Menimbang Homeschooling di Masa Pandemi COVID-19 - Pandemi COVID-19
sudah masuk ke Indonesia sekitar 3 bulan. Dan selama itu pula para
pelajar dan guru, terutama yang berdomisili di DKI Jakarta, mulai
melakukan kegiatan belajar mengajar di rumah. Kita sering menyebutnya
School From Home atau Pembelajaran Jarak Jauh.
Contents
Bagaimana Rasanya School From Home di Masa Pandemi?
Reaksi orang tua beragam. Ada yang tenang hingga heboh. Tentu saja
masing-masing memiliki alasan. Chi sendiri sudah membuat satu
artikel tentang sikap kami selama masa pembelajaran daring di
rumah.
Setiap rumah tangga memiliki kondisi yang berbeda. Tidak bisa kita
langsung menganggap satu pilihan menjadi lebih baik dari pilihan lain.
Sebagai salah satu contoh, di salah WAG pernah terjadi pro-kontra
tentang perlu atau tidaknya anak-anak kembali ke sekolah setelah masa
PSBB selesai. Sempat ada yang mengatakan, menginginkan kembali ke
sekolah di masa new normal adalah orang tua yang tidak peduli dengan
anak.
Sebelum pro-kontra semakin memanas, untung saja ada salah seorang yang
bersikap bijak. Bahwa ini semua tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi.
Bagi kita, ibu rumah tangga yang sudah biasa menemani anak belajar,
tentu tidak ragu lagi memilih tetap sekolah di rumah sampai kondisi
benar-benar aman.
Tetapi, bagaimana dengan orang tua yang kemudian harus mulai masuk
kantor di saat new normal? Ketika masa PSBB, di mana sebagaian besar
dari masyarakat berada di rumah aja mungkin belum jadi masalah. Tetapi,
ketika orang tua sudah harus mulai kerja lagi, tentu bisa timbul
dilema.
Efektif gak anak belajar sendiri di rumah, karena orang tua sudah harus
ngantor? Saat ada orang tua aja bisa jadi ada beberapa drama. Tetapi,
memilih opsi masuk sekolah juga bukan pilihan terbaik di saat pandemi
masih ada.
Belum lagi kalau bahas tentang kebutuhan kuota yang meningkat berkali
lipat serta permasalahan lainnya. Ya memang bisa beragam masalah yang
timbul. Dan setiap rumah bisa memiliki cerita berbeda.
Back to Content ↑
Homeschooling Menjadi Pilihan Saat Pandemi
Semakin banyak yang membuat wacana tentang homeschooling. Tetapi,
apakah menjadi pilihan yang tepat?
Chi mau mundur ke sekian belas tahun silam. Ketika Keke masuk TK juga
belum. Berarti lebih dari 12 tahun yang lalu. Saat itu kami sempat
kepikiran untuk homeschooling.
Kami berencana untuk meng-HS-kan anak-anak saat mereka masuk SD. Saking
seriusnya niatan itu, kami mulai mencari banyak info dan mempelajarinya
sejak beberapa tahun sebelumnya.
Kami memang gak pernah mendadak ketika membahas sekolah. Bahkan di saat
HS sudah tidak ada lagi dalam rencana, kebiasaan ini tetap ada.
Misalnya, saat ini Keke baru aja masuk SMA. Tetapi, bahasan kami sudah
tentang kuliah. Minatnya ke fakultas apa? Mau kuliah di mana? Bahkan Nai
yang masih SMP aja kadang-kadang suka diajak diskusi juga tentang
kuliah.
Apalagi ketika mulai terpikir homeschooling. Sesuatu yang buat kami
masih 'gelap banget' alias gak tau apa-apa. Saat itu masih banyak yang
asing juga dengan homeschooling. Gak banyak yang melakukannya, terutama
di Indonesia. Makanya kami mencarinya sejak beberapa tahun sebelum Keke
masuk SD.
Kami beli beberapa buku tentang homeschooling. Chi udah lupa buku apa
aja yang dibeli. Tapi, dulu lumayan susah beli buku dengan tema ini.
