Tips Memilih Bimbel Masuk PTN - Di akun Facebook dan Instagram Chi bersliweran iklan berbagai bimbel. Semuanya menawarkan keberhasilan berhasil masuk PTN. Mungkin karena Keke baru aja lulus SMA. Chi juga membuat 2 status tentang Keke yang keterima di PTN.

Tips Memilih Bimbel Masuk PTN

Tapi, sebetulnya perlu gak sih memasukkan anak ke bimbel supaya bisa lolos seleksi PTN? Artikel kali ini akan mengulas tentang tips memilih bimbel masuk PTN berdasarkan pengalaman pribadi.
 


Perlu atau Enggak Ikut Bimbel?


diterima di ptn top


Nah, sebelum memilih bimbel, ada baiknya menjawab dulu pertanyaan di atas. Memang perlu ikutan bimbel?

Kalau Chi pribadi sebetulnya gak pengen anak-anak sampai ikut bimbel. Cukup lah dengan belajar di sekolah dan di rumah. Chi gak mau aja gitu hidup mereka hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar.

Setuju, kok, kalau masih muda memang harus bekerja keras. Jangan jadi anak muda yang mageran. Tetapi, kan, mereka juga butuh bersenang-senang. Otak mereka juga butuh istirahat dari yang namanya belajar.

Tentunya mereka gak perlu bimbel kalau kegiatan belajar di sekolah udah cukup. Belajar di rumah pun secukupnya aja. Sekadar mengulang dan gak sampai berjam-jam belajarnya.

Kami sudah membuktikannya ketika Keke dan Nai di Sekolah Dasar. Suasana belajarnya sangat menyenangkan. Sehingga anak-anak mudah menangkap pelajaran. Jumlah murid di kelas juga mempengaruhi. Mereka bersekolah di swasta. Jumlah murid per kelasnya gak banyak. 

Bisa dibilang kayak gak ada drama ketika mereka SD. Padahal katanya pelajaran SD zaman sekarang udah sulit. Tapi, Keke dan Nai mampu mengikuti dengan baik. Nilai semua mata pelajaran selalu bagus. Mereka pun lulus dengan NEM yang tinggi sehingga bisa diterima di salah satu SMPN favorit di Jakarta *Dulu seleksi PPDB DKI masih pakai NEM.

Berasa sekali perubahannya ketika mulai masuk sekolah negeri. Jumlah murid per kelas yang bisa 2x lipat dibandingkan SD. Kegiatan belajar yang lebih seadanya. Membuat mereka harus banyak beradaptasi. Keke malah kayak melakukan pemberontakan kecil di awal kelas X. 

Awal masuk SMP, Chi sempat shock melihat nilai akademis Keke melorot. Mulai kepikiran untuk mendaftarkan ke bimbingan belajar. Tapi, jadi galau bangeeeet.

Chi masih pengen anak-anak seperti ketika SD. Belajar di sekolah seharusnya udah cukup. Gak tega kalau harus bimbel lagi sepulang sekolah. Tapi, lihat nilai-nilai Keke yang melorot juga sedih. Meskipun anaknya kelihatan santai hihihi.
 
Keke suka cerita kalau beberapa temannya ada yang ikut bimbel dan pulangnya sampaiu malam. Bahkan ada yang baru tidur lewat tengah malam karena dilanjut lagi belajar dan ngerjain PR. Padahal pagi-pagi udah harus bangun. 
 
Memang sih hasilnya sepadan dengan nilai yang didapat. Tetapi, tetap aja Chi gak tega kalau Keke dan Nai harus seperti itu rutinitasnya. Makanya saat beberapa anak bekerjakeras belajar hingga lewat tengah malam, Keke dan Nai malah paling telat pukul 9 malam udah tidur hihihi.

