Bromo yang Menakjubkan - Alarm dari hp berbunyi pukul 2 pagi. Huaaaa
masih ngantuuuukkk. Chi memilih gak langsung bangun. Ngantuk berat dan
rasanya nikmat banget tidur dengan selimut tebal.
Pukul 02.30, ada yang ngetuk pintu kamar yang ternyata mas Yanto, minta kami untuk bersiap-siap. Kami pun langsung bersiap. Gak susah ngebangunin Keke, termasuk memintanya untuk memakai beberapa lapis baju. Keke cuma gak mau pakai celana panjang lebih dari situ. Selebihnya dia semangat sekali. Justru Nai yang kembali ngelanjutin nangisnya ketika dibangunin.
Karena nangisnya gak berhenti juga walaupun udah dibujukin, Chi lalu nawarin Nai untuk gak usah ikut alias di kamar aja. Tentu aja ditemenin sama Chi. Yang pergi biar K'Aie dan Keke. Tapi Nai menolak, dia tetep minta ikut. Ya, udah dibolehin syaratnya brenti nangis dan Nai bilang iya.
Pukul 3 pagi kami pun berangkat. Kirain masih sepi ternyata udah banyak jeep yang jalan. Yang Chi inget, kami sempet melewati area yang sangat luas. Chi gak tau daerah mana, karena masih gelap mata juga kriyep-kriyep karena ngantuk. Yang terlihat cuma langit yang terang karena bulan dan jutaan bintang, juga banyaknya lampu jeep yang berjalan konvoi.
Menunggu Sunrise di Bromo
Pukul 02.30, ada yang ngetuk pintu kamar yang ternyata mas Yanto, minta kami untuk bersiap-siap. Kami pun langsung bersiap. Gak susah ngebangunin Keke, termasuk memintanya untuk memakai beberapa lapis baju. Keke cuma gak mau pakai celana panjang lebih dari situ. Selebihnya dia semangat sekali. Justru Nai yang kembali ngelanjutin nangisnya ketika dibangunin.
Karena nangisnya gak berhenti juga walaupun udah dibujukin, Chi lalu nawarin Nai untuk gak usah ikut alias di kamar aja. Tentu aja ditemenin sama Chi. Yang pergi biar K'Aie dan Keke. Tapi Nai menolak, dia tetep minta ikut. Ya, udah dibolehin syaratnya brenti nangis dan Nai bilang iya.
Pukul 3 pagi kami pun berangkat. Kirain masih sepi ternyata udah banyak jeep yang jalan. Yang Chi inget, kami sempet melewati area yang sangat luas. Chi gak tau daerah mana, karena masih gelap mata juga kriyep-kriyep karena ngantuk. Yang terlihat cuma langit yang terang karena bulan dan jutaan bintang, juga banyaknya lampu jeep yang berjalan konvoi.
Menunggu Sunrise di Bromo
Setelah cukup lama berjalan, jeep kami pun seperti menanjak daerah
pegunungan. Namanya gunung Pananjakan. Berputar-putar, dan sampai tempat
dimana sudah banyak sekali jeep yang parkir. Wah pada berangkat jam berapa
jeep-jeep itu?
Sementara jeep-jeep lain mulai parkir, mas yanto terus aja menjalankan jeepnya. Chi sempet bingung kenapa gak parkir? Sempet berpikir, mungkin mas Yanto mau menurunkan kami di tempat terdekat, kemudian dia mencari parkir. Gak taunya kami masih mendapat 1 tempat parkir tersisa di area depan. Beruntung! Jadi kami tinggal melakukan sedikit penanjakan. Gak sampe 10 menit jalan kakinya :)
Keluar dari jeep, Nai kembali menangis. Alasannya dingin. Padahal dia udah pakae baju dan celana berlapis-lapis. Dibujukin malah tambah kenceng nangisnya. Chi sempet kesel, apalagi dia udah ditawarin jangan ikut. Akhirnya daripada terus kesel, sesekali Chi jalan-jalan sama Keke. Ketika mendekati pagar pembatas, Chi melihat sesuatu yang menakjubkan. Masya Allah, akhirnya Chi melihat juga...
Ingin rasanya berlama-lama memandangi pemandangan tersebut, tapi semakin mendekati pagar pembatas angin semakin kencang.Chi aja kadang goyang kalau berdiri. Mungkin itu juga yang bikin hasil foto kurang bagus. Udah kameranya biasa aja, motretnya goyang terus karena angin. Angin juga yang menyebabkan udara terasa semakin menggigit dinginnya. Coba aja kalau kita pegang balok es dalam waktu tertentu, kulit akan terasa kebal kan?
Nah, itu yang Chi dan Keke rasain. Jadinya gak bisa berlama-lama. Denger-denger, sih, Juli-Agustus itu masa terdingin di Bromo. Kami ke sana akhir Juni, berarti kalau memang seperti itu, udah mulai masuk udara terdingin, ya.
