Lha, ada proses seleksi umur di PPDB DKI? Katanya seleksinya berdasarkan NEM. Gimana, sih!

Tenaaang! Seleksi umur memang beneran ada. Tetapi, menurut Chi, belum sampai taraf yang mengkhawatirkan. Apalagi sampai heboh kayak sistem zonasi yang ramai diberitakan. Chi akan jelaskan semua di sini.


proses seleksi ppdb online dki

Tetapi, sebelumnya mau mengucapkan syukur karena Keke berhasil diterima di salah satu SMAN. Alhamdulillah. Resmi deh jadi anak berseragam putih abu-abu. 😊


Setiap Daerah Punya Sistem PPDB Berbeda


Setiap proses seleksi PPDB dimulai, suka ada aja pro-kontra. Buat Chi, perdebatan sebetulnya bisa jadi hal wajar. Gak ada sistem yang sempurna. Nah, Chi suka gregetan kalau ada yang berdebat, tetapi gak mengerti masalah sebenarnya.

Misalnya, ketika ada seseorang memprotes kebijakan PPDB yang merugikan anaknya. Kemudian ada yang komen membela sistem PPDB. Terjadilah pro kontra bahkan sampai ribut.

Menyedihkan bila yang membela itu tidak merasakan seperti apa rasanya perasaan para orang tua yang bingung mencari sekolah bagi anaknya. Ini kejadian sama salah seorang dari kerabat Chi. Anaknya lulus SD dengan NEM rata-rata 8,6. Lumayan tinggi, 'kan. Jarak rumah ke sekolah pun hanya 900 meteran. Tetapi, tetap terdepak karena banyak yang jarak rumahnya lebih dekat. Padahal NEMnya kecil.

Cari sekolah swasta bukan perkara mudah. Ada beberapa sekolah swasta, tetapi yang  high class. Iya, kalau ekonominya mampu. Kalau enggak? Kejadian ini gak hanya menimpa kerabat Chi. Banyak kejadian seperti ini. Coba baca tentang blind spot area zonasi. Chi tidak akan membahas panjang tentang blind spot area di sini. Sekadar menyarankan saja, kalau menemukan kondisi seperti ini sebaiknya berempati. Kasihan orang tua dan siswa yang sedih karena sulit mencari sekolah padahal NEMnya bagus.

Ada juga kejadian, di mana seseorang yang protes tentang sistem zonasi di kota/kabupaten A. Sedangkan yang membela, bicaranya tentang zonasi kota/kabupaten B. Jelas ini jatuhnya debat kusir.


Sistem PPDB di setiap daerah bisa berbeda-beda. Bahkan tidak hanya antar propinsi. Antar kabupaten aja bisa berbeda. Hanya DKI dan (mungkin) beberapa daerah lain yang aturannya sama sepropinsi.

Yup! Setiap daerah punya aturan PPDB sendiri-sendiri. Makanya setiap kali Chi menulis tentang PPDB baik di Blog atau medsos, selalu menulis lengkap. PPDB online DKI.

Waktu pra-MPLS, kepsek di sekolah Keke bilang masih mendapatkan protes dari beberapa orang tua yang anaknya gagal masuk SMAN tersebut. Orang tua yang protes ini merasa rumahnya dekat dengan sekolah. Tetapi, gagal karena NEMnya kecil. Padahal setau mereka, seleksi PPDB sekarang berdasarkan kedekatan rumah dan sekolah.


Daftar unduhan yang wajib dibaca kalau mau ikut PPDB DKI. Daftarnya masih panjang, tetapi hanya segini yang Chi capture


"Baca ... Baca juknis! Aturan PPDB DKI tidak seperti itu," ujar Kepala Sekolah saat apel perdana pra MPLS.


Seperti Apa Sistem PPDB Online DKI untuk SMPN dan SMAN?


Ini tulisan Chi yang ketiga tentang PPDB online DKI. Pertama kali menulis tentang ini, 3 tahun yang lalu, saat Keke ikut PPDB SMPN online DKI. Sekaligus pengalaman pertama kali bagi kami mengikuti seleksi masuk sekolah negeri.

[Silakan baca: Tips Mengikuti Proses PPDB Online DKI Jakarta]

Chi hanya bisa cerita tentang SMPN dan SMAN karena peraturan dan seleksinya sama. Keke dan Nai kan SDnya di swasta. Jadi gak terlalu paham seperti apa seleksi SDN.

Beberapa hari lalu, memang sempat kepoin hasil seleksi untuk SDN. Sepertinya kalau SDN, seleksi utamanya berdasarkan umur. Tetapi, seperti apa detil pertaturannya, mendingan cek website https://ppdb.jakarta.go.id/. Website ini juga untuk SMPN dan SMAN DKI.


