Tanpa ikut bimbel, nilai UN bisa tetap bagus? Bisa!
Sumber gambar: pixabay.com
Sumber gambar: pixabay.com
Tulisan ini bukan untuk mengajak para pembaca untuk tidak ikut bimbel (bimbingan belajar). Apalagi menjelekkan lembaga bimbel manapun. Tulisan ini hanyalah cerita pengalaman pribadi kenapa memutuskan untuk tidak memasukkan anak-anak, terutama Keke yang saat itu akan menghadapi UN (Ujian Nasional) ke bimbel manapun. Lagipula, ikut atau enggak ikut bimbel, semua pasti punya alasan pribadi. Ya, kan? :)
Langkah yang Dilakukan Sebelum Ujian Nasional
Ikut bimbel gak, ya?
Ketika, Keke mulai masuk kelas 6 SD, Chi mulai berpikir apakah Keke perlu
masuk bimbel. Apalagi banyak temannya juga sudah mulai ikut bimbel. Sampai
Keke kelas 5 SD, Chi memang bertahan untuk tidak memasukkan dia ke lembaga
kursus akademik apapun.
Chi pikir kasihan lah kalau anak sepanjang hari kegiatannya hanya diisi dengan belajar. Udah hampir seharian di sekolah. Berarti sepulang sekolah adalah hak dia untuk bermain. Kalaupun mau kursus, mendingan yang sifatnya hobi seperti berenang, musik, bela diri, dan lainnya.
[Silakan baca: Wacana Full Day School, Setuju Asalkan ...]
Kemudian Chi mulai berpikir tentang bimbel ketika Keke masuk kelas 6. Sebetulnya bukan karena prestasi akedemis Keke yang kedodoran. Tapi lebih karena ketidaktahuan Chi tentang UN. Ya, abis kalau lihat berbagai berita kayaknya serem banget yang namanya UN. Perasaan zaman Chi masih sekolah nyantai aja. Jadi khawatir juga kalau Keke sampe gak ikut bimbel. Khawatir materi yang disampaikan oleh sekolah masih belum cukup.
Apalagi sekolah Keke kan menggunakan kurikulum 2013 (K-13). Dan, kabarnya untuk soal-soal UN menggunakan KTSP. Chi galau lagi, lah. Karena K-13 kayaknya lebih mudah materinya. Kalau soal UN pake KTSP apa Keke bisa ngikutin. Ya, walaupun saat ini kelulusan ditentukan oleh sekolah tapi pengenya NEMnya gak terlalu kecil, lah.
[Silakan Baca: Kurikulum 2013, Uh(!) atau Aha(!)?]
Chi lalu melihat beberapa sepupu yang masih pada sekolah. Mayoritas sepupu Chi itu sekolah di negeri dan gak ada satupun dari mereka yang ikut bimbel. Kok, rata-rata nilai UN mereka lumayan bagus, ya? Padahal sekolah negeri kan jam pelajarannya pendek dibandingkan swasta? Gimana caranya bisa bagus nilai UNnya? Chi semakin ragu deh buat masukin Keke ke bimbel. Sekaligus terpacu kalau Keke pun seharusnya juga bisa bagus meskipun tanpa bimbel.
Tentunya Chi gak bisa memutuskan sendirian. Setelah berdiskusi dengan K'Aie, kami pun bertekad untuk mendaftarkan Keke ke bimbel manapun. Keke juga gak mau. Trus, caranya gimana? Apa yang kami lakukan?Chi pikir kasihan lah kalau anak sepanjang hari kegiatannya hanya diisi dengan belajar. Udah hampir seharian di sekolah. Berarti sepulang sekolah adalah hak dia untuk bermain. Kalaupun mau kursus, mendingan yang sifatnya hobi seperti berenang, musik, bela diri, dan lainnya.
Bagi Chi, belajar, bermain, istirahat, dan makan yang cukup adalah hak anak. Semuanya harus seimbang. Alhamdulillah, selama ini prestasi akedemisnya berjalan dengan baik.
[Silakan baca: Wacana Full Day School, Setuju Asalkan ...]
Kemudian Chi mulai berpikir tentang bimbel ketika Keke masuk kelas 6. Sebetulnya bukan karena prestasi akedemis Keke yang kedodoran. Tapi lebih karena ketidaktahuan Chi tentang UN. Ya, abis kalau lihat berbagai berita kayaknya serem banget yang namanya UN. Perasaan zaman Chi masih sekolah nyantai aja. Jadi khawatir juga kalau Keke sampe gak ikut bimbel. Khawatir materi yang disampaikan oleh sekolah masih belum cukup.
