Nai dan Ambisinya - Chi pernah baca tentang efek orang tua yang terlalu
berambisi kepada anaknya. Tentu saja, kami tidak ingin seperti itu.
Makanya, suka berdiskusi dengan anak-anak. Biar tau apa yang mereka mau
dan pikirkan.

Menjadi, orang tua yang gak ambisius juga katanya lebih asik di mata
anak. Karena anak tidak dituntut harus menjadi ini itu untuk menuruti
ambisi orang tua. Ya syukurlah kalau memang dianggap sebagai orangtua yang
asik. Tetapi, bukan itu juga yang ingin dibahas di sini.
Berusaha menjadi orang tua yang tidak ambisius, ternyata bukan berarti
anak tidak memiliki ambisi yang kuat. Bahkan akhir-akhir ini setidaknya
ada 2 kejadian yang bikin Nai jadi ngedrop. Dia terlalu memaksakan diri
sendiri.
Berambisi Menjadi Ketua OSIS

Ini kejadian waktu Nai di kelas 8. Dengan riang dan terlihat semangat,
dia cerita kalau sedang mengikuti seleksi calon Ketua OSIS dan Ketua
Paskibra.
Ekspresi Chi saat itu campur aduk. Senang karena Nai memiliki aktivitas
yang bermanfaat. Terkejut karena setahu Chi, Nai ini tipe anak yang
introvert. Dia memang senang dengan ekskul Pakibra. Tetapi, gak menyangka
aja kalau dia berani mencalonkan jadi kedua.
Perasaan lainnya adalah galau. Menurut Chi, kedua jabatan itu sama-sama
bagus. Tetapi, juga memiliki tanggung jawab yang tidak mudah. Chi pun
menyarankan ke Nai supaya memilih salah satu. Supaya dia fokus.
Nai bersikeras ingin ikut keduanya. Dan dia tipikal yang keras kalau
sudah punya mau. Jadi, Chi paling tarik ulur aja. Tetap mendukung, tetapi
juga mengingatkan.
Nai benar-benar serius dengan keinginannya. Dia mengkonsep beberapa
program untuk dipresentasikan. Usahanya memang sangat keras. Chi
seringkali mengingatkan Nai untuk makan dan istirahat yang cukup.
Pemilihan Ketua OSIS dan Paskibra diselenggarakan berdekatan. Sayangnya,
menjelang pemilihan, Nai pun tumbang. Dia sakit hingga gak bisa
sekolah.
Nangis banget dia saat itu. Terpaksa mengundurkan diri dari keduanya. Chi
ikut merasakan kesedihannya. Rasanya pengen ikut nangis bersama. Tetapi,
'kan harus berusaha tegar di depan Nai.
Chi ajak dia ngobrol berdua secara pelan-pelan. Alhamdulillah, kekecewaan
Nai berangsur berkurang. Dia mulai ceria lagi.
Selang beberapa bulan kemudian, Nai terpilih sebagai Ketua Panitia Lomba
Paskibra yang akan diadakan secara nasional. Setiap tahun, sekolah Nai
mengadakan lomba ini dengan peserta se-pulau Jawa. Karena selalu berjalan
lancar, rencananya mau ditingkatkan jadi skala nasional. Dan Nai terpilih
sebagai ketua panitia. Tentunya bukan tugas yang ringan.
Setelah terpilih sebagai ketua, kesibukan Nai pun bertambah. Sayangnya
pandemi COVID-19 datang dan semua kegiatan pun dihentikan. Padahal kalau
gak ada wabah kemungkinan Oktober ini lombanya digelar.
Nai: "Bun, Ima heran, deh. Giliran Ima santai, gak kepengen banget gitu
terpilih, eh malah dipilih jadi ketua. Tetapi, giliran waktu itu, Ima
sampai sakit."
Bunda: "Ya justru karena Adek santai. Makanya jadi lebih fokus. Kalau sebelumnya 'kan Adek terlalu berambisi. Ikut 2 pemilihan pula. Akhirnya Adek stress sendiri."
Nai: "Iya ya, Bun hehehe."
Berambisi Masuk Sekolah Negeri

Ini kejadian yang baru banget. Kurang lebih 1 bulan yang lalu. Chi mulai
merasakan ada yang berbeda dari Nai. Dia semakin jarang terlihat keluar
kamar. Setiap kali masuk ke kamarnya, Nai lagi di depan laptop. Bahkan
hingga larut malam.
Sebetulnya, sejak dulu Chi punya aturan kalau anak-anak gak boleh tidur
larut malam. Meskipun ada tugas yang belum selesai, tidur harus tepat
waktu. Biar bagaimanapun mereka masih harus terbiasa tidur dengan jumlah
waktu yang cukup.
Tetapi, kali ini Nai terlihat ngeyel. Dia memang bukan tipe yang
meledak-ledak kalau melawan. Hanya saja suka terlihat masih di depan
laptop. Padahal harusnya dia sudah tidur dari tadi.