Usia 12 Tahun Gak Bisa Daftar SMP?

persyaratan ikut ppdb dki
Syarat usia maksimal masuk SMPN di DKI


Saat Chi membuat postingan tentang "Bolehkah Usia Anak Masuk SD di Bawah 7 Tahun?", ada beberapa yang japri untuk menanyakan perihal usia masuk SMP. Khawatirnya kalau sebelum 7 tahun udah masuk SD, gak bisa diterima di SMP. Kabarnya usia minimal masuk SMP adalah 12 tahun.

Jadi gini, masa belajar di SD itu 'kan 6 tahun. Kalau anak masuk SD di usia 6 tahun pas pun, maka akan lulus SD pada saat usia 12 tahun, 'kan? Pertanyaan berikutnya, bagaimana kalau di bawah 6 tahun udah masuk SD?


Hingga tahun ini, peraturan usia di PPDB SMPN atau SMAN DKI dilihat dari usia maksimal.

Coba perhatikan screen shot di atas dan di bawah. Terutama di poin nomor 2. Tertulis usia maksimal, bukan minimal. Jadi, selama belum lebih dari usia 15 tahun per 1 Juli, boleh mendaftar SMPN. Begitupun untuk SMAN, maksimal usianya 21 tahun per 11 Juli.

persyaratan ikut ppdb dki
Syarat usia maksimal masuk SMAN di DKI


Jadi, di bawah 12 tahun boleh masuk SMPN? Ya kalau di DKI dibolehkan. Tetapi, Chi gak tau peraturannya seperti apa kalau di daerah lain.


NEM Masih Menjadi Faktor Seleksi Utama

"Bun, nanti UNBK santai aja, lah. Kan, nanti juga seleksinya zonasi. Pilih aja sekolah yang paling dekat sama rumah."

 Chi kaget mendengar omongan Keke. Rupanya dia baca beberapa artikel di media online yang memberitakan tentang sistem zonasi. Artikel pun berbalas artikel. Chi googling tentang sistem zonasi PPDB DKI. Dapat berita terbaru yang mengatakan siste DKI masih mengutamakan kompetisi NEM.

[Silakan baca: Berkomunikasi dengan Remaja - Ibu vs Google]

Chi bilang ke Keke, harus tetap belajar supaya NEMnya bagus. Kalaupun nanti NEM beneran gak kepakai, setidaknya usahanya tidak akan dianggap sia-sia oleh orang tuanya. Daripada dia bersantai-santai, trus ternyata masih tetap seleksi NEM.

Dan, ini beneran kejadian, lho! Chi menemukan beberapa komen di medsos Kemdikbud maupun PPDB DKI yang kecewa karena gak diterima di sekolah yang dipilih karena kalah NEM. Mereka yang kecewa ini merasa rumahnya dekat dengan sekolah, tetapi malah kalah sama yang NEMnya tinggi. Ya, karena di DKI memang seleksinya bukan deket-deketan jarak rumah ke sekolah.


PPDB DKI pun ada Zonasi

jalur seleksi PPDB online dki
Jalur seleksi di sekolah negeri DKI. Ada yang belum di-capture yaitu SMK. Tetapi, kurang lebih mirip, lah


Apakah di DKI ada sistem zonasi kalau seleksinya NEM? Ada.

Dari sejak Keke ikutan 3 tahun lalu juga sudah ada sistem zonasi. Hanya sekarang berubah istilah aja. Sampai tahun lalu istilahnya adalah Jalur Lokal dan Jalur Umum. Sekarang berubah jadi Jalur Zonasi (Jalur Lokal) dan Jalur Non Zonasi (Umum). Tetapi, sistemnya gak banyak berubah.

Jalur Zonasi (Lokal) di DKI dilihat dari kecamatan. Jadi, kalau KK teman-teman di kecamatan A, maka hanya bisa memilih sekolah negeri manapun dari kecamatan yang sama. Gak ada poin-poin jarak, di mana semakin dekat jarak rumah ke sekolah maka poinnya semakin besar.

Peraturan di DKI, semua calon siswa di kecamatan yang sama punya hak yang sama. Boleh memilih sekolah manapun. Nanti seleksinya berdasarkan NEM.

Jalur Non Zonasi (Umum) itu, bebas memilih sekolah manapun di DKI. Misalnya, calon siswa yang sekolah di Jakarta Timur boleh aja memilih sekolah di Jakarta Utara. Seleksinya tetap NEM.