Apalagi sekolah Keke kan menggunakan kurikulum 2013 (K-13). Dan, kabarnya untuk soal-soal UN menggunakan KTSP. Chi galau lagi, lah. Karena K-13 kayaknya lebih mudah materinya. Kalau soal UN pake KTSP apa Keke bisa ngikutin. Ya, walaupun saat ini kelulusan ditentukan oleh sekolah tapi pengenya NEMnya gak terlalu kecil, lah.
[Silakan Baca: Kurikulum 2013, Uh(!) atau Aha(!)?]
Chi lalu melihat beberapa sepupu yang masih pada sekolah. Mayoritas sepupu Chi itu sekolah di negeri dan gak ada satupun dari mereka yang ikut bimbel. Kok, rata-rata nilai UN mereka lumayan bagus, ya? Padahal sekolah negeri kan jam pelajarannya pendek dibandingkan swasta? Gimana caranya bisa bagus nilai UNnya? Chi semakin ragu deh buat masukin Keke ke bimbel. Sekaligus terpacu kalau Keke pun seharusnya juga bisa bagus meskipun tanpa bimbel.
Beli Beberapa Buku Kumpulan Soal UN
Yang pertama kali diakukan adalah membeli beberapa buku kumpulan soal UN
untuk Chi pelajari. Iya, dong sebelum dikasih ke anaknya, Chi dulu yang
harus belajar hehehe. Selain itu, beli beberapa buku juga tujuannya untuk
membandingkan antara satu buku dengan lainnya.
Contohya soal Matematika, di nomor awal biasanya tentang penjumlahan campuran (tambah, kurang, bagi, kali). Untuk soal IPA, biasanya di beberapa nomor terakhir tentang gerhana bulan dan matahari. Untuk soal Bahasa Indonesia pun juga sama seperti itu. Dari tahun ke tahun, gak berubah urutan dan porsi tiap materinya. Untuk Keke yang menggunakan K-13 pun masih bisa mengikuti.
Dari beberapa kumpulan soal UN, Chi punya kesimpulan kalau dari tahun ke tahun soalnya itu sama. Hanya angka atau contoh kasusnya aja yang berbeda. Benang merahnya sama.
Contohya soal Matematika, di nomor awal biasanya tentang penjumlahan campuran (tambah, kurang, bagi, kali). Untuk soal IPA, biasanya di beberapa nomor terakhir tentang gerhana bulan dan matahari. Untuk soal Bahasa Indonesia pun juga sama seperti itu. Dari tahun ke tahun, gak berubah urutan dan porsi tiap materinya. Untuk Keke yang menggunakan K-13 pun masih bisa mengikuti.
Latihan Soal Ujian Setiap Hari, Satu Mata Pelajaran Saja
Sejak kelas 6, Keke mulai belajar setiap hari. Chi kasih soal ujian
nasional setiap harinya. Kemaren soal matematika, hari ini IPA, lalu
besoknya Bahasa Indonesia. Begitu terus setiap hari. Setelah selesai, Chi
periksa dan kemudian sama-sama dievaluasi.
1 hari, 1 mata pelajaran. Jangan lebih biar Keke bisa fokus.
Evaluasi Hasilnya
Setiap selesai mengerjakan soal yang ada dikumpulan soal. biasanya Chi selalu evaluasi. Dari hasil evaluasi itu akan ada kesimpulan mana bagian yang terlemah dan terkuat.Jangan ambil kesimpulan sendiri tanpa evaluasi terlebih dahulu
Contohnya gini, menurut Chi untuk pelajaran matematika itu bagian yang tersulit adalah menghitung bangun ruang. Apalagi kalau udah gabungan beberapa ruang trus harus cari keliling, luas, panjang, volume, atau lainnya. Yang paling gampang adalah penjumlahan campuran atau materi FPB dan KPK.
Ternyata Chi salah. Untuk soal bangun ruang, Keke jarang banget salah. Justru soal yang Chi anggap gampang, Keke sering banget bikin kesalahan. Bikin gregetan banget gak sih kalau kayak gitu? Eeerrrggghh!!