Setelah berkali-kali diskusi dengan K'Aie. Ajak Keke ngobrol. Akhirnya kami membuat keputusan. Gak perlu lah memaksa anak menjadi bintang kelas. Asalkan anaknya kelihatan tekun belajar, udah cukup banget. Paling kami minta ke mereka supaya nilainya paling enggak minimal KKM aja. Tentunya supaya bisa naik kelas.

Ketika Keke naik ke kelas 9, baru didaftarin ke bimbingan belajar. Tujuannya supaya bisa dapat NEM yang bagus. Karena seleksi PPDB DKI saat itu masih pakai NEM. 
 
Sebetulnya kami gak mewajibkan anak harus masuk sekolah favorit. Tapi, sekolah negeri yang paling dekat ma rumah memang termasuk favorit. Jadi pasti persaingan NEMnya akan sangat ketat. Alhamdulillah Keke berhasil dapat NEM yang tinggi. Berhasil masuk salah satu SMAN favorit di Jakarta.

Nai juga mulai ikutan bimbel di kelas 9. Tapi, targetnya bukan untuk mengejar NEM. Karena saat Nai kelas 9, Ujian Nasional udah dihapus. PPDB DKI juga berubah jadi hanya seleksi usia. Hiks!


Cara Memilih Bimbel yang Tepat

 
tips lolos seleksi ptn

Tolok ukur memilih bimbel yang tepat bisa berbeda-beda. Tentu yang Chi bagikan ini berdasarkan pengalaman pribadi. Buat Chi tepat, belum tentu bagi yang lain. Tapi, silakan bila ingin dijadikan sebagai salah satu pertimbangan.

 

Lokasi Bimbingan Belajar

Sama seperti sekolah, lokasi menjadi faktor penting. Bahkan sejak dulu ketika memilih sekolah, kami bukan mencari unggulan atau enggak. Tapi, lihat lokasinya dulu. 
 
Beberapa sekolah yang dekat rumah pasti masuk pertimbangan semua. Begitu pun dengan bimbel. Ternyata lumayan komplit juga bimbel di dekat rumah kami. Tetapi, tetap aja gak menjadikannya mudah untuk memilih.

 

Metode Belajar

Setiap bimbel memiliki metode yang bisa aja berbeda. Keke menolak ikut di salah satu bimbel ternama yang Chi tawarkan. Banyak teman Chi yang menyarankan daftar ke sana. Katanya, banyak yang berhasil masuk PTN.

"Temen-temen Keke juga banyak yang bimbel di sana, Bun. Tapi, Keke gak mau. Abisnya kata temen-teman selama bimbel nyatet melulu. Udah gitu selalu ada PR yang banyak banget."

Hmmm ... Kalau memang begitu, sulit buat Keke untuk cocok. Dia kurang suka metode belajar yang terlalu banyak mencatat. Kalau tentang PR malah Chi yang kasian. PR dari sekolahnya aja udah banyak. Kapan Keke istirahat kalau masih ketambahan PR dari bimbel?
 
Kalau di Brain Academy metode belajarnya sering mengajak siswa untuk aktif. Makanya Keke betah belajar di sana. Dia cepet bosen kalau belajar cuma disuruh menyimak dan duduk manis.
 
[Silakan baca: SMA di Brain Academy]


Jumlah Siswa di Satu Kelas

Jumlah murid per kelas di sekolah negeri sekitar 36 siswa. Buat Chi jumlah segini udah agak kebanyakan. Makanya kalau bisa cari bimbel yang murid per kelas gak banyak.

Keke pertama kali ikut bimbel di kelas 9. Bukan di bimbel ternama, tapi sama tetangga yang selisih beberapa rumah. Memang sejak dulu buka usaha bimbel. Promosinya dari mulut ke mulut. Jumlah siswanya gak sampe lebih dari 15 orang per angkatan.

Keke langsung cocok bimbel di sana. Katanya pak Budi (nama tetangga kami yang punya bimbel) kalau ngajar enak banget. Bisa dengan cepat dimengerti.