Awalnya, Chi pikir dia lagi banyak tugas sekolah. Sempat merasa kesal
juga karena tugas sekolah kok gak kira-kira. Nai belajar terus sampai
tengah malam. Itupun Chi paksa dia harus tidur. Kalau enggak kapan
istirahatnya?
[Silakan baca:
Cerita Tentang PJJ Saat Pandemi COVID-19]
Ternyata bukan. Dia katanya pengen belajar aja karena ada yang belum
mengerti. Nai memang tekun anaknya. Tetapi, kalau sampai larut malam, gak
bagus juga. Chi kembali mengingatkan Nai untuk jaga kesehatan.
Sebetulnya Chi udah merasa ada sesuatu yang salah. Nai bukan hanya jadi
jarang keluar kamar. Senyumnya juga menghilang. Muram terus ekspresinya.
Judes juga kalau diajak ngobrol. Mulai agak sering sakit-sakitan.
Ngebaking udah gak pernah dia lakukan lagi.
K'Aie sempat berpikir apa perubahan Nai itu karena PMS. Tapi, Chi yakin bukan. Perubahannya beda, meskipun kelihatan uring-uringan. Lagian kalau PMS paling beberapa hari aja gak sampai berminggu-minggu.
[Silakan baca:
Nai dan Haid Pertama]
Nai ini aslinya suka becanda, celetak-celetuk, dan kayak terlihat santai.
Ketekunannya juga tinggi. Tetapi, kalau untuk urusan pribadi sangat
tertutup. Agak sulit mengorek Nai supaya mau terbuka. Persis banget lah
sifatnya kayak ayahnya.
Jadi, Chi juga mau langsung menebak permasalahannya. Meskipun sudah
merasa ada sesuatu yang salah. Bahkan udah menebak-nebak kira-kira apa
permasalahannya. Paling hanya mengingatkan tentang pentingnya menjaga
kesehatan. Jangan sampai lupa minum, makan, dan istirahat. Chi juga bilang
kalau ada apa-apa cerita.
Hingga suatu hari, Chi sedang kesal. Nai pun kena pelampiasan marah.
Padahal dia gak salah apa-apa. Dia langsung teriak, "Ima benci PJJ!" Dia
menangis sampai sesenggukan.
Chi langsung ajak masuk ke kamarnya. Membiarkan Nai nangis sampai puas.
Jarang banget lho Nai nangis seperti itu. Setelah selesai menangis, Chi
minta Nai untuk bercerita.
Dugaan Chi selama ini benar. Nai belajar supaya nilai-nilainya baik.
Tetapi, semakin keras dia belajar, justru nilainya semakin turun. Hal ini
bikin dia kecewa dan terpuruk. Selalu terlihat murung dan mulai
sakit-sakitan.
"Dek, memang selama ini Bunda pernah menuntut Adek untuk selalu punya
nilai sempurna? Memang Bunda selalu langsung marah kalau Adek dapat
remedial?"
Nai bilang gak pernah. Ya, kami memang gak pernah memaksa anak-anak untuk
selalu mendapatkan nilai bagus apalagi sempurna. Kami juga gak pernah
marah kalau mereka ulangannya harus remedial. Selama kami tau mereka sudah
berusaha belajar itu cukup.
Karena buat kami yang penting tekun. Kalau sudah tekun belajar, tetapi
belum bagus nilainya ya gak apa-apa. Lagipula gak harus juga mereka
menguasai semua mata pelajaran.
Nai menjadi begitu keras terhadap dirinya karena dia pengen banget masuk
sekolah negeri. Terutama, di sekolah yang sama dengan Keke. Perubahan
peraturan PPDB tahun ajaran ini yang drastis memang terlihat sangat tidak
menguntungkan bagi Nai. Kans dia menjadi kecil banget.
Sebetulnya Chi udah menebak permasalahan itu sebelum Nai cerita. Ya
mungkin ini yang dinamakan feeling seorang ibu. Meskipun anaknya belum mau
cerita, tetapi bisa merasakan ada sesuatu yang salah.
Hati Chi seringkali merasa pedih banget setiap kali melihat Nai begitu
tekun belajar. Chi suka menangis di depan K'Aie. Gak tega rasanya kalau
dia sampai gagal masuk SMA Negeri melihat ketekunannya belajar. Jadi
semakin kesel banget dengan perubahan sistem PPDB DKI.
Chi gak akan cerita di sini ya seperti apa perubahannya. Karena udah
ditulis panjang banget di blog ini. Jadi meluncur aja ke postingan Chi
tentang perubahan peraturan PPDB tahun ini yang membuat banyak sekali
orang tua berdemo.
[Silakan baca:
Kisruh PPDB DKI 2020 Jalur Zonasi]
"Menurut Adek, memangnya kakak mu jago matematika? Dia beberapa kali
remed. Tapi, kakak mu santuy aja kayak gak ada masalah hehehe. Tapi, ya
Keke juga punya kelebihan di mata pelajaran lain."