Setelah dipikir lagi, permasalahannya bukan karena bisa dan gak bisa. Lebih ke masalah perilaku yang dari dulu masih jadi PR bersama. Memang ini jadi kebiasaan Keke yang harus diperbaiki. Ketika mendapatkan soal gampang, Keke jadi kurang serius malah cenderung santai. Jadinya malah sering salah. Tapi ketika soalnya susah, fokus Keke pun bertambah. Solusinya, untuk tipe soal yang sering bikin kesalahan, Chi perbanyak latihannya. Cari di berbagai buku kumpulan soal atau bikin sendiri.
Mulai Buat Target (Jangan yang Muluk-Muluk)
Setelah evaluasi dan tau permasalahannya, mulai deh Chi buat target. Awalnya, setiap dikasih soal, salahnya masih lumayan banyak. Lama kelamaan menurun. Chi tetapin target, misalnya minggu ini maksimal kesalahan harus berapa banyak. Minggu depan tentuin lagi yang baru.Setelah beberapa kali latihan juga akan semakin kelihatan mana pelajaran yang paling kuat dan lemah. Diantara ketiganya, Keke kuat di matematika, sedangkan IPA dan Bahasa Indonesia seimbang. Semakin mendekati UN, semakin ada bayangan kira-kira akan berapa nilai NEM Keke nanti. Jadi, lebih bisa buat target Keke bakal masuk ke SMP mana.
Bekerjasama dengan Sekolah
Sehari-hari anak kan ada di sekolah. Chi mulai rutin bertanya bagaimana kemampuan Keke menyelesaikan UN menurut sekolah kepada wali kelas. Apa yang jadi kelemahan dan kekurangannya apa. Kali aja hasilnya evaluasinya berbeda dengan di rumah. Ternyata sama hasilnya. Wali kelas pun cukup optimis kalau nilai Keke akan baik. Apabila ada soal yang dirasa sulit dikerjakan di rumah, Chi minta Keke untuk lebh aktif lagi bertanya ke guru-gurunya. Intinya sih Chi terus berkoordinasi yang baik dengan para pengajar di sekolah.Memberi Motivasi
Kalau Chi punya target untuk NEM Keke. Maka, Keke pun punya target
pribadi. Dia pengen punya PS4! Kami pun mengizinkan dengan syarat harus
masuk negeri. Kalau ke swasta lagi berarti gak dikasih PS4. Keke jadi
termotivasi untuk lebih semangat belajar biar bisa dapat PS4 :D
[Silakan baca: Bila Anak Kecanduan Game, Cari Solusi Hingga Ke Akarnya]
Seminggu sebelum UN, kami menyempatkan diri untuk mendaki gunung Prau dulu. Mumpung long weekend, sayang kalau gak dipake jalan-jalan wkwkwk ... Deg-degan sih sebetulnya, tapi karena persiapan menghadapi UN sudah cukup panjang, rasanya gak apa-apa lah santai sejenak. Biar saatnya UN dia lebih relax, gak stress :p
[Silakan baca: Sunrise di Prau dan Turun Gunung via Dieng]
Brukk!! *Suara pintu mobil agak dibanting ketika Keke masuk mobil di haru pertama UN.*
Bunda: "Kenapa, Nak? Kok, kayak yang kesel gitu?"
Keke: "Keke gak suka sama pengawas ujiannya!"
Kemudian mengalir cerita dari Keke kalau pengawasnya sangat jutek. Tidak ada senyum sama sekali. Sangat minim penjelasan tentang cara mengisi soal UN. Untungnya udah beberapa kali ikut try out jadi udah mulai paham caranya. Malah ketika Keke sedang merapikan jawabannya, menghapus yang keluar garis, dengan judesnya pengawas bilang, "Nyilangin soal aja pakai keluar garis. Gak bisa lihat apa?"
Eeerrggghh! Denger cerita Keke aja Chi udah ikutan kesel. Apalagi memang saat itu dia belum berkacamata. Wajar kalau ada yang keluar garis silangannya. Plis atuh lah kenapa juga harus jutek, sih?
[Silakan baca: Kacamata Keke]
Seketika Chi langsung cemas dengan hasil ujian Keke. Berhasil atau tidaknya seseorang mengerjakan ujian kan tidak hanya karena faktor bisa atau tidak. Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Kesehatan dan mood adalah 2 faktor di antaranya.
Alhamdulillah kesehatan Keke saat UN sedang prima, kecuali matanya. Tapi mood Keke jadi agak rusak karena pengawas yang jutek. Faktor lain yang bikin Chi cemas adalah ketika Keke bilang kalau soal-soal matematikanya itu gampang banget. Duh!