Makanya begitu tau ada buku tentang HS, kami suka beli aja dulu.
Kami juga gabung dengan komunitas. Memang gak banyak. Itupun kami
memilih silent reader karena benar-benar ingin menyimak seperti apa sih
keseruannya yang sudah menjalankan HS. Jangan tanya kami gabung di
komunitas apa aja, ya. Waktu itu group-groupnya ada di Yahoo Group.
Belum kenal sama FB. Chi gak tau apakah group ini masih ada atau enggak.
Dari pengamatan kami, menjalani HS bukanlah sesuatu yang mudah. Tetapi,
bukan berarti pula gak akan berhasil. Menjalankan HS harus benar-benar
konsisten, disiplin, dan mandiri. Bahkan harus kompak dengan pasangan.
Homeschooling tidak sama dengan School From Home yang sedang dijalani para siswa sekolah formal di masa pandemi COVID-19
Itulah kenapa Chi katakan harus konsisten, disiplin, serta mandiri. Contoh sederhananya nih mungkin kadang-kadang (atau bahkan seringkali) kita mengeluh dengan berbagai peraturan sekolah. Padahal beberapa peraturan justru untuk membuat para siswa menjadi displin. Akhirnya ya banyak siswa yang 'terpaksa' untuk disiplin daripada kena hukuman.
Di dalam praktek HS, mungkin saja hukuman tidak ada. Tetapi, kalau kitanya gak bisa disiplin, malah jadinya merugikan diri sendiri.
Dulu, kami sempat mengumpulkan dan mempelajari beberapa materi pelajaran SD. Padahal Keke masuk TK aja belum. Kami memang ingin mengetahui seberapa mampu mengajarkan anak-anak. Apalagi materi pelajaran zaman sekarang 'kan katanya lebih sulit.
Kalau sampai HS, kami memang bertekad untuk tidak lepas tangan.
Meskipun mungkin saja akan membutuhkan bantuan orang lain, tetap saja
kami harus ikut ambil bagian.Ya terlepas ada bantuan pihak luar atau
tidak, salah satu poin utama HS adalah tentang kemandirian.
Sampai sekarang kebiasaan ini masih berlanjut. Meskipun kami akhirnya memilih sekolah formal untuk Keke dan Nai. Tetap saja, kami terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar anak.
Kami waktu itu belum sampai menyusun kurikulum. Barus sebatas mempelajari beberapa kurikulum, khususnya yang ada di Indonesia. Biar bagaimana pun kan tetap harus punya target. Apalagi kalau sampai gak cocok dengan HS, tentunya harus mempertimbangkan apakah tingkat kemampuan anak sudah sesuai atau belum.
Kalau kami perhatikan, mereka yang memutuskan HS itu biasanya satu keluarga ikut terjun dalam kegiatan belajar-mengajar (KBM). Berbeda dengan pilihan sekolah formal. Tidak semua orang tua mau atau ikut turun dalam KBM karena merasa sudah menjadi tanggung jawab guru di sekolah untuk mengajarkan anak-anaknya.
Di HS tidak seperti itu. Dari mulai memutuskan untuk HS, membuat kurikulum, mengajarkan anak, mencari tempat untuk anak-anak bisa ikut ujian, dan lain sebagainya dilakukan sekeluarga. Makanya harus kompak.
Belum lagi kalau menghadapi pertanyaan orang lain atau keluarga besar. Waktu itu aja kami sudah mebayangkan harus siap bila ditanya atau bahkan ditentang oleh keluarga besar bila kami memutuskan HS. Hal-hal kayak gitu juga bisa bikin lelah lahir batin.
Dulu kami juga pernah bikin blog yang nantinya khusus diisi dengan konten catatan perjalanan homeschooling Keke dan Nai. Tetapi, karena memilih sekolah formal, blog tersebut kami 'matikan'.