Chi juga cerita zaman masih sekolah. Meskipun masuk jurusan IPA, gak
otomatis pelajaran eksak pasti jago. Biologi menjadi kelemahan. Saat
kuliah matkul akuntansi yang kepayahan. Udah pasti remed melulu,
deh.
"Dek, meskipun Bunda remed melulu untuk beberapa pelajaran, tetapi
buktinya Bunda masih hidup dan bahagia tuh sampai sekarang hahaha."
Ketika Chi menceritakan pengalaman remedial diri sendiri dan Keke, mulai
terlihat senyum kecil di wajah Nai. Sebetulnya, Nai juga pernah merasakan
remedial. Hanya karena kali ini dia sedang terlalu keras dengan dirinya,
remedial malah membuatnya jadi terpuruk.
Melihat Nai mulai tersenyum kecil, Chi merasa agak bersalah. Selama ini,
Chi memang kurang banyak cerita ke Nai. Lebih terbuka ke Keke.
Karena Keke juga anaknya terbuka. Apa aja bisa dia ceritain. Makanya Chi
pun suka cerita tentang masa sekolah dan lain sebagainya. Termasuk kalau
lagi galau juga kadang-kadang curhat ke Keke hehehe.
Tentu gak sekali itu aja Chi ajak ngobrol. Chi pun mulai lebih banyak
ceritain lagi tentang pengalaman masa sekolah dan lain sebagainya.
Diselipin juga dengan pesan tentang masuk sekolah negeri. Kalau sampai gak
keterima, boleh banget kok kecewa, marah, atau sedih. Asalkan jangan
kebablasan. Gak apa-apa masuk SMA swasta kalau memang itu udah jalannya.
Gak otomatis, masa depannya jadi suram kalau keinginan belum
dikabulkan.
Sama-sama berusaha dan berdo'a. Jangan pula sampai memaksakan diri.
Apalagi ini udah kejadian kedua, Nai terlalu keras sama dirinya sampai
murung dan sakit-sakitan.
Sehari setelah kejadian Nai menangis, Chi izin ke wali kelas untuk tidak
ikut PJJ dengan alasan sakit. Memang bener Nai sedang sakit. Kondisinya
sedang tidak memungkinkan untuk belajar meskipun dari rumah.
Selama sakit, Chi minta Nai untuk membebaskan diri. Terserah mau
melakukan apapun, selain belajar tentunya. Dan, dia memilih marathon
menonton drakor "It's Okay to Not Be Okay".
Dia juga ketawa-tawa dan sesekali terlihat menari mengikuti boyband Korea
favoritnya. Jangan tanya boyband apa yang Nai suka, ya. Berkali-kali
dikasih tau, tapi Chi gak pernah hapal juga namanya hehehehe.
Gak apa-apa dia mau melakukan apapun. Pokoknya yang penting hatinya
senang dulu. Lupakan semua pelajaran sekolah untuk beberapa saat. Jangan
pula sampai lalai sholat, makan, minum, dan istirahat.
Secara perlahan, Nai mulai terlihat cerah lagi wajahnya. Mulai suka
ngemil dan ngebaking lagi. Celetukannya yang bikin gemes mulai keluar
lagi. Alhamdulillah ya Allah. Chi merasa terharu banget karena Nai mulai
membaik.
[Silakan baca:
Nai dan Hobi Baking]
Tips Menghadapi Anak yang Berambisi Tinggi

Karakter Nai kalau lagi happy ya begini. Suka usil dan bikin gemes
Chi akan coba berbagi tips menghadapi anak yang memiliki ambisi tinggi.
Ya mungkin tips ini akan berbeda-beda bagi setiap anak. Tetapi, setidaknya
cara ini yang kami lakukan ketika menghadapi Nai.
Introspeksi
Setiap kali anak sedang memiliki masalah, Chi dan K'Aie suka berdiskusi
dan introspeksi. Apakah masalah yang sedang terjadi karena kami sudah
melakukan kesalahan?
Bisa juga tanya langsung ke anaknya. Seperti yang Chi tulis di atas.
Bertanya ke Nai apakah selama ini kami suka memaksakan kehendak sehingga
Nai jadi begitu berambisi.
Pahami Karakternya
Sifat Nai yang tertutup untuk urusan pribadi memang seringkali bikin
gregetan. Chi pengennya tuh semua anak terbuka.
Karakter Nai memang persis ayahnya. Jadi, gak kaget juga sebetulnya.
Memahami karakternya buat Chi lebih baik daripada memaksa untuk
berubah.
Tertutup di sini bukan berarti dia pendiam banget sampai gak pernah
ngobrol ma keluarga. Nai dan ayahnya tipe yang menutup diri untuk masalah
pribadi. Lebih suka memendam dan menyelesaikan masalah sendiri. Bukan
karena gak percaya ma orang. Memang begitu sifat mereka berdua.