Please! Jangan langsung menuduh orang tua yang memilih jalur umum berarti berambisi banget sama sekolah favorit, ya! Memang benar kenyataan itu ada. Sekolah favorit di DKI masih 'diserbu' oleh banyak calon siswa. Tetapi, gak semua alasannya seperti itu.

Chi mengalami sendiri kejadian 3 tahun lalu. Keke ikut PPDB DKI hanya lewat jalur umum. Bukan karena kami berambisi memasukkan dia ke sekolah favorit. Meskipun sekolanya termasuk salah satu SMP Negeri terbaik di Jakarta Timur. Tetapi, Keke hanya memilih jalur umum karena memang itu satu-satunya jalur yang memungkinkan. Kami memilih sekolah yang terdekat dengan rumah. Sayangnya KK kami dengan sekolah yang dipilih beda kecamatan. Makanya, memilih gak ikutan jalur lokal.

KK kami sejak dulu di DKI. Bisa aja ikut jalur lokal. Tetapi, kalau ikut jalur lokal, berarti lumayan jauh dari rumah kami yang saat itu masih tinggal di Bekasi. Makanya ikut jalur umum dan risikonya harus bersaing dengan calon siswa se-DKI. NEMnya gede-gede! 😂

Sejak tahun lalu, ada sedikit perubahan dari sistem zonasi. Chi akan jelaskan di bagian bawah, ya. Silakan baca sampai habis 😄


3 Pilihan Sekolah

Saat proses seleksi berlangsung, calon siswa bisa memilih maksimal 3 sekolah. Itu artinya, pilih 1 sekolah pun boleh. Keke dan Nai selalu pilih 1 sekolah. Tahun ini pun rencana awalnya juga Keke tetap memilih 1 sekolah. Tetapi, strategi sedikit berubah saat last minute. Walaupun begitu, pada akhirnya, tetap aja keterimanya di sekolah yang sejak awal sudah dipilih.

Berapapun sekolah yang dipilih, harus ada strateginya. Pengennya Chi cerita di lain tulisan tentang strategi ikut PPDB. Tetapi, sederhananya bila gak keterima dipilihan pertama, akan terlempar ke pilihan kedua. Gak diterima di pilihan kedua, terlempar ke pilihan ketiga. Kalau gak keterima di semuanya, masih bisa pilih sekolah lain selama masih dalam masa waktu proses seleksi.


Pindah Jalur, Gak Perlu Daftar Lagi

Ketika kami memutuskan ikut jalur non zonasi, ada beberapa teman yang tau dan kemudian bertanya, "Perlu daftar lagi kalau pindah jalur?"

Di medsos pun ada beberapa netizen yang bertanya hal serupa ke akun PPDB DKI. Jawabannya, gak perlu.

Token jalur zonasi maupun non 'kan sama. Seperti Keke yang daftarnya pada saat jalur zonasi dibuka, tetapi ikutannya saat non zonasi. Token yang dia punya tetap bisa dipakai. Gak harus daftar ulang lagi. Begitupun dengan calon siswa yang gagal dapat sekolah di jalur zonasi, tetap bisa ikut jalur lain tanpa daftar lagi. Pakai token yang sama.


Cepat dan Transparan

Salah satu hal yang Chi suka dari PPDB DKI adalah prosesnya cepat dan transparan. Setiap detik, siapapun bisa melihat dan mengawasi hasil seleksinya meskipun gak ikutan seleksi. Buat yang ikutan, seringkali bikin deg-degan. Apalagi kalau persaingan NEMnya ketat. Bisa setiap menit posisinya bergeser ke bawah atau malah ketendang.

Memang jadinya lumayan tegang ketika mengamati proses seleksi. Tetapi, Chi tetap suka karena transparan. Gak ujug-ujug posisi anak berada di peringkat tertentu tanpa alasan gak jelas.

Biasanya PPDB dibuka selama 3 hari. Di hari ketiga dibuka sampai pukul 15.00 wib. Hasil akhir akan diumumkan tepat 2 jam setelah seleksi ditutup. Tetapi, karena prosesnya berlangsung cepat dan transparan, sebetulnya begitu teng pukul 3 sore, kita udah tau apakah anak diterima atau enggak.

Gak mungkin bergeser lagi. 'Kan, prosesnya udah ditutup. Sebetulnya jeda 2 jam itu sekadar menunggu laporan resmi.

Kalau masih ragu, discreenshot aja. Pertama kali kami ikutan PPDB juga gitu. Begitu seleksi ditutup, langsung kami screenshot. Jaga-jaga siapa tau webnya error, trus posisi Keke berubah atau malah ketendang. Tetapi, selama ini belum pernah ada kejadian begitu. Alhamdulillah.