Kalaupun kami akhirnya memilih sekolah formal memang karena sudah melalui banyak sekali pertimbangan. Itupun last minute banget. Di saat banyak sekolah swasta sudah mulai melakukan penutupan pendaftaran. Termasuk sekolah yang kami pilih untuk Keke dan Nai. Alhamdulillah mereka dapat SD yang bagus dan cocok.
Bukan berarti kami menganggap HS itu jelek, lho. Justru kami respek dengan para praktisi HS yang konsisten. Kami pun sampai sekarang masih suka terinspirasi dengan semangat mereka. Salah satunya ya dengan tetap ikut anak dalam kegiatan KBM anak.
[Silakan baca:
Tips Menjelaskan Pandemi Virus Corona Kepada Remaja]
Back to Content ↑
Kembali ke Sekolah di Masa New Normal
Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Karena semuanya kembali ke kesiapan masing-masing orang tua.
Chi memang sudah lama tidak mengikuti perkembangan homeschooling. Bisa jadi apa yang dijabarkan di atas sudah ada perubahan. Praktisi homeschooling pastinya lebih tau tentang hal ini.
Banyaklah bertanya dan belajar dari para praktisi homeschooling sebelum membuat keputusan
Chi juga merasakan keresahan yang sama. Tetapi, Chi juga gak mau terburu-buru memutuskan homeschooling atau tidak. Apalagi khususnya untuk Nai, tahun ajaran depan Insya Allah naik ke kelas 9.
Seandainya Keke dan Nai masih usia balita, mungkin kami bisa lebih cepat membuat keputusan. Mungkin kami akan memilih menunda sekolah aja. Paling gak selama setahun, deh. Kalau memungkinkan ya sampai vaksin corona ditemukan.
Tetapi, kalau udah pada remaja begini, opsi menunda atau cuti sekolah sepertinya gak mungkin. Mendikbud Nadiem Makarim di akun IG @masmenteri menginformasikan kalau tahun ajaran 2020/2021 tetap dimulai pada tanggal 13 Juli 2020.
Tahun ajaran baru di saat pandemi berarti kegiatan belajar mengajarnya yang resmi dimulai. Sedangkan masuk sekolahnya menjadi wewenang pemda setiap provinsi dan gugus tugas. Bila zona di wilayah tersebut sudah aman berarti sudah bisa kembali ke sekolah. Bila belum, maka KBMnya tetap menggunakan metode pembelajaran jarak jauh.
Untuk kegiatan kembali ke sekolah itu masuk ke PSBB transisi fase 2. Fase pertama aja baru mau dilaksanakan bertahap. Itupun bila grafik corona kembali naik, maka harus kembali ke masa PSBB. Berarti fase kedua belum pasti kapan akan dilaksanakan.
Siap-siap aja deh kembali ke School From Home dulu. Saat ini, Keke dan Nai sedang PAT (Penilaian Akhir Tahun). Karena masih pandemi, ujian akhir ini dilakukan secara online.
Hingga saat ini, homeschooling masih jadi opsi terakhir. Kami lebih memilih untuk terus sounding tentang pentingnya protokol kesehatan ke anak-anak. Agar mereka tidak lalai bila suatu saat harus kembali ke sekolah.
Sounding tentang protokol kesehatan tidak hanya kami lakukan di saat wacana new normal mulai digulirkan. Kami sudah melakukannya sejak masa karantina. Meskipun selama kurang lebih 3 bulan ini anak-anak di rumah aja, tetap aja sounding dan diskusi tentang corona termasuk protokol kesehatan dilakukan.
[Silakan baca: Tips Menjaga Keluarga Dari Virus Corona]
Keke dan Nai juga termasuk anak yang tertib. Kalau suatu saat harus kembali ke sekolah atau keluar rumah, rasanya mereka gak keberatan untuk terus menggunakan masker dan berbagai protokol kesehatan lainnya.
Malah Nai mah sebelum ada pandemi juga sudah terbiasa pakai masker. Apalagi kalau sedang batuk pilek. Gak perlu disuruh-suruh lagi, udah langsung kesadaran sendiri pakai masker. Dan rasanya untuk seumuran mereka udah gak mungkin ada cerita tuker-tukeran masker, ya hehehe. Paling agak khawatirnya kalau ada teman-temannya yang usil. Ya semoga aja pada gak menganggap remeh hal ini.