Ini bukan tentang sok-sokan. Tapi dari beberapa kali hasil evaluasi, Keke justru sering jatuh di soal yang menurutnya gampang. Penyebabnya karena dia jadi santai banget dan mengurangi kehati-hatiannya. Kalau dikasih soal yang susah, dia jadi lebih fokus dan tidak main-main. Ini memang salah satu kelemahan Keke yang harus diingatkan dan diperbaiki. Hingga saat ini Chi gak tau seperti apa soal-soal UN yang kata Keke gampang karena seluruh soal dikumpulkan. Jadi Chi gak bisa mengevaluasi.
Untuk hari kedua dan ketiga, gak ada masalah. Kata Keke, para pengawasnya baik dan ramah. Ada sedikit harapan, semoga aja nilai Bahasa Indonesia dan IPA bagus-bagus. Mudah-mudahan bisa di atas matematika walaupun Chi rada gak yakin. Setiap hasil evaluasi baik di rumah atau di sekolah, nilai matematika selalu paling atas dibanding kedua pelajaran lainnya. Kalau IPA dan Bahasa Indonesia, lumayan bersaing ketat.
NEM Keke adalah 26,8 (rata-rata nilai 89,3). Sedikit di bawah perkiraan Chi kalau Keke bisa dapat NEM 27-an. Tapi segitu juga lumayan. Perkiraan Chi kalau Matematika akan mendapat nilai tertinggi dan Bahasa Indonesia serta IPA akan bersaing ketat itu tepat.
Sekarang Keke bersekolah di salah satu SMP negeri di Jakarta. Proses untuk bisa masuk SMP negeri transparan tapi bukan berarti tanpa drama. Kapan-kapan lah Chi posting tentang proses masuk SMP negeri, ya. :)
Ini pengalaman waktu Keke UN SD, ya. Mudah-mudahan kalau Keke nanti UN SMP juga UN SMA maish bisa seperti ini. Belajar di sekolah dan rumah aja :)
[Silakan baca: Bila Anak Kecanduan Game, Cari Solusi Hingga Ke Akarnya]
Pada Saat UN
Seminggu sebelum UN, kami menyempatkan diri untuk mendaki gunung Prau dulu. Mumpung long weekend, sayang kalau gak dipake jalan-jalan wkwkwk ... Deg-degan sih sebetulnya, tapi karena persiapan menghadapi UN sudah cukup panjang, rasanya gak apa-apa lah santai sejenak. Biar saatnya UN dia lebih relax, gak stress :p
[Silakan baca: Sunrise di Prau dan Turun Gunung via Dieng]
Brukk!! *Suara pintu mobil agak dibanting ketika Keke masuk mobil di haru pertama UN.*
Bunda: "Kenapa, Nak? Kok, kayak yang kesel gitu?"
Keke: "Keke gak suka sama pengawas ujiannya!"
Kemudian mengalir cerita dari Keke kalau pengawasnya sangat jutek. Tidak ada senyum sama sekali. Sangat minim penjelasan tentang cara mengisi soal UN. Untungnya udah beberapa kali ikut try out jadi udah mulai paham caranya. Malah ketika Keke sedang merapikan jawabannya, menghapus yang keluar garis, dengan judesnya pengawas bilang, "Nyilangin soal aja pakai keluar garis. Gak bisa lihat apa?"
Eeerrggghh! Denger cerita Keke aja Chi udah ikutan kesel. Apalagi memang saat itu dia belum berkacamata. Wajar kalau ada yang keluar garis silangannya. Plis atuh lah kenapa juga harus jutek, sih?
[Silakan baca: Kacamata Keke]
Seketika Chi langsung cemas dengan hasil ujian Keke. Berhasil atau tidaknya seseorang mengerjakan ujian kan tidak hanya karena faktor bisa atau tidak. Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi. Kesehatan dan mood adalah 2 faktor di antaranya.
Alhamdulillah kesehatan Keke saat UN sedang prima, kecuali matanya. Tapi mood Keke jadi agak rusak karena pengawas yang jutek. Faktor lain yang bikin Chi cemas adalah ketika Keke bilang kalau soal-soal matematikanya itu gampang banget. Duh!
Ini bukan tentang sok-sokan. Tapi dari beberapa kali hasil evaluasi, Keke justru sering jatuh di soal yang menurutnya gampang. Penyebabnya karena dia jadi santai banget dan mengurangi kehati-hatiannya. Kalau dikasih soal yang susah, dia jadi lebih fokus dan tidak main-main. Ini memang salah satu kelemahan Keke yang harus diingatkan dan diperbaiki. Hingga saat ini Chi gak tau seperti apa soal-soal UN yang kata Keke gampang karena seluruh soal dikumpulkan. Jadi Chi gak bisa mengevaluasi.