Tetapi, kalau untuk hal lain bisa ngobrol. Malah celetukannya suka bikin
gregetan. Abis suka gak terduga dan bikin ketawa.
Selalu Ada Untuknya
Sejak kecil, kalau Nai udah nangis sesenggukan sendirian di kamar itu
artinya dia lagi sedih banget. Tetapi, gak otomatis dia mau langsung
cerita kalau di tanya. Mulutnya bisa tetap terkunci rapat dan memilih
bilang, "Gak apa-apa."
Paling yang Chi lakukan adalah tarik ulur. Sesekali dipancing supaya mau
terbuka. Kalau dia tetap diam ya udah. Dipaksa untuk terbuka malah bikin
Nai semakin menutup diri.
Sesekali Chi samperin buat nanya udah makan atau belum. Ingetin dia untuk
minum dan istirahat. Elus-elus kepalanya sambil sesekali berkata dengan
lembut, "Kalau ada apa-apa cerita ya, Dek." Kalau pun Nai belum mau
cerita, setidaknya Chi berharap dia tau bundanya akan selalu ada
untuknya.
Kadang-kadang, Chi nyamperin dia sekadar untuk bilang, "Dek, udah lama
gak bikin kue. Bikin, dong. Bunda kangen nih sama buatan Adek." Ya
maksudnya untuk mencairkan suasana. Berharap juga Nai akan berpikir kalau
dia punya potensi dan passion yang sebetulnya disukai orang lain.
Dengarkan, Dipuji, dan Beri Saran
Dari 2 kejadian di atas, Chi suka gregetan pengen bawel. Suka pengen
bilang, "Adek nih kenapa sih gak langsung terbuka. Harus nunggu sampai
sakit-sakitan dulu. Coba nurut sama Bunda!"
Berusaha banget gak Chi lakukan kebawelan itu. Daripada Nai jadi kesel
karena diomelin. Bisa-bisa dia semakin menutup diri.
Etapi, pas marah keluar juga kalimat, "Kenapa sih Adek tertutup banget!
Kesel Bunda lihatnya!" Meskipun setelah Chi marah itu, Nai akhirnya mau
cerita. Tapi, sebaiknya jangan dilakukan sering-sering, ya. Khawatirnya
malah anak jadi semakin tertutup.
Setelah Nai mau terbuka, yang pertama kali Chi lakukan adalah
mendengarkan. Biarin aja dia cerita dulu sepuasnya. Jangan disela
omongannya. Berusaha jadi pendengar yang baik. Kalau udah selesai, Chi
langsung kasih pujian.
Kenapa harus dikasih pujian?
Karena yang dilakukan Nai bagus, kok. Dia berani mencalonkan diri sebagai
Ketua OSIS dan Ketua Paskibra aja udah langkah bagus. Dia tekun belajar,
tentu bukan hal jelek. Keinginan kerasnya untuk mencapai sesuatu memang
bukan sesuatu yang jelek.
ambisi/am·bi·si/ n keinginan (hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu (seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu: ia mempunyai -- untuk menjadi duta besar; pengabdiannya penuh dedikasi, tanpa -- pribadi;
berambisi/ber·am·bi·si/ v berkeinginan keras mencapai sesuatu (cita-cita dan sebagainya); mempunyai ambisi: regu bulu tangkis lawan merupakan tim yang sangat ~ dan perlu diperhitungkan
Merujuk dari defini ambisi di KBBI juga berarti gak masalah kalau anak
punya ambisi tinggi. Jadi, harus dong tetap dikasih pujian. Supaya Nai
tetap mau semangat bila ingin mencapai sesuatu.
Selama belajar di rumah pun dia disiplin dan tekun banget. Dia selalu
bangun sendiri tepat waktu. Langsung mempersiapkan segala keperluan
belajar, termasuk sarapan. Selama kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh
berlangsung, dia tetap duduk menyimak dengan baik. Gak diselingin dengan
main game, nonton drakor, dll. Bahagia banget 'kan Chi lihatnya.
Setelah dipuji, langkah selanjutnya memberi masukan. Gak selalu dilakukan
dengan cara menggurui. Seringkali diawali dengan berbagai cerita
pengalaman pribadi. Ya kayak waktu ceritain ke dia kalau nilai-nilai
pelajaran bundanya juga pernah beberapa kali jeblok.
Sambil cerita diselipi dengan saran. Intinya gak apa-apa merasakan gagal.
Boleh banget merasa kecewa bahkan marah. Asalkan jangan berlebihan
aja.
Membolehkan anak merasa kecewa, marah, dan sedih saat merasa gagal bagi
kami penting, lho. Memang iya sebagai manusia harus tegar. Tetapi, biarkan
sejenak merasakan perasaan yang lain dulu. Itu manusiawi banget,
kok.