Tetapi, seperti yang Chi katakan di atas kalau sebentar lagi Nai akan naik ke kelas 9. Kalau udah kelas 9 paling belajarnya hanya efektif di semester ganjil. Selebihnya dia akan fokus untuk menghadapi ujian. Meskipun kabarnya tahun ajaran depan sudah tidak ada UNBK. Tetapi, tetap aja akan ada penggantinya yang Chi sendiri belum tau bentuknya seperti apa.
Kalau kami memilih homeschooling akan lebih banyak sekali adaptasi yang harus kami lakukan. Iya kami, tidak hanya Nai. Tentu kami harus membuat kurikulum. Mencari informasi bila Nai akan ikut ujian persamaan. Pokoknya akan lebih banyak yang kami lakukan.
Belum lagi pelajaran zaman sekarang susah banget. Waktu anak-anak masih SD, Chi masih bisa mengajari mereka dengan mudah meskipun banyak yang bilang pelajaran anak SD sekarang tuh sulit. Bahkan Chi merasa anak-anak gak perlu bimbel. Cukup belajar di sekolah dan ditambah dengan belajar di rumah bersama bunda.
Tetapi, setelah mereka SMP dan SMA, Chi mulai puyeng sama pelajarannya. Apalagi kalau udah pelajaran hitung-hitungan kayak matematika dan fisika. Sampai sekarang Chi memang masih suka bantuin. Tetapi, udah jauh lebih lambat kecepatannya. Setiap kali ada tugas yang mereka gak mengerti, Chi selalu harus belajar lagi seluruh materi yang ditugaskan.
Karena mulai kesulitan, Keke mulai bimbel di kelas 9. Sekaligus persiapan UNBK. Kalau Nai rencananya baru mulai. Tetapi, dia pernah bilang gak mau. Alasannya enakan diajarin sama bunda. Hadeuuhhh ... bukannya Chi gak suka ngajarin anak. Hanya saja mendingan tetap bimbel juga hehehe.
Setidaknya dengah SFH masih bisa tanya ke guru sekolah. Kalau homeschooling kami harus belajar lebih mandiri lagi. Khawatirnya kami malah tidak sanggup dan keteteran. Seharusnya Nai sudah fokus belajar untuk masuk SMA, malah nanti jadi berantakan. Ujung-ujungnya kan yang kasihan dan jadi korban malah Nai.
Dulu, kami hanya menimbang berdua. Tetapi, karena anak-anak sudah remaja, udah bisa diajak diskusi tentang metode belajar yang pas buat mereka.
Cuma tahu doang yang enak digoreng dadakan hahaha! Sedangkan metode belajar ya gak mungkin juga Chi berharap akan langsung berjalan dengan baik. Wajar banget kalau kemudian terjadi kekacauan.
Banyak yang masih pada gagap. Tidak hanya gagap dalam hal internetan karena mendadak harus mengenal zoom, Google Classroom, atau lainnya. Orang tua banyak yang masih gagap karena mendadak harus menjadi guru bagi anak. Begitupun dengan para guru. Pastinya beda banget lah mengajar di kelas dengan online. Makanya, Chi berusaha banyak maklum dulu aja lah dengan semua kegagapan ini. Namanya juga lagi dalam kondisi luar biasa dan di luar rencana.
[Silakan baca:
Ketika Anak Belajar di Rumah Aja dan Semua Ibu Mendadak Menjadi
Guru Gara-Gara Corona]
Para praktisi homeschooling juga ikut terkena imbas dalam kegiatan belajar-mengajarnya. Bedanya adalah mereka sudah terbiasa untuk luwes menghadapi berbagai keadaan.
Tetapi, para praktisi HS ini terlihat lebih tenang meskipun juga harus mengalami berbagai penyesuaian KBM selama pandemi. Itu karena mereka sudah terbiasa luwes dengan kegiatan belajar. Makanya lebih cepat beradaptasi dalam keadaan apapun.
