tentang saham. Juga rutin ikut simulasi saham. Tetapi, Keke pun sampai sekarang masih bersikeras kalau dia hanya tertarik belajar saham. Dia gak tertarik kuliah di jurusan ekonomi.


Hukum

Dari beberapa jurusan yang pernah dilontarkan oleh Keke, jurusan Hukum menjadi pilihan yang paling bertahan sampai saat ini. Dia sudah mengutarakan ini sejak SMP.

Awalnya karena kagum dengan guru PKn. Menurut Keke, gurunya ini asik banget kalau lagi ngajar. Gak bikin bosan dan mudah dimengerti, Sejak itu deh dia bilang tertarik belajar hukum dan ingin masuk jurusan ini.

Chi pun sempat galau *kayaknya lama-lama dikeplak pembaca nih karena galau melulu hahaha*. Abisnya bayangan Chi tentang dunia hukum tuh serem. K'Aie malah mendukung banget kalau Keke kuliah di jurusan ini. Ditambah lagi, dari hasil tes, minat dan bakat Keke di bidang hukum berada di urutan pertama. Klop banget, deh!


Semoga Jangan Sampai Salah Pilih Jurusan


minat dan bakat anak ditentang orang tua

"Santai aja, lah. Dulu juga saya kuliah di jurusan teknik, eh malah kerjanya di bank."

Pernah gak mendengar kalimat seperti itu?

Chi sering hehehe. Ya, jalan hidup memang kita gak tau. Kuliah di jurusan apa, karirnya di bidang apa. Dan gak perlu juga semuanya disesali.

Tetapi, kalau bisa sih jangan salah pilih jurusan. Pengennya dari mulai sekolah, kuliah, hingga berkarir sudah sesuai dengan apa yang menjadi minatnya. Apalagi katanya 10 tahun ke depan, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Insya Allah, Keke dan Nai termasuk di usia produktif pada masa itu. Yup! Kami cukup serius memikirkan tentang ini.

Keke masih punya waktu untuk mempertimbangkan. Masih ada sekitar 2,5 tahun lagi. Hasil tes tersebut tentu aja jadi pertimbangan. Meskipun bisa jadi pilihannya nanti di luar yang disarankan.

Apapun pilihannya nanti, harapannya jangan sampai ada penyesalan. Menyesal karena salah memilih jurusan. Dengan pertimbangan yang matang, Insya Allah akan mendapatkan pilihan yang terbaik. Aamiin Allahumma Aamiin.