[Silakan baca:
Bolehkah Anak Laki-Laki Menangis?]
"Dek, gak apa-apa kalau nanti akhirnya gagal masuk sekolah negeri. Ayah
dan Bunda tetap bersyukur dan bangga sama Adek. Karena tau banget kok
gimana usaha Adek supaya bisa keterima. Pokoknya usaha aja terus, tapi
jangan sampai membebani diri sendiri. Insya Allah, sekolah di mana pun itu
akan jadi rezeki terbaik untuk Adek."
Kritikan Sebagai Langkah Terakhir
Mendapatkan kritikan bisa menimbulkan rasa kurang nyaman. Meskipun
beberapa kritik memang bersifat membangun. Tetapi, tetap aja harus
disampaikan dengan cara dan waktu yang tepat.
Itulah kenapa Chi menempatkan kritik di langkah terakhir. Menunggu sampai
Nai terlihat mulai pulih dulu badan dan perasaannya. Coba deh bayangin ke
diri sendiri. Kalau lagi bad mood trus ada kritikan, biasanya rentan
baper. Tapi, kalau perasaannya enak, bisa lebih menerima.
Begitu juga dengan Nai, kalau perasaannya sedang nyaman dia bisa menerima
semua kritikan dengan santai. Pokoknya beda banget ekspresinya, deh.
Bersabar dengan Proses
Chi bukan ibu peri yang punya kesabaran super duper tinggi, kok.
Kadang-kadang terpicu marah juga. Tetapi, menghadapi kejadian begini
memang salah satu kuncinya bersabar.
Ketika Nai sudah mau terbuka, bukan berarti semua akan langsung berjalan
lancar. Tetap akan ada masa up and down. Jadi bersabar aja dengan semua
proses.
Chi bilang ke Nai kalau segala ambisinya jangan sampai berhenti. Orang
tua merasa bersyukur melihat anak yang tekun dan berkemauan tinggi.
Tetapi, jangan sampai kebablasan. Harus belajar mengukur kemampuan. Jangan
sampai terlalu keras sama diri sendiri yang akhirnya malah merugikan.
KAlau bisa sih jangan terlalu tertutup, lah.
Kritikan sebagai langkah terakhir bukan berarti permasalahan selesai.
Tetap secara berkala Chi ajak diskusi. Mulai lebih sering mengajak dia
ngobrol, mengingat ini bukan kejadian pertama Nai 'tumbang' karena
ambisinya.
Sempat ada rasa khawatir kalau Nai bisa depresi bila terlalu berambisi,
sedangkan dirinya tertutup. Duh! Naudzubillah min dzalik.
Pikiran tentang depresi, Chi coba tepi jauh-jauh. Anggap aja itu hanya
kekhawatiran sesaat. Insya Allah gak terjadi bila masih memiliki iman.
Juga memiliki circle yang mendukung dan ada untuknya.
Chi tetap Nai anak yang tangguh. Hanya memang perlu belajar lagi dan
menahan diri untuk tidak terlalu berambisi. Jangan sampai menekan dirinya
terlalu keras hingga batas kemampuan. Karena yang terjadi malah
berantakan. Semoga aja Nai bisa ambil pelajaran dari kejadian yang pernah
dialaminya. Aamiin.
Alhamdulillah Nai udah kembali ceria. Semoga keinginan dia untuk masuk
sekolah negeri, khusus SMAN yang sama dengan Keke, bisa dikabulkan oleh
Allah SWT. Mohon do'anya untuk Nai ya, Teman-teman 😘
Bunda: "Dek! Masih betah gak PJJ?"
Nai: "Hehehe."
Bunda: "Ih! Adek mah ditanya malah ketawa. Mau balik belajar ke sekolah,
gak?"
Nai: "Enggak!"
Nai menjawab sambil ketawa-tawa usil. Chi udah paham maksudnya.
Alhamdulillah, Nai udah kembali ceria lagi.
77 Comments
Anak yang cenderung ambisius biasanya karakternya thingking introvert, karena karakter tujuannya ke Tahta. Anakku termasuk ambisius juga, harus ada pemahaman mengenai hal ini ketika apa yang dia mau gak terwujud.. dia punya Bagan belajar sendiri, punya harapan2 yg dia tulis di agenda. Panjaaang sekali. Selama hal impiannya positif saya dukung
ReplyDeleteSaya baru tau hubungan kecenderungan ambisius dengan thinking introvert. Berarti dugaan saya selama ini gak salah juga. Saya selalu menduga kalau Nai memang introvert. Makanya sempat cukup kaget ketika dia memiliki beberapa ambisi seperti menjadi ketua
DeleteNai juga suka menulis di agenda. Sayangnya saya belum bisa lihat isinya. Dia jaga banget agendanya :D
Di satu sisi bagus juga anak berambisi. Di sisi lain, begitu mentok, mudah stres ya. Alhamdulillah Mbak Chi dan suami mengerti dan tidak pernah memaksa anak mencapai ambisinya ataupun ambisi orang tua. In syaa Allah ke depannya akan lebih mudah bagi Nai.