Chi pun ikut terinspirasi dengan hal ini. Berusaha membuat kegiatan belajar jarak jauh ini tetap nyaman bagi anak-anak. Termasuk menyamankan diri sendiri untuk berusaha beradaptasi dengan metode belajar seperti ini meskipun masih banyak kekurangan.
Dan mungkin karena merasa nyaman pula makanya Keke dan Nai malah gak pengen balik ke sekolah. Kata mereka, kembali ke sekolah hanyak untuk ketemu teman-teman dan ekskul. Belajarnya tetap di rumah aja hahaha!
Sekarang anak-anak sedang PAT. Sebentar lagi libur sekolah. Biarin deh anak-anak menikmati masa liburannya di rumah aja. Sesekali aja dilibatkan diskusi tentang kegiatan sekolah berikutnya.
[Silakan baca: Berusaha Melupakan PAT]
Sedangkan bagi kita para orang tua, harus banyak pertimbangan sebelum memutuskan. Mungkin setiap orang tua bisa memiliki keputusan berbeda. Yakin deh alasannya pasti untuk kebaikan anak-anak dan keluarga.
Bagi kami, sebisa mungkin anak harus senang ketika belajar. Memang gak mungkin 100% senang, pasti ada lah kesel-keselnya. Tetapi, mau itu sekolah formal atau homeschooling. Setiap keluarga level stressnya bisa berbeda-beda. Yang berhasil di sekolah formal, belum tentu bisa homeschooling begitupun sebaliknya.
Jadi pastikan jangan terburu-buru mengambil keputusannya, ya. Fokus saja dengan pilihan masing-masing. Jangan membandingkan pilihan orang lain. Insya Allah, apapun itu akan ada pilihan yang terbaik bagi masing-masing. Aamiin Allahumma aamiin.
Btw, salah satu bahan ajar. teman-teman bisa lihat di Twinkl. Banyak sumber yang menarik, deh.
Anak-anak menikmati liburan sekolah dulu aja setelah selesai PAT. Tetapi,
tetap di rumah aja. Gak liburan kemana-mana.
Back to Content ↑
61 comments
Aku ikutan webinar tentang RumahInspirasi beberapa waktu lalu.
ReplyDeleteBlow my mind banget sih Mba, karena memang HS tidak sesimpel itu yhaaaa
Baca artikel mba Chi ini juga makin bikin keder dgn HS yg "asli" :D
Walhasil, anakku sekarang sekolah di HS Kak Seto aja dah heheheheheh
Kalau HS Kak Seto semacam semi HS, ya. Saya pernah ke sana waktu anak-anak kecil. Tetapi, memang semua udah disiapkan seperti kita kalau sekolah
Deleteaku merasa sekali bedanya perkembangan belajar Darell anakku saat belajar dari rumah, rasanya lebih baik dan bagus hasilnya ketimbang belajar di sekolah. jadi sempat ada pertimbangan untuk melakukan home schooling deh, hanya suamiku gak setuju
ReplyDeleteNah itu, Mbak. Harus ada kesepakatan bersama, minimal sama pasangan
DeleteBener teh segala sesuatu ada plus minusnya begitu juga tentang home schooling ini. Sebenernta secara konsep aku lebih suka home schooling jadi anak bisa belajar sesuai keunikan mereka, kebutuhan mereka dan minat ama bakat mereka. Wong anaknya ga sebanyak di sekolah jadi bisa lebih fokus ke anaknya. Cuma masalahnya aku blum siap dengan konsekuensi home schooling ini teh ortu jadi penanggungjawab penuh pada pendidikan anaknya, ga dibantu ama pihak sekolah hahaha. Blum sanggup aku, tkut kehilangan me time dan aktualisasi diri aku wkwkwk 😂. Tapi anak aku yang kecil memang stimaulasi ama aku di rumah. Rencananya langsung masuk SD aja atau nti sekolahnya TKB aja
ReplyDeleteSaya pun sempat berpikir begitu hehehe. Ya memang harus banyak pertimbangan, deh. soalnya bisa mempengaruhi masa depan juga
DeleteAnak sekolah di mana - mana belum berangkat, ya?
