Menyikapi Pro Kontra Kembali Masuk Sekolah Saat Pandemi - Siapa yang udah
kangen dengan suasana sekolah?
Sepertinya banyak siswa yang udah kangen kembali ke sekolah, ya. Keke dan
Nai pun begitu. Meskipun ada tapinya, nih. Mereka udah kangen sekolah,
tetapi hanya untuk main bersama teman-teman. Sedangkan kegiatan belajar,
lebih suka di rumah. Malah kalau perlu PJJ terus hihihi.
Orang tua juga kelihatannya banyak yang lebih suka kalau anak-anaknya di
rumah. Setidaknya urusan pelajaran yang njlimet mulai kembali berpindah
tangan ke para guru. Bisa agak bernapas lega lah ya buat para orang tua
hehehe.
Tetapi .... ini 'kan masih pandemi.
Kembali ke sekolah bukan lagi perkara sepele. Bahkan bisa menimbulkan
dilema yang panjang. Karena keriweuhannya bukan sekadar mengecek ukuran
seragam masih muat atau enggak. Kembali mencari kaos kaki, dasi, dan topi
yang mungkin berceceran. Tetapi, ini berkaitan dengan kesehatan.
Bagaimana kalau terjadi klaster? Di satu sisi, senang rasanya anak-anak
bila bisa kembali ke sekolah. Tetapi, di sisi lain membayangkan pandemi
yang masih mengancam bikin ngeri juga.
Memilih Tetap Belajar Dari Rumah
Chi sebetulnya tidak mengikuti konferensi pers yang diadakan oleh
Kemendikbud dan beberapa kementrian lain beberapa waktu lalu. Karena
waktunya berdekatan dengan acara Virtual Career Day di sekolah Keke.
Info yang beredar pun kemudian simpang-siur. Ada yang bilang para siswa
udah pasti kembali ke sekolah di semester genap atau Januari 2021. Tetapi,
ada juga yang bilang kalau keputusan tetap berada di orang tua. Pada
akhirnya banyak menimbulkan kebisingan di sana-sini tentang pro kontra
kembali ke sekolah di saat pandemi.
Chi pribadi lebih suka anak-anak tetap belajar di rumah. Sekian bulan
lamanya sudah menjalani PJJ dan rasanya baik-baik aja. Anak-anak pun
mengaku lebih senang belajar daring.
Tetapi, bagaimana kalau kemudian orang tua tidak memiliki pilihan?
Bila Harus Kembali ke Sekolah
Beritanya memang simpang-siur. Chi pun enggan mencari tau di situs atau
akun resmi tentang hal ini. Karena mikirnya apapun hasil press conference,
di lapangan bisa aja berubah setiap saat.
Chi malah berpikir bila siswa kembali ke sekolah di bulan Januari 2021.
Wajib dan gak ada pilihan sama sekali. Keputusan apa yang harus diambil
bila dihadapkan dengan kondisi seperti ini?
Bila Keke dan Nai masih di level PAUD/TK atau SD tingkat bawah (kelas 1
dan 2) kayaknya Chi akan memilih untuk mencutikan anak. Gak apa-apa deh
mundur setahun sekolahnya. Sampai kondisi lebih aman dari sekarang.
Tetapi, masalahnya adalah Keke dan Nai sudah remaja. Seingat Chi
Mendikbud, Nadiem Makarim, juga pernah bilang kalau sekolah kembali dibuka
tahapannya adalah level SMP dan SMP dulu. Berarti ini levelnya Keke dan
Nai.
Mencutikan mereka ketika berada di level ini juga bukan perkara mudah.
Apalagi Nai udah kelas 9. Gak sampai setahun lagi, dia naik jenjang ke
SMA. Apa mencutikan dia dari sekolah menjadi keputusan yang tepat?
Ya bukan berarti juga Chi gak peduli dengan kesehatan anak. Tetapi, juga
harus diperhatikan mental mereka. Bagaimana rasanya ketika teman-temannya
yang sekian tahun bersama pada naik kelas dan lulus sekolah, sedangkan
Keke dan Nai malah tertinggal setahun. Tentunya gak mudah beralasan gak
apa-apa asalkan sehat karena hati mereka pasti sedih banget.
[Silakan baca:
Mengatasi Kecemasan Gen Z Saat Pandemi]
Kembali ke Sekolah atau Belajar dari Rumah Sama-Sama Berisiko
"Bun, kalau nanti udah boleh beraktivitas lagi, kira-kita manusia bakal
lebih tertib atau kebablasan, ya?"