ReplyDeleteSebetulnya dia termasuk yang santai dan gak mudah stress juga, Mbak. Asalkan jangan sampai terllau berambisi. Kalau ambisinya lagi kuat banget, jadinya begitu deh
Deletesaya baca postingan mbak malah terharu, semoga saya bisa seperti mbak ya nantinya, dekat dengan anak-anak, sehingga anak2 mau terbuka dengan ibunya. apalagi anak saya cuma satu :(
ReplyDeleteIya, Mbak. Rasanya senang kalau anak mau terbuka dengan orang tua
DeleteAku pernah tuh kaya Nai. Berusaha dapat nilai bagus, tapi akhirnya malah turun terus karena terlalu berambisi. Beruntung kalau ortunya kaya Mbak Myra. Jadi tetap ada dukungan, bukan malah diamuk
ReplyDeleteKalau terlalu mem-push diri ternyata efeknya memang kurang bagus, ya
DeleteSyukurlah Nai sudah kembali ceria. Memang agak susah kalau anak-anak tipenya introvert, dan ketiga anakku juga, kalau tidak 'dipancing-pancing', lebih memilih diam, gak cerita. Tapi sebagai ortu memang ada insting ya, kalau anak ada sesuatu 'masalah', kelihatan kok mereka gak seperti biasanya, baik dari raut muka maupun tingkah lakunya.
ReplyDeleteIkatan batin ibu ke anak ya, Mbak. Jadi suka langsung merasa 'ngeh' kalau ada yang berubah
Deletesebagai ortu kita harus ngenali karakter anak ya mbak agar tahu cara menyikapi dengan tepat
ReplyDeleteBetul banget, Mbak
DeleteKeren bun. aku seneng baca sharingnya.
ReplyDeleteaku pernah diposisi Nai, ambisius masuk kampus gajah di Bandung, belajar mati2an, justru aku malah masuk kampus yg tetangganya yang waktu itu belajarnya lebih santai. disaat udah ikhlas mau fokus di kuliah saat ini, iseng2 test masuk lagi tahun ke-2 justru lolos.
semangat untuk naiiii :)
Terima kasih banyak untuk ucapan semangatnya, ya.
DeleteSepertinya memang begitu. Kalau terlalu berambisi malah jadi beban banget. Akhirnya, berantakan dan semakin terpuruk
Nai hebaaattt
ReplyDeleteEmaknya juga hebaaattt!
Salut sama kalian berdua, Mbaaa
Daku masih pontang-panting nih memformulasikan gimana parenting style untuk anak ABG.
Gak mudah sama sekali :D
Semangaaatttt!
Parenting itu tentang pembelajaran seumur hidup kayaknya, Mbak. Saya pun masih terus mencari hehehe
DeleteAlhamdulillah Nai sudah ceria lagi ya, semoga selalu ceria ya dan semangat menjalankan PJJ ya Nai.
ReplyDeletealhamdulillah. Terima kasih banyak, Mbak
Deletesenangnya nai udah ceria lagi ya mbaak, semangat terus buat Nai, dan sukses selalu yaa buat kedepanya hihihi
ReplyDeleteaamiin. Terima kasih banyak, ya
DeleteSaya contoh anak yang sering mencoba mengikuti ambisi orang tua dan sempat kesulitan berkomunikasi. Tapi saya sadar bahwa sebenarnya tujuan itu semua baik untuk saya
ReplyDeleteSemua tujuan orangtua pada dasarnya baik, kok. Hanya penerapannya aja. Kalau terlalu berambisi, ada kemungkinan imbasnya juga gak bagus
DeleteWah jadi belajar banyak nih karakter anak-anak memang macam-macam sih ya... Aku anak lima semuanya beda-beda. Tapi tetap yang utama aku buat dia paham agama dalam tatanan aplikasi termasuk konsep hidup sementara, ada pertanggungan jawab di alam sana... ternyata itu bagus membuat anak2ku jadi dewasa, bertanggung jawab dan aku enggak terlalu capek membentuknya.
ReplyDeleteAgama tentu jadi pondasi utama, Mbak. Alhamdulillah kalau gak terlalu capek membentuknya, ya
Deleteanak memiliki ambisi pribadi memang bagus ya mbak, karena dengan demikian dia melakukan segala sesuatunya memang minat, tapi tetap harus didampingi yaa. Agar kalau tidka terwujud dia tidak menjadi kecewa.