ReplyDeleteHai Mbak Chi, awal rencana sekolah dibuka juga aku berusaha untuk paham. Soalnya ibuku mengeluh selama adekku school from home yang ngabisin kuota internet dan sebagainya. Tapi ya gimana keadaan juga belum memungkinkan untuk kembali ke sekolah karena pandemi.
ReplyDeleteiya, Mbak. Setiap keputusan pasti ada plus minusnya. Apalagi saat pandemi begini kayaknya bukan keputusan yang mudah
DeleteBetul, masalah setiap rumah tangga itu beda-beda, jadi ya tidak bisa menghakimi pilihan masing-masing.
ReplyDeleteBagi saya sendiri, homeschooling itu beraaaat sekali, meski sampai sekarang saya tetap menjalankannya untuk anak-anak. Butuh suntikan semangat setiap saat supaya tetap berjalan untuk bisa meraih target yang telah kami tetapkan bersama
Tetap semangat ya, Mbak. Insya Allah akan dilancarkan dan sukses
DeleteRasanya sungguh complicated, padahal anakku baru tk doang tapi berasa banget waktu kemarin itu kegiatannya lebih banyak DIY dan sudah mulai belajar persiapan SD jadi emang ibunya harus ekstra sabar. Hahahahaaa
ReplyDeleteAyo mulai stok sabar dari sekarang hihihi
DeleteHehe.. Semangat Mbak, ternyata jadi guru di rumah sulit ya
DeleteLumayan drama bagi beberapa orang tua :)
DeleteAnakku yg SMA sudah selesai PAT nya, terima raport nanti tgl 20 secara online. Tapi tgl 16 harus ke sekolah mengembalikan buku perpus dan buku2 paket. Duh deg-degan juga nih jadinya kalau anak2 harus ke sekolah, apalagi sudah lama gak ketemu teman-temannya, pasti kangen. Takutnya malah berlama-lama di sekolah hiks.
ReplyDeleteIya, Mbak. Harus benar-benar dikasih tau dan diingatkan
Deleteeven aku blm punya istri apalagi anak. mungkin kalo aku ada diposisi seperti org tua skrg mungkin akan mempertimbangkan HS sih sementara ini.
ReplyDeleteIya, saat ini banyak yang mempertimbangkan HS
DeleteDenger kata Home Schooling dari jaman sekolah dulu, ada beberapa temen ku yang akhirnya justru ngambil Home Schooling, alesannya karena jadwal diluar sekolah formal yang padat merayap hehe. Tapi apapun itu HS atau sekolah formal, semuanya sama2 bikin cerdas anak bangsa hehe ;)
ReplyDeleteIya, sebetulnya semua pilihan bagus. Tinggal bagaimana menjalaninya
DeleteTentang HS ini lagi hits banget jadi bahan pembicaraan juga diskusi para orangtua khususnya para ibu yah Mbak. Ngga bisa dibilang juga HS baik/buruk krn beda keluarga beda kebutuhan beda kesanggupan.
ReplyDeleteBetul, semua kembali ke kondisi masing-masing
DeleteAKu juga sempat kepikiran nih untuk home schooling tapi belum banyak tanya jadi ilmunya masih kurang. Harus siap ya dengan konsekuensinya apapun pilihannya.
ReplyDeleteOrang tua yang anaknya home schooling walaupun ada perbedaan bener banget mereka lebih luwes tinggal menyesuaikan aja ya
Nah, itu. Apapun pilihannya harus siap juga dengan segala konsekuensi
DeleteKutak sanggup anak2 homeschooling chi... hahahha, ada kerabatku yg homeschooling...dan aku takjub sm disiplin yg mrk jalani. Ya ibu, ayah ya anak2nya. Aku tetap sekolah formal ajalah :D
ReplyDeleteSaya pun begitu. Kalau udha pada gede begini, saya memilih mereka sekolah formal aja :D
DeleteAku tetap membayangkan kalo sekolah mulai masuk dengan aturan baru. Iya sih anak kita mungkin tetap pakai masker, aturan sekolah pasti mewajibkan ini. Tapi masa iya mereka bisa patuh physicall distancing? Biasanya anak-anak tuh suka bercanda sampai tangan megang pundak atau pura-pura mukul gitu, mba.