Namanya juga baru pertama kali, dan gak nanya-nanya pula. Tadinya Chi pikir matahari akan muncul dari balik pegungan tersebut. Ternyata dari arah sebelahnya. Begitu sadar, udah terlambat untuk mendekati pagar pembatas. Udah susah diterobos. Tapi lumayan lah masih bisa melihat dari kejauhan. :)
Setelah matahari terbit, K'Aie ngajakin segera turun. Mumpung masih banyak yang betah lihat matahari, jadi keluarnya gak macet, katanya. Melihat parkiran jeep yang sangat mengular panjangnya, Chi bersyukur mendapat parkiran paling depan. Tinggal naik tangga yang jaraknya deket banget. Kalau parkir jauh, pilihannya adalah jalan (bisa sampe 1-2 kilometeran, lho) atau naik kuda (Chi gak tau harga sewanya)
Kami pun menuju lautan pasir. Sempet berhenti sebentar buat foto-foto. Sampai lautan pasir, masih sepi.
Padang Savana atau biasanya dikenal dengan sebutan bukit teletubbies karena bentuknya mirip seperti perbukitan hijau di teletubbies. Gak tau teletubbies? Ih, kasian deh! Kemana ajaaaahhh :p
Bagus pemandangannya. Banyak yang berfoto-foto di sana. Selain ilalang, di sana banyak sekali tanaman adas yang tumbuh liar. Tanaman adas ini banyak sekali manfaatnya, dari mulai masuk angin, merangsang ASI, dan lainnya.
Hanya saja kalau dilihat lebih dekat, ada saja ulah dari orang yang bertanggung jawab. Beberapa area ada yang terbakar ilalangnya. Menurut mas Yanto, bisa jadi karena orang yang buang puntung atau iseng ngebakar. Ada juga jejak ban jeep yang merusak hijaunya bukit. Menurut mas Yanto, sebetulnya gak boleh ada jeep yang mendaki savana. Yang melakukan itu pasti diam-diam karena kalau sampe ketahuan petugas bisa ditangkap.
Kami sendiri lebih memilih memandang savana dari dalam jeep. Gak tertarik untuk foto-foto. K'Aie malah meminta melanjutkan perjalanan ke Semeru.
Mas Yanto : "Ke Semeru, mas? Waduh!"
Maaf, kalau harus berlanjut lagi postingannya. Ini aja udah kepanjangan :D
Cerita sebelumnya tentang perjalanan ini :
Sementara jeep-jeep lain mulai parkir, mas yanto terus aja menjalankan jeepnya. Chi sempet bingung kenapa gak parkir? Sempet berpikir, mungkin mas Yanto mau menurunkan kami di tempat terdekat, kemudian dia mencari parkir. Gak taunya kami masih mendapat 1 tempat parkir tersisa di area depan. Beruntung! Jadi kami tinggal melakukan sedikit penanjakan. Gak sampe 10 menit jalan kakinya :)
Waktu kami datang, tempat duduk udah penuh. Beugh, pada jalan jam berapa
ya mereka?
Keluar dari jeep, Nai kembali menangis. Alasannya dingin. Padahal dia udah pakae baju dan celana berlapis-lapis. Dibujukin malah tambah kenceng nangisnya. Chi sempet kesel, apalagi dia udah ditawarin jangan ikut. Akhirnya daripada terus kesel, sesekali Chi jalan-jalan sama Keke. Ketika mendekati pagar pembatas, Chi melihat sesuatu yang menakjubkan. Masya Allah, akhirnya Chi melihat juga...
Berasa kayak negeri di atas awan. Yang paling depan adalah gunung batok.
Kedua dari depan (samping kiri) adalah gunung Bromo. Yang agak memanjang
adalah gunung Widodaren. Dan yang paling tinggi (di belakang) adalah
gunung Semeru
Ingin rasanya berlama-lama memandangi pemandangan tersebut, tapi semakin mendekati pagar pembatas angin semakin kencang.Chi aja kadang goyang kalau berdiri. Mungkin itu juga yang bikin hasil foto kurang bagus. Udah kameranya biasa aja, motretnya goyang terus karena angin. Angin juga yang menyebabkan udara terasa semakin menggigit dinginnya. Coba aja kalau kita pegang balok es dalam waktu tertentu, kulit akan terasa kebal kan?
Nah, itu yang Chi dan Keke rasain. Jadinya gak bisa berlama-lama. Denger-denger, sih, Juli-Agustus itu masa terdingin di Bromo. Kami ke sana akhir Juni, berarti kalau memang seperti itu, udah mulai masuk udara terdingin, ya.
Namanya juga baru pertama kali, dan gak nanya-nanya pula. Tadinya Chi pikir matahari akan muncul dari balik pegungan tersebut. Ternyata dari arah sebelahnya. Begitu sadar, udah terlambat untuk mendekati pagar pembatas. Udah susah diterobos. Tapi lumayan lah masih bisa melihat dari kejauhan. :)
Cuma bisa melihat dari jarak yang agak jauh. Tapi itu aja udah seneng
banget.