ReplyDeleteApalagi di saat masa remaja begini. Di mana jiwanya dan moodnya juga masih turun naik
DeleteAamiin Nai semoga keinginannya dikabulkan oleh Allah yaa . Anak anak apapun ambisinya kita dukung jika itu baik untuknya
ReplyDeleteAamiin. Iya, Mbak. Sebisa mungkin tetap didukung
DeleteAlhamdulillah. Lega ya kak anak sudah mulai ceria lagi. Banyak pembelajaran nih buat aku yang calon ibu. Mudah mudaham aku bisa. Mengemban amanah dengan baik. Aamiin
ReplyDeleteAamiin allohumma aamiin
DeleteKak Myr...
ReplyDeleteKu sungguh bersyukur ada tulisan ini...
Anak pertamaku tuh...gini banget.
Kalau di sekolah, ada nilainya yang ga sempurna, dia bisa nangis. Bahkan dia pernah tanya ustadzahnya...salah dimana?
Iiih...aku mah gak pernah punya sifat gitu...kalo dibilang turunan maah..
Jadi bener, kak Myr yaa..
Harus introspeksi lagi sebagai orangtua.
Barakallahu fiik, Nai...
In syaa Allah kak Nai sukses dan sukses dan sukses selalu, cantik sholihaa...
Yup! Meskipun rasanya kita gak pernah memaksa. Rupanya anak juga tetap punya karakter sendiri
DeleteBaca tentang anak berambisi gini, jadi ingat si sulung saya. Duh, anaknya ambisius banget pada suatu hal, tapi bisa jadi di sesuatu lain, dianya malah lempeng.
ReplyDeletePersis, Mbak. Naima juga seperti itu hehehe
DeleteHuaaaa...sempat mikir ini apa cuma anak saya (Rani) doang yang gini.
DeleteKu harus banyak belajar sama Mbak Myra nih, hahaha...sebagai yang punya anak dengan tipikal yang sama.
Sama-sama belajar kita ya, Mbak :)
Deleteambisi memang perlu yaaa mba tapi terukur dan didampingi dengan proses yang mendidik, bukan hanya mengejar hasil akhir
ReplyDeleteYup! Harus belajar merasakan dan menghargai kegagalan juga
DeleteWuuah memang harus pinter-pinter untuk mengerti karakter anak nih, biar gak salah untuk mendidik, membimbing dan mengarahkan kepada tujuan yang pingin mereka capai dalam hidupnya.
ReplyDeleteiya. Harus terus belajar
DeleteAnak yg berambisi berarti anak yg selalu mencapai target. Kekurangannya kalau gagal cepat patah semangat. Bersyukur anak sudah mengerti dan kembali ceria ya mbak. Kehadiran kita sangat berarti mbak buat anak2 hebat kita.
ReplyDeleteItu kalau terlalu berambisi dan akhirnya menjadi keras terhadap dirinya sendiri. Jadi harus diajarkan untuk seimbang
Deletemaasyaallah kalo anaknya yang punya keinginan dan ambisi yang kuat terhadap hal yang positif apalagi bisa berprestasi, sebagai orangtua kita hanya bisa mendukungnya ya
ReplyDeleteBetul. Tetapi, juga harus terus diingatkan supaya jangan terlalu ambisius
DeleteNai kayak anak bujangku, si sulung yang susah mengoreknya. Beda sama adiknya yang cewek, lebih terbuka.
ReplyDeleteALhamdulillah Mbak Chi paham dengan karakternya dan memperlakukannya sesuai karakter jadi anaknya bisa lebih nyaman.
Kalau di saya kebalikannya. Malah yang cowok yang lebih terbuka hehehe
DeleteSalut dengan Nai, mengingatkan aku dulu yang pernah ber-ambisi meraih sesuatu, malah akhirnya semua seolah jadi lepas kendali.
ReplyDeleteAmbisi is good, Nai, dan semoga tercapai yang dicita citakan, terutama masuk sekolah negeri yaaa...
jadi ingat kutipan dari buku Laura Ingalls Wilder about ambition;
Ambition is necessary to accomplishment. Without an ambition to gain an end, nothing would be done. Without an ambition to excel others and to surpass one's self there would be no superior merit. To win anything, we must have the ambition to do so.
Setuju, Mbak. Sebetulnya jangan sampai anak gak punya ambisi. Tetapi, diingatkan aja jangan sampai berlebihan
DeleteAku pun termasuk anak yang hidup karena ambisi mamahku dulu, tapi kadang ambisi itu bisa sirnah karena sesuatu hal. Dulu kuliah dan jurusan yang aku ambil adalah maunya mamahku, sampai aku harus ikutan les apapun itu mamahku semuanya. Sampai akhirnya ambisa dia berubah jadi ambisi lain karena nonton drama Korea jaman dulu itu.