ReplyDeleteAku yang anak udah kuliah aja ragu melepas ke kampus misalkan udah mulai kuliah tatap muka
Ya makanya semua pilihan memang ada plus minusnya, Mbak. Homeschooling juga belum tentu jadi solusi terbaik. Kembali ke kemampuan masing-masing mau pilih yang mana
DeleteSama nih Mba, aku jugaa mulai nyusun rencana untuk HS, tapi sementara ini sih masih njajal sistem home education yg simpel, jd kubagi proyek besar untuk 2 anak. ..Target yg satu bisa baca tulis, yg satu lagi kukasih peer2 bacaan
ReplyDeleteBisa begitu juga, Mbak. Ya memang enaknya dimulai dari hal simple
DeleteHome schooling and school from home is in this two different things. For us it will be a bit complicated to have a full homeschooling because we work and I believe my kids are so accustomed to have an enabling environment to help them study properly
ReplyDeleteSama, Mbak. Meskipun saya di rumah aja sehari-harinya, juga tetap merasa kalau full HS rasanya belum sanggup di saat anak-anak udah remaja begini. Kalau dulu mungkin iya
DeleteAku sempat kepikiran, kalo per Juli nanti anak2 harus belajar di sekolah seperti biasa, Maira mau HS aja. Tapi setelah diskusi panjang sama ayahnya, jadi mikir juga, siap gak kami orangtuanya kalo full HS. Apalagi anaknya gak mau jg di rumah terus. Semoga keadaan kembali baik2 aja ya. Huhu sedih banget kalo bahas2 begini nih
ReplyDeleteIya sedih banget. Apalago sekarang Nai naik ke kelas 9
DeleteHomeschooling ternyata ada kurikulumnya ya kan Mbak? Saya malah dulu mengira kalau orang tua bisa mengajarkan hal apa saja kepada anak saat ikut homeschooling.
ReplyDeleteAda, Mbak. Kan bikin target juga.
DeleteSaya pribadi merasa belum sanggup, kak..
ReplyDeleteBukan karena mata pelajarannya, tapi mengatur waktunya masih belum sip.
Kalau ada bantuan dari Ustadzah di sekolah dan semangat dari teman-temannya, anak-anak jadi bangkit kembali.
Rasa itu siih..yang belum bisa aku tumbuhkan ketika HS.
Yup! Time management juga salah satu yang harus dipertimbangkan.
DeleteSelama masa School From Home ini, daku sudah memastikan kalau enggak bisa ngajarin anak-anak dengan baik (padahal cuma satu juga yang benar-benar didampingi belajarnya, hehehe).
ReplyDeleteSuram hidup kalau tanpa guru yang telaten mengajari anak-anak.
Buat kami, walau aku nggak banyak aktivitas di luar rumah, HS bukan pilihan. Bukan orangtua yang telaten cari metoda belajar yang tepat buat anak.
Toss, Mbak. Nanti kita jadi gak bisa nongkrong lagi di medsos. Eh gimana? hahaha
DeleteIni kepikiran juga sama aku MakChi. Aku kepengen anak-anakku HS Aja. Tapi saat dikasih gambaran gimana aku nsnti kudu telaten, rajin, dan sabar. Aku jadi menciut. Butuh banyak hal deh mau HS ini. Dan aku sepertinya nyerah. :(
ReplyDeleteKalau saya perhatikan beberapa praktisi HS yang sukses memang biasanya lebih telaten, rajin, dan sabar. :D
DeletePasti banyak yang masih berat Mak kalo anaknya masuk sekolah di kala pandmei belum benar-benar pergi swperti sekarang ini. Di salah satu WAG saya juga para emak yang anaknya sudah pada sekolah ya pada galau.