Begitu kata K'Aie ketika di awal pandemi. Ketika Jakarta pada saat itu
dalam kondisi PSBB total.
Idealnya memang menjadi lebih tertib. Sekitar 3 bulan masa PSBB harus
membuat masyarakat tidak hanya tau tentang COVID-19 dan protokol
kesehatan. Tetapi, juga mulai paham dan belajar berdisiplin dengan prokes.
We're fighting 2 pandemic, COVID-19 and stupidity
Sayangnya ekspektasi memang suka gak sejalan dengan realita. Fakta yang
terjadi malah kayak kebablasan. New Normal tidak ada bedanya dengan fase
normal. Bahkan sampai diganti istilahnya menjadi Adaptasi Kebiasaan Baru
pun tetap aja masih banyak yang enggan untuk patuh dengan protokol
kesehatan.
Banyak yang bereuforia setelah PSBB dilonggarkan. Berdesak-desakan di
mana-mana tanpa menggunakan masker pula. Ugh!
Segala macam alasan untuk tidak patuh protokol kesehatan dikeluarkan,
terutama tentang pemakaian masker. Padahal ya ala bisa karena biasa. Chi
aja yang tadinya gak suka pakai masker, sekarang malah udah terbiasa
banget. Apalagi sekarang banyak masker yang semakin bagus. Gak hanya
modelnya, tetapi juga gak bikin susah bernapas.
Persiapan Kembali ke Sekolah di Saat COVID-19 Masih Ada
Oke, kembali ke bahasan wacana kembali ke sekolah di semester genap
nanti. Ada seseorang yang fasih banget ketika menceritakan efek negatif
PJJ. Bikin anak jadi stress, gadgetan melulu, gak bersosialisasi, dan lain
sebagainya. Intinya sih pro banget anak kembali ke sekolah secepatnya.
Tetapi, dia sendiri kalau ngomong seringkali gak pakai masker. Padahal
anaknya melihat kebiasaan ini. Trus, berharap anaknya akan bisa disiplin
dengan protokol kesehatan 3M kalau orangtuanya aja gak disiplin?
Kalau yang begini biasanya akan menunjuk orang lain yang salah bila
terjadi klaster. Nanti akan menganggap sekolah yang lalai menjaga
anak-anak. Padahal ya para guru kan harus mengawasi belasan hingga puluhan
siswa bila nanti sekolah sudah dimulai. Nah, kalau kita selama
berbulan-bulan aja gak pernah mendisiplinkan anak untuk patuh prokes,
masa' mau melimpahkan seluruh tanggung jawab ke sekolah?
Coba deh mulai sekarang biasakan anak untuk pakai masker selama belajar.
Mungkin terkesan konyol. Masa' di rumah aja tetap harus pakai masker?
Tetapi, ini kan tujuannya untuk membiasakan mereka.
Apalagi beberapa ahli menyarankan supaya jangan pakai AC di ruangan kelas.
Karena virus bisa menyebar melalui ruangan tertutup. Nah kira-kira anak
bakal betah gak tuh pakai masker sekian jam di ruangan tanpa AC dan bisa
setiap hari pula?
Kalau lagi main di sekitaran rumah atau sekadar ke minimarket coba deh
anak dipakaikan masker. Seringkali Chi lihat orangtuanya pakai, sedangkan
anaknya enggak. Alasannya anaknya gak betah. Tapi, kayak begini kok setuju
kembali ke sekolah?
Nanti di sekolah anak akan ketemu temannya. Berlari-larian dan
beraktivitas lain yang mungkin bisa menguras energi. Bakal betah gak tuh
tetap menggunakan masker?
Kalau anak udah bisa disiplin, boleh deh ya orang tua sedikit merasa
tenang. Bukan berarti 100% terjamin aman. Tetapi, setidaknya ikhtiarnya
udah lebih maksimal. Setidaknya udah bisa menaruh rasa percaya kalau anak
akan disiplin. Daripada melepas begitu aja tanpa persiapan sama sekali.
Itu bisa membahayakan kesehatan diri sendiri dan juga orang lain. Tapi,
giliran terjadi klaster nanti malah menyalahkan pihak lain. Penyesalan
selalu datang terlambat.
