Hal yang Sebaiknya Diketahui Bila Orang Tua Ingin Menjadi Sahabat Anak Remaja

Banyak orang tua, termasuk Chi, yang ingin menjadi sahabat anak. Salah satu alasan utamanya adalah pengen bisa tetap dekat dengan anak. Gak pengen ketika anak mulai remaja malah mulai menjauh karena lebih senang bersama teman-temannya.

Hal yang Sebaiknya Diketahui Bila Orang Tua Ingin Menjadi Sahabat Anak Remaja


Pahami Karakter Anak


Harus 'ngeklik' untuk bisa dekat dengan siapapun. Mau itu ke sahabat, suami, bahkan ke anak. Nah, untuk bisa 'klik' tentu harus saling memahami dulu. 

Setiap anak punya karakter masing-masing. Meskipun dilahirkan dari rahim yang sama, tetap aja karakternya bisa berbeda. Keke dan Nai juga ada beda karakternya.

Sebagai orangtua, pengennya bisa jadi sahabat bagi semua anaknya, dong. Gak mungkin memilih salah satu. Nah, tantangannya adalah harus berusaha memahami karakter setiap anak untuk bisa tetap dekat.

Punya anak 2 aja udah berasa tantangannya. Kebayang kalau anaknya lebih banyak. Kemungkinan lebih berasa proses memahami karakter anak hihihi.


Jangan Mudah Cemburu dengan Sahabat Anak


Pengen bisa tetap dekat dengan anak memang bagus. Tapi, jangan pula menjadi orangtua yang posesif. Ketika anak memiliki sahabat lain malah dicemburui. Langsung khawatir anak bakal lebih dekat dengan sahabatnya dan menjauhi orangtua.

Penting bagi anak untuk bersosialisasi. Bahkan bagi anak yang introvert sekalipun, kemungkinan tetap punya teman. Ingin tetap dekat dengan anak, bukan berarti melarang anak bersosialisasi. Biarkan aja anak tetap punya sahabat baik di luar rumah. Bisa tetap dekat juga kok dengan orangtuanya.


Jadilah Pendengar yang Baik


Manusia seringkali butuh teman curhat. Nah, awal mula bisa menjadi sahabat biasanya karena nyaman untuk curhat. Jadi, kalau orang tua ingin menjadi sahabat, belajar menjadi pendengar yang baik.

Buat yang anak-anaknya sudah remaja, orangtua juga harus belajar banyak sabar. Jangan langsung ngegas kalau dengar curhatan anak. Ya tau sendiri deh dunia remaja kan kerap bikin jungkir balik. 

 

Jangan Mudah Parnoan dan Menghakimi Anak Tanpa Alasan

 
Terkadang sikap anak remaja tuh unpredictable. Ditambah lagi dengan maraknya kasus kenakalan remaja. Bisa dipahami kalau banyak orangtua yang menjadi parno. Terkadang Chi pun suka jadi overthinking ketika mulai merasa cemas.
 
Tetapi, rasanya gak adil kalau kemudian kecemasan itu dilemparkan ke anak. Jadi curigaan setiap kali anak beraktivitas dan bergaul. Kemudian menghakimi tanpa alasan.
 
Padahal sikap anak remaja yang terkadang bikin hati orangtuanya jumpalitan belum tentu karena kenakalan. Bisa jadi memang lagi masanya pencarian jati diri. Si anak remaja juga lagi bingung dengan dirinya. Sebaiknya memang orangtua berusaha mendengarkan dan memahaminya. Membantu melalui fase pencarian jati diri saat masa puber. 

[Silakan baca: Jumpalitan dan Tips Menghadapi Anak Puber]


Belajar Memahami Tren dan Idola Remaja


Nai mengidolakan dunia hiburan Korea Selatan. Ada beberapa boyband yang dia suka. Senang nonton drakor juga.

Sebaliknya, Chi belum bisa menikmatinya sampai sekarang. Pernah coba dengerin beberapa lagu K-Pop, nonton beberapa episode drakor yang lagi digandrungi, masih belum bisa dinikmati juga. Tapi, bukan berarti Chi gak berusaha belajar memahami tren dan idola remaja. 

Ngerasain sendiri sejak remaja mengidolakan band Gigi. Tapi, kalau sampai ketahuan orang tua suka ditegur, deh. Katanya kok bisa menyukai band yang nyanyinya sambil ajrut-ajrutan? Intinya orangtua memang gak menyukai band idola Chi itu.

Ya memang gak pernah dilarang juga untuk nonton. Tapi, jadinya Chi suka sembunyi-sembunyi nontonnya. Ya, daripada dikomentarin yang bikin kurang nyaman melulu hehehe.