ReplyDeleteTapi, beberapa waktu lalu mendikbud sudah buat keputusan. Sepertinya lumayan meringankan pikiran para emak :D
DeleteBener mb, setiap keluarga punya problem sendiri-sendiri. Ibaratnya, meskipum badainya sama, tapi kapalnya beda. Sehingga penanganan untuk bisa bertahan juga sudah pasti beda. Mau sekolah formal atau HS asal semua dilakukan sepenuh hati, pasti hasilnya maksimal. Selalu ada jalan bagi yang sungguh-sungguh mencari. Semoga pandemi segera usai..aamiin..
ReplyDeleteAamiin.
DeleteJadi siapkan yang terbaik berdasarkan pilihan masing-masing
serba repot mbak memang mbak.
ReplyDeletebagaaimanapun pendidikan anak anak juga harus dipikirkan
dan HS ini adalah salah satu solusinya
dan kalau masalah sosialisasi. ini kembali ke anak dan keluarganya
tidak harus di sekolah formal mereka masih bisa melakukannya dengan baik asal tebiasa
Betul, Mas. Solusinya memang kembali ke kondisi masing-masing. Tentang sosialisasi pun mau sekolah formal atau HS bisa sama baiknya
DeleteWah ternyata nggak semudah yang dibayangkan yaah kak HS itu, ada banyak yang harus dipersiapkan dan dipikirkan tentunya. Aku aja semenjak pandemi ngajarin keponakan pusing hahah
ReplyDeleteKAlau HS harus lebih banyak stok sabarnya kelihatannya hahaha
DeleteSalut banget dengan orang tua yang mampu mengelola home schooling dengan baik dan benar sesuai kurikulum. Kayaknya kalau saya sudah nyerah duluan, selain ilmu nggak cukup, stok sabar juga nggak cukup. 😅
ReplyDeleteyup! Semua ada plus minusnya.
DeleteAku sama suami sempat diskusi juga soal ini. Soalnya dengan karakter anak kedua yang memang berbeda dari kakaknya, kepikiran buat homescholing. Cuma belum tanya-tanya juga. Semoga nanti deh diskusi lagi sama suami.
ReplyDeletePenting banget bisa kompak dengan pasakan kalau memutuskan HS
DeleteHomeschooling sangat penting dilakukan ketika pandemi
ReplyDeleteBelum tentu juga. Sekolah formal pun bisa sama pentingnya. Sekarang tinggal bagaimana kondisi dna kesiapan masing-masing aja
DeleteIya bener, Mba. Kelemahan saya kalau HS itu tidak bs disiplin. Karena kadang terabaikan kalau saya sendiri pas lagi ada kerjaan. Sama satu lagi persis kayak Mba Myra, agak keteteran kalau soal MAT. Kutaksanggup. Hiks skrg cuma bs berdoa semoga wabah cepat berlalu.
ReplyDeleteApalagi semakin tinggi tingkatannya, pelajarannya semakin susah, termasuk math. :D
DeleteDulu aku pernah mau HS in anak mba. Tp setelah dipikir2 amat sangat dalam , sepertinya tidak jadi dilanjutin :D. Tau diri banget aku dan suami ga bakal mungkin bisa konsisten begitu. Apalagi sampe menyiapkan kurikulum dan lainnya.
ReplyDeleteSudahlah, serahkan ke ahlinya kalo keputusan ku :D.
Anaknya bos ku 2-2 nya HS. Dan salut mereka bisa sukses banget skr sebagai pengusaha bakery. Pgn sih tanya lebih detil ke si bos, tapi kok yaa tetep ngerasa itu bukan cara yg bisa aku lakuin di rumah. Walopun skr mau balikin anak ke sekolah kok ya berat juga :(. Lagi kepikiran apa aku bayar guru tetep aja utk DTG ngajarin anak2 :D. Msh mnding begitu sih kalo aku...
Iya, Mbak. Memang harus dipikirkan panjang untuk memutuskan homeschooling hehehe
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^