Coba deh googling tentang simulasi kembali ke sekolah. Di beberapa sekolah mengakibatkan klaster baru. Padahal masuk sekolahnya baru simulasi. Tapi, penularannya mah beneran.
Persiapan Tetap Belajar dari Rumah
Chi pernah menyinggung tentang bonding di saat pandemi. Ngerti banget kok
kalau PJJ itu bukanlah hal mudah. Baik untuk siswa maupun orang tua.
Tetapi, sedih banget rasanya kalau kemudian melihat video anak yang sampai
dimarahi dan membuatnya menangis saat sedang PJJ.
Selama belajar dari rumah ini memang Chi gak terjun langsung mengajarkan
anak. Karena Keke dan Nai sudah mandiri. Apalagi mereka juga ikut
bimbingan belajar. Jadi, kalau dirasa ada yang kurang dari sekolah, bisa
diperdalam di bimbel.
Tetapi, ketika Keke dan Nai masih SD, Chi terjun langsung. Selain di
sekolah, mereka belajar sama bundanya. Gak ikut bimbel sama sekali.
Meskipun pelajaran SD zaman sekarang juga banyak yang sulit.
Jadi, Chi juga pernah ngerasain bagaimana riweuhnya mengajarkan
anak. Apalagi Keke dan Nai punya gaya belajar yang berbeda. Keke gaya
belajarnya auditori, sedangkan Nai lebih ke visual.
Dalam proses mengajar anak bukan berarti Chi gak pernah marah, ya. Tetapi, BIG NO banget memvideokan anak yang lagi dimarahi. Selelah apapun rasanya.
Dalam proses mengajar anak bukan berarti Chi gak pernah marah, ya. Tetapi, BIG NO banget memvideokan anak yang lagi dimarahi. Selelah apapun rasanya.
Biar bagamana pun perasaan anak tetap harus dijaga. Gak tega rasanya lihat
anak jadi tontontan banyak netizen. Iya kalau prestasi yang diperlihatkan.
Tetapi, kalau video anak yang lagi dimarahin, kasihan lihatnya.
Balik lagi ke tentang bonding. Mungkin gak sih anak akan dekat dengan
orang tuanya kalau terus menerus disalahin dan dimarahin?
Orang tua ingin anak tetap di rumah dengan alasan supaya gak terkena
COVID-19. Kesehatan menjadi pertimbangan utama bagi yang memilih opsi
tetap di rumah. Tetapi, kalau anaknya dimarahin melulu selama di rumah
juga akan ada yang harus dibayar mahal. Ya bonding dan kesehatan mental.
Butuh proses panjang
lho mempererat lagi kalau bonding udah longgar. Apalagi kalau
kesehatan mental juga udah terganggu.
[Silakan baca:
Cerita Tentang PJJ Saat Pandemi COVID-19]
Sebaiknya Mulai Sekolah Tatap Muka atau Tetap Pembelajaran Jarak Jauh?
Seperti yang udah ditulis di awal, kalau Chi pribadi memang inginnya
anak-anak tetap di rumah. Sampai kondisi benar-benar aman dari
pandemi.
Tetapi, kami juga mempersiapkan 2 kondisi. Jaga-jaga kalau memang tidak
memiliki pilihan. Apalagi Keke dan Nai udah level SMP dan SMA. Kalau
mengikuti beritanya kan katanya di level ini yang duluan masuk sekolah.
Jadi, kami tetap konsisten sounding pentingnya patuh protokol
kesehatan. Sedangkan saat di rumah, berusaha menciptakan suasana yang
menyenangkan.
Rasanya cara kami cukup berhasil. Setidaknya sampai saat ini, anak-anak
masih bilang lebih suka di rumah aja. Meskipun sesekali kangen bermain
dengan teman-teman. Alhamdulillah 😊
Semester genap baru dimulai kurang lebih sebulan lagi. Seneng banget mulai
libur sekolah. Tetapi, jangan sampai terlena. Masih ada waktu untuk
siap-siap menyiapkan kegiatan belajar di bulan Januari 2021.
Apapun keputusannya nanti semoga kita semua selalu dilindungi oleh Nya.
Aamiin Allahumma Aamiin.