Siap-siap turun
Lautan Pasir dan Kawah Gunung Bromo
Setelah matahari terbit, K'Aie ngajakin segera turun. Mumpung masih banyak yang betah lihat matahari, jadi keluarnya gak macet, katanya. Melihat parkiran jeep yang sangat mengular panjangnya, Chi bersyukur mendapat parkiran paling depan. Tinggal naik tangga yang jaraknya deket banget. Kalau parkir jauh, pilihannya adalah jalan (bisa sampe 1-2 kilometeran, lho) atau naik kuda (Chi gak tau harga sewanya)
Kami pun menuju lautan pasir. Sempet berhenti sebentar buat foto-foto. Sampai lautan pasir, masih sepi.
Berhenti sebentar untuk foto-foto
Chi kebagian motoin, jadi gak ada :D
Giliran minta tolong mas Yanto, Kekenya gak mau difoto :D
Jalan-jalan mengelilingi pura ditemani aroma kotoran kuda yang bertebaran
dimana-mana
Nai mulai ceria lagi
Nai seneng banget nendang-nendangin pasir. Hasilnya sepatunya penuh pasir
:D
Padang Savana alias Bukit Teletubbies
Padang Savana atau biasanya dikenal dengan sebutan bukit teletubbies karena bentuknya mirip seperti perbukitan hijau di teletubbies. Gak tau teletubbies? Ih, kasian deh! Kemana ajaaaahhh :p
Bagus pemandangannya. Banyak yang berfoto-foto di sana. Selain ilalang, di sana banyak sekali tanaman adas yang tumbuh liar. Tanaman adas ini banyak sekali manfaatnya, dari mulai masuk angin, merangsang ASI, dan lainnya.
Hanya saja kalau dilihat lebih dekat, ada saja ulah dari orang yang bertanggung jawab. Beberapa area ada yang terbakar ilalangnya. Menurut mas Yanto, bisa jadi karena orang yang buang puntung atau iseng ngebakar. Ada juga jejak ban jeep yang merusak hijaunya bukit. Menurut mas Yanto, sebetulnya gak boleh ada jeep yang mendaki savana. Yang melakukan itu pasti diam-diam karena kalau sampe ketahuan petugas bisa ditangkap.
Kami sendiri lebih memilih memandang savana dari dalam jeep. Gak tertarik untuk foto-foto. K'Aie malah meminta melanjutkan perjalanan ke Semeru.
Mas Yanto : "Ke Semeru, mas? Waduh!"
Maaf, kalau harus berlanjut lagi postingannya. Ini aja udah kepanjangan :D
Cerita sebelumnya tentang perjalanan ini :
20 comments
Pingin banget ke Bromo kok belum kesampaian ya, penasaran dengan matahari terbitnya....keluarga Chie aja sdh sampai disana hihihi...
ReplyDeleteiya, yg org jatim kok malah blm ke Bromo :)
Deletebromo memang gunung yang indah dan menakjubkan...
ReplyDeletesepertinya enak kalau ada planning kopdar di bromo mbak :D
mulai di planning dr skrg :)
DeleteAku juga kepengen ke bromo udah dari lama..cuma blom sempet.. pemandangan sunrisenya katanya dahsyat banget ya ...smoga someday akan menjejakan kaki di kawasan bromo..amiin :))
ReplyDeleteaamiin
Deletebeneran dahsyat bgt :)
perasaan yang sama waktu pertama kali ke Bromo pas lulus SMA. sepanjang jalan kaki dari mobil ke tempat liat sunrise, aku jalannya menengadah, liat bintang2 di langit yang jumlahnya ribuan. begitu matahari nongol dan jalan turun ke lautan pasir, pas di satu titik tebing ketemu pemandangan khas Bromo yang biasa lihat di TV, kartu pos, atau majalah2. langsung takjub!! Indah banget dan bikin terpana. pingin ke sana lagi! :D
ReplyDeletebener, Mak. Takjub bgt. Sy juga jd pengen ke sana lg :)
Deletebromo memang menakjubkan. saya dua kali kesana, liat sunrise dua kali, juga nggak bosen-bosennya :)
ReplyDeletepengen balik ke sana terus, ya :)
Deleteooh bisa ya myr anak-anak dibawa kesana, berarti harus nunggu Alvin lebih besar nih
ReplyDeletebisa, Lid. Asal tahan dingin aja :)
Delete"Ngeliat dengan mata kepala sendiri" nya bikin iri :p
ReplyDeleteyuk, liat langsung kesana :)
DeleteSeru mbak ^^. Liburan bersahabat dengan alam :)
ReplyDeleteyup seru! :)
Deletepanas-panas gini liat bromo jadi adem..
ReplyDeleteapa kabar bunga edelweis *eh salah ketik gak ya*
kabarnya baik2 ajah hehe
Deletepemandangannya bagus sekali, belum kesampaian kesana, padahal pingin sekali liburan keliling indonesia, wisata indonesia padahal lebih cantik dan alami drpd di eropa
ReplyDeletesalah satu impian terbesra sy memang pengennya bs keliling Indonesia. Semoga kesampean :) Aamiin
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^