ReplyDeleteDari tontonan juga bis aberubah, ya. Dulu ninton drakor apa? :)
DeleteMengenali karakter anak jadi lebih memahami bagaimana caranya untuk menghadapinya dan dukungan apa yang bisa diberikan kepada anak ya mba
ReplyDeleteiya, Mbak
DeleteSenangnya mba, anak masih punya ambisi. Jadi dia semakin semangat menjalani kehidupannya. Sehat sehat ya Kak Nai dan smoga terkabul ya :)
ReplyDeleteinsya Allah. Aamiin
DeleteHahhaa, Nai..Nai..keren ini ambisius. TApi tetep ya ortu mah cuma mendukung dan memberi semangat dengan tujuannya meski kadang khawatir ya Chi, Olive kebalikan dari Nai loh.
ReplyDeleteAnak2 tuh lucu2 karakternyaaa,
Cuma harus sedikit diredam aja, Teh hehehe
DeleteBunda, kayaknya saya juga mirip Nai deh. Ada ambisiusnya, kadang suka drop kalau udah terlalu rajin, tertutup hehe. Saya jadi belajar cara bunda Chi ngetreat Nai yang tangguh dan ambisius ini. Kuncinya di santai. Semoga saya ikutan santai juga ya bun :)
ReplyDeleteIya, boleh banget kok punya ambisi. Malahan bagus juga. Tetapi, jangan sampai terlalu keras sama diri sendiri
DeleteKeren Kak Nai, sudah punya target dan tujuan yang ingin dicapai, berani menjalani prosesnya juga..salut...
ReplyDeleteBersyukur Nai punya amnbisi yang baik seperti itu Mbak jadi semangat untuk menggapainya dan orang tua tinggal mengarahkan tidak harus menyemangatinya lagi karena api ambisinya sudah berkobar dengan sendirinya. Semoga kelak kalau kuliah Nai bisa jadi ketua BEM.
ReplyDeleteAamiin allohumma aamiin. Alhamdulillah kami bersyukur punya anak yang tekun dan berambisi. Tetapi, memang tetap harus diingatkan juga dengan ambisinya kalau udah ketinggian
DeleteAnak yang selow bikin gemes, yang berambisi juga bikin gemes ya. Tp setidaknya ankanya jd paham soal prioritas dan bisa berusaha fokus meraihnya.
ReplyDeleteCuma memang perlu jg diingatkan supaya gak terlalu ambisius yang berdampak pd kesehatan fisik maupun menatl ya mbak, noted TFS
Kalau ambisinya lagi terlalu tinggi memang harus diingatkan :)
DeleteSalut banget sama Nai yang sudah punya target pencapaian tertentu di usia semuda ini. Di sini emang peran ortu ya, Mbak Chi supaya anak bisa menyalurkan ambisinya dengan sehat.
ReplyDeleteiya, Mbak. Berusaha mengontrol. Biar Nai juga belajar dari semua kejadian
DeleteAh inspiratif tulisannya mbak.
ReplyDeleteSbg ortu aq jadi instropeksi diri, kadang suka g sabar lihat anak berproses...
Makasih sharingny y mbak
sama-sama :)
DeleteMakasih sharingnya mbak, memang bercerita pengalaman kita dengan anak itu penting ya...
ReplyDeleteSemangat nai, semoga usahanya ingin masuk sma negeri memberikan hasil terbaik...
aamiin allohumma aamiin
DeleteWahhh aku ngalami drama dengan anak sulung juga dua tahun lalu. KArena si sulung yang juga ambisius ini dari kecil terbuka sama aku, apa-apa selalu curhat. Terutama tiap pulang sekolah, lha kok mendadak begitu mau lulus kuliah dan kerja anaknya berubah jadi pendiam. Ngajakin bertengkar terus, ternyata sedang ada masalah. Alhamdulillah sekarang udah baikan sih, kembali bercanda lagi seperti dulu
ReplyDeleteWajah Nai kecil kelihatan ya jahilnya, ikutan foto dengan wajah nyengir gitu, bikin gemes emang ya
Nai memang aslinya jail. Makanya saya suka kangen kalau dia lagi mendadak pendiam :D
DeleteMemang strateginya beda-beda ya ngadepin anak dengan karakter yang berbeda. Agar anak mau terbuka dan menjadikan orang tua tempat diskusi aneka masalah. Bagus banget tipsnya
ReplyDeleteyup! Tiap anak punya karakter masing-masing
DeleteSelalu belajar banyak dari pengalaman pengasuhan Mbak Myra. Sebenarnya saya termasuk yang gak sabaran sebagai orangtua, tapi karena Najwa juga saya jadi berusaha menahan diri. Termasuk ttg target dan capaian diri, saya membebaskan Najwa untuk menentukannya.Paling cuma mengingatkan kalau dia mulai lupa sama komitmennya.
ReplyDeleteKita saling mengingatkan ya, Mbak :)
DeleteNai hebat ya. Di usianya yg masih belia, dia bs memutuskan ingin melakukan apa dan menyusun program2. Kalo saya dulu kok gak pengen apa2 ya. Apa anak sekarang begitu? Anak saya esok gimana ya...kudu belajar dari chi, nih
ReplyDeleteAnak-anak sekarang memang banyak yang kreatif
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^