[Silakan baca:
Obrolan Tentang Pandemi Bersama Remaja]
29 Comments
Aku udah bicarain ini ama suami. Sampe skr sih sekolah anak2 blm bicara lgs ke kami orangtua ttg plan THN depan. Tapi seandainya disuruh masuk, aku Ama suami milih utk cutiin mereka dulu. Secara si adek msh TK, si Kaka baru kls 2. Blm disiplin kalo masalah masker, hrs diingetin trus2an. Aku ga berani ambil resiko :(
ReplyDeleteTapi supaya mereka ga tertinggal, aku udah niat bakal cari guru les yg DTG ke rumah. Krn jujur aku bukan tipe pengajar mba. Walo aku ngerti pelajaran mereka, tapi ga sama dengan mengajarkan sampe mereka ngerti. Jd LBH bgs aku sewa guru les. Mungkin nanti kami bakal beli akrilik utk memisahkan antara si guru dan anak murid di tengah2, wajib maskeran pasti, dan protokol lainnya. Setidaknya dengan datangin guru, aku msh ngerasa aman Krn bisa pantau mereka secara lgs. Smntara di sekolah aku ga tau nih anak2 ngapain.
Persis seperti yang saya tulis di postingan ini, Mbak. Kalau aja anak-anak saya masih di level PAUD/TK atau SD kelas 1-3 kayaknya mending cuti aja, deh. Daripada sekolah di saat pandemi masih ada.
DeleteSayangnya anak-anak saya udah level lebih tinggi. Dan yang satu malah mau lulus tahun ini. Kasihan juga kalau sampai cuti sedangkan teman-temannya pada naik tingkat
Sering juga saya saat belanja lihat anak2 gak pake masker, orang tuanya yang pake.
ReplyDeleteBtw, saya pun lebih suka anak2 belajar di rumah saja,jangan dulu sekolah tatap muka.
saya beberapa kali melihat seperti ini. Mendingan anak gak usah dibawa ya kalau tanpa proteksi
DeleteAku sempat ketar ketir waktu denger info itu dari grup wa wali murid sekolahnya bocil. Beneran nggak sih info itu? Aku cari cari deh buat memastikan. Ternyata emang bener ada informasi begitu tapi untungnya keputusan anak sekolah tatap muka atau tetap PJJ tergantung orangtua. Kalau aku, lebih milih PJJ ajalah. Rempong sih ngajarin bocil, tp nggak apa apa lah daripa risiko biarin bocil sekolah tatap muka sementara pandemi Corona masih belum sirna juga. Daaaahhh, semoga si covid-19 ini segera amblas dah, jauh jauh sana sana sanaaaaaa...
ReplyDeleteYup! Kesehatan jauh lebih penting
DeleteUntuk aku pribadi gak bakal ngasih izin sih anak2 tatap muka dulu, keadaan masih kayak gini.
ReplyDeleteuntuk saat ini sebagai orang tua sih prioritas utama aku adalah kesehatan dan keselamatan mereka soalnya huhuhu,
Sama, Ry. Tetapi, di postingan ini saya menulis tentang seandainya gak dikasih pilihan. Mencutikan anak dari sekolah di mana anak sudah memasuki usia remaja tentu bukan perkara mudah
DeleteDI Sekolah anak saya mulai masuk tanggal 11 dan sepertinya memang akan ada pembelajaran tatap muka. Minggu ini guru-guru sedang mempersiapkan segalanya. Tetap masih dilema tapi bagaimana pun anak-anak rindu sekolah.
ReplyDeleteTetap jaga kesehatan ya, Mbak. Bisa dilihat kondisi anaknya tentang kesiapan menjalankan prokes. Karena menuntaskan rindu aja gak cukup untuk melindungi dari Covid :)
DeleteI know it this is one of the hardest decisions we have to make. And the kids health is definitely our priority. My kids school have sent us questionnaire and have a frank discussion about it. and one thing for sure they are not going to force us to bring everybody back to school soon without any guarantee that they can handle the pandemic properly
ReplyDeleteKetika dibagikan angket pun saya mengatakan kalau semua harus benar-benar siap. Jangan sekadar karena alasan akademis. Biar bagaimana pun kesehatan yang utama
DeleteLoh iya Pascal juga suka sih belajar di rumah tapi ke sekolah cuma mau ketemu temen-temennya aja. Kemarin ini ambil rapot dibatasi ortu yang datang dia sebel soalnya murid gak boleh ikut :-D
ReplyDeleteAku masih belum tau ini semester baru masih PJJ atau tatap muka nunggu keputusan sekolah dulu.
hihihi itulah anak-anak :D
DeleteAku kayanya belum bisa izinkan anak2 pergi ke sekolah deh. Memgingat lonjakan korban covid 19 yang terus memingkat. ditambah lagi ada varian baru dari mutasi virus covid 19 ini. wah, tambah khawatir pastinya para emak melepas anaknya pergi ke sekolah.