Pengennya Keke bimbel di sana lagi ketika SMA. Udah jelas Keke cocok dan NEM dia saat lulus SMP pun tinggi. Sayangnya tetangga kami ini spesialis pelajaran eksak. Sedangkan Keke masuk IPS. Makanya kami (terpaksa) cari bimbel lain.

Keke pun masuk Brain Academy. Muridnya cuma 2 orang sekelas. Berasa kayak kursus private! Hehehe.

Chi gak tau apa di tempat lain juga sama. Di sini tuh banyak pilihan bimbel dari yang ternama hingga biasa aja. Tapi, hanya ada satu yang buka kelas untuk anak IPS kelas X dan XI. Alasannya selalu sama yaitu sepi peminatnya! Semuanya punya aturan minimum jumlah murid baru buka kelas.

Ya, hanya Brain Academy yang gak pake minimum jumlah murid. Cuma 1 orang juga tetap buka kelas. Makanya waktu itu cuma 2 orang. Tapi, lama-lama bertambah banyak, kok. Sampe buka beberapa kelas untuk angkatan Keke. Jumlah per kelasnya kalau gak salah gak sampe 15 siswa.


Memilih Bimbel Itu Cocok-Cocokan


Seperti yang Chi bilang di atas, beberapa teman menyarankan salah satu bimbel ternama. Tapi, ternyata Keke gak mau karena merasa gak bakalan cocok.

Memilih bimbel memang cocok-cocokan. Bimbel ternama, mahal, atau apapun belum menjamin 100% bakal sesuai harapan.

Biaya bimbel di Brain Academy termasuk yang lumayan. Sempat bikin Chi narik napas panjang hihihi. Tapi, setelah datang langsung ke lokasi trus ngobrol-ngobrol, dapat diskon yang lumayan banget. Alhamdulillah. Keke juga langsung sreg kursus di sana.

Tapi, bukan berarti harus memilih bimbel mahal, lho. Biaya bimbel Keke saat SMP gak semahal di Brain Academy. Alhamdulillah juga cocok dan NEMnya tinggi.

Biaya bimbel Nai malah jauh lebih murah lagi. Udah jalan 3 tahun, Nai belajar di Zenius. Biayanya beda jauh sama Brain Academy. Bahkan masih mahalan bimbel di tetangga.

Sama kayak Keke, Nai juga pernah bimbel di tetangga. Tapi, ternyata kurang cocok. Chi pernah nawarin supaya pindah ke Brain Academy ketika Nai masuk SMA. Tapi, gak mau sampai sekarang. Udah merasa nyaman belajar di Zenius.

Memilih gak ikut bimbel? Ya gak apa-apa. Bimbel hanya salah satu opsi belajar, kok. Banyak juga yang berhasil lolos seleksi PTN meskipun gak bimbel.

Murah atau mahal, ternama atau biasa aja, gak jadi patokan anak akan dengan bimbel. Kecocokan adalah kunci utama bagi kami. Gak mudah langsung tergiur dengan janji-janji "Pasti masuk PTN". Karena kalau anaknya udah gak cocok rasanya sulit membuatnya semangat belajar. Udah terbukti juga ketika bimbel di tetangga, buat Keke cocok tapi Nai enggak.
 
Kabarnya sistem masuk PTN berubah di tahun ajaran 2023/2024. Malah kata biar mas Menteri supaya gak pada ketergantungan sama bimbel. 
 
Hmmm ... Kalau Chi punya pendapat yang agak beda, nih. Belum kebayang tingkat kesulitan soal tahun depan. Meskipun banyak yang bilang kalau tes skolastik lebih mudah daripada tes mata pelajaran. Ada baiknya jangan dianggap enteng. Tetap belajar dan kalau memang perlu bimbel ya ikut aja.

Ada yang punya pengalaman lain ketika memilih bimbel? Yuk ceritain di kolom komen. 😊