Makanya, meskipun Chi belum bisa menikmati hiburan Korsel, tetap gak mau komentar apapun yang bikin Nai menjadi gak nyaman. Cukup memahami aja lah kalau yang namanya punya idola tuh gak apa-apa.

Nai juga tetap nyaman kalau mau ngobrol tentang idola ke bundanya. Meskipun Chi seringkali gak paham artis yang dibahas hahahaha!. Tapi, setidaknya gak nyindir idola Nai. Makanya mungkin itu yang bikin Nai tetap mau cerita.

[Silakan baca: Tentang Remaja dan Trend]


Bijak Saat Curhat


Chi termasuk yang sulit curhat ke orang lain. Sejak menikah lebih dibatasi lagi. K'Aie jadi tempat curhatan. Meskipun terkadang kayak kelihatan kurang menyimak hahahaha!

Ketika Keke dan Nai mulai beranjak remaja, terkadang Chi juga curhat ke mereka. Tapi, tetap dipilah-pilah curhatannya. Kalau sama K'Aie bisa lebih bebas curhat apapun. Beda kalau sama anak.

Anak bisa bebas curhat ke orangtua. Tapi, ada beberapa hal urusan orangtua yang sebaiknya gak diceritain ke anak. Ya mungkin belum waktunya atau alasan lainnya.


Tugas Utama adalah Menjadi Orangtua


Chi pernah merasa ragu untuk menegur bahkan memarahi anak. Khawatir dianggap jadi orang tua yang gak asik. Kemudian anak pun mulai menjauh. Tapi, kalau gak ditegur berasa gregetan juga. Serba salah!

Akhirnya Chi mulai menyadari kalau tugas utama tetap menjadi orangtua. Ya memang sih pengen dekat sama anak. Tapi, tetap aja persahabatannya gak bisa sama persis kayak anak bersahabat dengan anak lain.

Gak usah ragu kalau memang sewaktu-waktu harus menegur, memarahi, bahkan menghukum anak. Tetap buat aturan mana yang bisa didiskusikan bersama. Mana aturan yang benar-benar harus dipatuhi. Sedekat apapun, anak tetap harus melihat ayah bundanya sebagai orangtua.
 
Menurut Chi, anak tetap mau menerima segala aturan yang diberikan termasuk diberi sanksi asalkan memang memahaminya. Tentu tugas orang tua menjelaskan berbagai aturan yang ada. Bukan sekadar memberi aturan.

I tell my kids, 'I'm your father, not your friend - but I'm also the best friend you're ever going to have because no one is going to care for you the way I care about you.' - Steve Schirripa -

Chi setuju banget dengan quote dari aktor Amerika tersebut. Biar bagaimana pun, Chi dan K'Aie adalah orang tua Keke dan Nai. Ingin dekat dengan anak-anak, bukan berarti melepas tanggungjawab utama sebagai orang tua. Pastikan juga mereka tau kalau kasih sayang orangtuanya bisa jauh lebih besar dari siapapun.

[Silakan baca: Imperfect Parenteen, Bukan Buku Parenting]

Lagipula, sahabat yang baik memang seharusnya tidak hanya hadir di saat senang. Tetapi, juga menemani saat susah. Memberi tau mana yang baik dan benar. Tidak berusaha memberikan pengaruh negatif.

Kalau definisi sahabat baik aja seperti itu, tentu peran orangtua bisa lebih dari sekadar sahabat baik. Orangtua bisa lebih menyayangi dan peduli terhadap anaknya. Membuat anak merasa nyaman dekat dengan orangtuanya di saat senang maupun susah.

Menjadi sahabat anak, seharusnya tidak dengan cara 'membeli' kedekatan. Segala keinginan anak dipenuhi tanpa dipikirkan dampaknya. Pokoknya dimanjain banget. Chi malah khawatir terjadi kedekatan semu. Anak mau dekat karena memang ada maunya. Supaya semua kemauannya dituruti. Orangtua pun (terpaksa) menuruti karena takut jadi gak dekat lagi ma anak.
 
Menurut pengalaman kami, menjadi sahabat anak adalah proses yang harus terus dijalin. Eratkan terus bondingnya sejak anak dalam kandungan. Sulit ujug-ujug, anak menjadi dekat dengan orangtua kalau saat kecil gak ada kedekatan. Bukan gak mungkin, tapi prosesnya bisa jadi lebih sulit.

Keke dan Nai tetap dekat dengan kami. Mereka bisa jadi teman jalan, sahabat bertukar pikiran, tetapi juta tetap menaruh respek ke orangtua. Alhamdulillah.

Post a Comment

0 Comments