ReplyDeleteKhawatir banget pastinya. Tetapi, bikin galau juga kalau anak udah masuk usia remaja. Makanya berbagai pihak harus bikin keputusan yang kompak
DeleteSelama Covid masih ada katana kita bbelom bisa tenang ya mba. Baik belajar di rumah ataupun di sekolah tetap ada risikonya. Tapi aku SBG orang tua sih tetep berharap belajar dr rumah aja, sampai Covid benar benar hilang
ReplyDeleteIya, semua ada risikonya.
DeleteDi sekolah anakku (TK-SD) tu aku amati ada anak rajin banget pakai masker tapi ya banyak yang slebor. Begitu juga gurunya, masih hobi lepas masker. Ngajak anak2 poto2 tanpa masker.
ReplyDeleteSekali ada anak kena covid sekolah gak mau lapor gugus tugas krn merasa itu anak kena dr luar sekolah, tp sekolah ngetes jg sih, cuma hanya walasnya yang dites, lalu anak lainnya? guru lainnya? Au ah gelap :(
Pd saat pandemi gini kalau prinsipku pribadi sekolah no 2, kesehatan no 1.
Kesehatan tentu hal utama. Tetapi, ksehatan gak sekadar tentang fisik. Mental anak juga harus diperhatikan. Jadi harus diusahakan ketika di rumah terus, anak tidak merasa depresi
DeleteItu dia, banyak yang ingin anaknya sekolah tatap muka tapi ga pernah mengajarkan disiplin mengikuti prokes, gimana atuhlaaahh... Orangtua aja nggak memberi contoh, kemana-mana pake masker, nanti anaknya gimana tuh kalau di sekolah. Yang ngeselin tuh ya, kita udah ngajarin anak kita untuk tertib, tapi ntar temannya yang ga tertib. Efeknya kan ke anak yang lain tuh. Kita nggak pernah tau kan siapa saja yang menjadi OTG di sekitar kita.
ReplyDeleteYup! Gregetan banget kan ya, Mbak. Pengennya sekolah, tetapi gak dipersiapkan dengan baik. Begitu pun yang tetap memilih di rumah. Memang kelihatan lebih aman. Tetapi, di rumah pun anaknya diomelin melulu
DeletePonakan-ponakanku beberapa ada yang akhirnya mundur dari sekolah sejak awal pandemi lalu dan memilih homeschooling, Kak. Tetap saja namanya anak-anak, akan susah sekali untuk mengikuti protokol kesehatan, wong yang udah dewasa saja banyak yang lalai kan ya?
ReplyDeleteYup! Tetapi, HS bukan berarti lebih mudah. Kalau mengikuti pengalaman beberapa HS-ers penerapannya lebih sulit dari sekolah tatap muka.
DeleteTentu bukan berarti saya lebih condong untuk sekolah dalam kondisi begini. Hanya saja apa pun yang dipilih harus siap dengan konsekwensinya
Anakku sekarang pindah Homeschooling mba
ReplyDeleteOrtu2 di HS sepakat online
Jadi alhamdulillah kami tenangggg
Mantaaap! Semoga dilancarkan ya, Mbak ^_^
DeleteAamiin~
ReplyDeleteSemoga semua dalam lindungan Allah.
Aku juga kepikiran, kalau masuk sekolah...apa yang bisa aku lakukan sebagai orangtua selain mendoakan?
Tapi karena anakku masih SD kelas 4 dan 2, rasanya lebih nyaman di rumah deeh..
Malahan kini bermunculan cluster baru.
Subhanallahu..
Semoga hanya Allah lah sebaik-baik pelindung.
Aamiin Allahumma Aamiin
DeleteBerdo'a itu harus banget. Tetapi, juga tetap harus berusaha mendisiplinkan dengan protokol kesehatan. Meskipun saat ini masih banyak di rumah.
Alhamdulillah Pemkot Depok melarang sekolah tatap muka sampai Juni. Alhasil harus jadi guru lagi semester genap ini. Semoga memberikan manfaat dan kebaikan untuk kita semua.
ReplyDeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^