Untuk hari kedua dan ketiga, gak ada masalah. Kata Keke, para pengawasnya baik dan ramah. Ada sedikit harapan, semoga aja nilai Bahasa Indonesia dan IPA bagus-bagus. Mudah-mudahan bisa di atas matematika walaupun Chi rada gak yakin. Setiap hasil evaluasi baik di rumah atau di sekolah, nilai matematika selalu paling atas dibanding kedua pelajaran lainnya. Kalau IPA dan Bahasa Indonesia, lumayan bersaing ketat.
Hasil Ujian Nasional yang Diperoleh
NEM Keke adalah 26,8 (rata-rata nilai 89,3). Sedikit di bawah perkiraan Chi kalau Keke bisa dapat NEM 27-an. Tapi segitu juga lumayan. Perkiraan Chi kalau Matematika akan mendapat nilai tertinggi dan Bahasa Indonesia serta IPA akan bersaing ketat itu tepat.
Sekarang Keke bersekolah di salah satu SMP negeri di Jakarta. Proses untuk bisa masuk SMP negeri transparan tapi bukan berarti tanpa drama. Kapan-kapan lah Chi posting tentang proses masuk SMP negeri, ya. :)
Ini pengalaman waktu Keke UN SD, ya. Mudah-mudahan kalau Keke nanti UN SMP juga UN SMA maish bisa seperti ini. Belajar di sekolah dan rumah aja :)
12 comments
Wahhh, postingannya ngebantu banget nih buat saya yang anaknya mau UN di tahun ajaran ini.
ReplyDeleteFauzan juga ngga mau ikut bimbel, boro2 dia mah. Les di sekolah aja udah stress. Saya juga ngga maksain.
Untungnya ada buku2 bimbel punya sepupunya, dibantu dari situ aja.
Saya juga jadi ikutan belajar lagi.
Iya Chi, kata guru fauzan juga begitu. Soal2 UN hampir mirip tiap tahun.
iya, Mbak. Saya gak tega karena jam belajar mereka di sekolah udah panjang. Jaid mengandalkan buku saja :)
DeleteMbaa, kalau ortu pintar hitunga2n sih oke aja. Kalau aku lemah hitung2an. Suamiku yang jago tapi sibuk. Jadi anakku ya bimbel terrus, mba. Paling bantu ngecek2 aja. Dlu pas masuk SMA, aku masih bisa bantu nemanin jawab, tapi skarang kelas 3 SMA aku pusing liat soal2nya :))
ReplyDeleteyup! makanya di awal postingan saya menulis disclaimer karena memang alasannya personal banget hehehe. Ikut atau gak ikut bimbel pasti semua punya alasan masing-masing.
DeleteSaya kalau dibilang jago juga enggak, sih. Makanya selalu cari buku yang ada kunci jawaban dan uraiannya. Biar paham ngajarinnya. :D
ngeliat materi kelas 3 yang sekarang aja kadang kepalaku udah mumet mak apalagi ntar kelas 6 mo nyiapin UAS. Duuhh moga2 bisa telaten kaya mak Chi bisa ngajarin Nadia yang bener2. aku sih pengennya juuga ga perlu ikutan bimbel. semoga bisa
ReplyDeleteSekarang Nadia udah kelas 5, ya?
DeleteAnak pertama saya juga gak bimbel waktu un sd. Alhamdulillah nilainya bagus. Tapi dulu sih masih rajin belajar. Sekarang, dia mau ke sma. Duh... Waswas. Gak bimbel tapi kerajinannya menurun. Adiknya juga sekarang mau ke smp. Khawatir juga. Dobel saya woritnya. Tapi Bismillah aja, berbekal buku kumpulan soal, meski tanpa bimbel pun, Insya Allah deh... :D
ReplyDeleteiya nih Keke juga sebentar lagi SMA. Saya mau coba tanpa bimbel dulu. Insya Allah :)
DeleteIntinya disiplin yaaa mbak :)
ReplyDeleteiya, Mbak
DeleteKalau aku pas besok-besok punya anak sudah rencana mau dikutkan bimbel mbak. Soalnya ya itu dia aku sama suami lemah hitung-hitungan.
ReplyDeleteIya dikembalikan ke kondisi masing-masing :)
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^