Lapor Diri

Setelah hasil seleksi keluar, jangan lupa lapor diri keesokan hari atau lusa. Jadwal lapor diri biasanya berlangsung selama 2 hari untuk setiap jalur. Hari terakhir ditutup pukul 2 sore.

Perlu diingatkan tentang ini karena rupanya masih ada yang belum tau. Disangkanya setelah proses seleksi selesai dan ada nama anaknya di salah satu sekolah berarti udah diterima. Padahal kalau gak lapor diri akan langsung dianggap mengundurkan diri alias gugur.

Kalau sudah gugur, hanya bisa ikutan lagi di jalur non zonasi tahap kedua. Masalahnya adalah tahap kedua ini disebut jalur bangku sisa. Artinya bila ada masih ada sisa kuota, sekolah akan buka jalur ini.  Sisa kuota dihitung dari berapa banyak calon siswa yang gak lapor diri. Jadi jangan heran ya kalau ada sekolah yang hanya buka 1-2 kuota aja untuk tahap kedua.

Malah yang gak buka tahap kedua juga banyak. Itu artinya kuotanya udah full karena semua siswa yang keterima melakukan lapor diri.

Syarat lapor diri dari panitia PPDB hanya datang ke sekolah di mana siswa diterima dengan membawa bukti cetak pendaftaran dan form surat pernyataan lapor diri. Tetapi, setiap sekolah ada juga yang punya syarat tambahan seperti meminta pas foto, mengisi beberapa form, atau lainnya. Saran Chi, sebaiknya datang saat hari pertama lapor diri. Jadi kalau ada syarat tambahan, gak grabak-grubuk nyiapinnya.

Keke datang sendirian ke sekolah saat lapor diri. Ayahnya gak bisa cuti. Untungnya sekolah Keke hanya meminta form lapor diri dan bukti cetak pendaftaran. Sebelumnya form surat pernyataan lapor diri sudah ditandatangan oleh ayahnya. Cuma datang sebentar, urusan langsung selesai.

Ada cerita yang menyedihkan tentang proses Lapor Diri. Dari beberapa obrolan, rupanya ada juga yang sengaja gak lapor diri karena ikut PPDB tujuannya sekadar coba-coba. Jadi, sebenarnya udah memilih sekolah di swasta.

Bikin sedih kalau kayak gini karena kalau sampai keterima, itu artinya ada anak lain di luar sana yang tereliminasi dari sekolah pilihannya. Kebayang bagaimana sedihnya kalau sampai ketendang dari sekolah pilihan. Ngebayanginnya aja udah gak tega.

Kalau ikutan PPDB niatannya cuma untuk coba-coba, mendingan jangan, deh! Cukup pantengin web PPDB DKI aja. Seperti yang Chi tulis di atas, proses seleksinya 'kan transparan. Ya kira-kira aja dengan NEM segitu dapat SMAN mana, tapi jangan ikutan daftar.


Yang Berbeda di PPDB DKI Tahun Ini


Secara umum, peraturan serta sistem seleksi PPDB DKI tetap sama sejak pertama kali kami ikutan. Jadi, kami sudah memiliki bayangan yang cukup jelas. Gak bingung lagi. Bahkan sudah pede kalau ada yang nanya-nanya hehehe.

Tetapi, bukan berarti kami mengabaikan juknis. Tetap kami baca juknisnya sampai selesai. Siapa tau ada perubahan.


Bila ada yang mau ditanyakan perihal juknis, bisa ke twitter @PPDBDKI1. Ini akun resmi PPDB DKI dan adminnya aktif menjawab berbagai pertanyaan.

Bisa juga ke @PPDBDKI. Meskipun ini unofficial account, tetapi Chi juga sering mengandalkan akun ini. Informasinya valid dan adminnya juga gercep. Malah bisa jadi penyeimbang akun resmi. Pernah kejadian, admin akun resmi salah kasih informasi. Langsung dikritik sama akun ini.

Atau bisa juga cari tau di blog ini. Chi sudah membuat beberapa tulisan tentang PPDB DKI. Tanya ke Twitter @ke2nai juga boleh *modus 😂* Insya Allah, akan dijawab sepanjang yang Chi tau.


Pra Pendaftaran Dihapus

formulir ppdb dki

Ada 4 tipe calon siswa di sekolah negeri DKI yaitu:

  • Calon siswa dengan KK DKI, asal sekolah DKI
  • Calon siswa dengan KK DKI, asal sekolah luar DKI
  • Calon siswa dengan KK luar DKI, asal sekolah DKI
  • Calon siswa dengan KK Luar DKI, asal sekolah luar DKI

Ya sebetulnya ada lebih dari 4 kalau lihat form screenshot di atas. Tetapi, ini Chi bikin jadi 4 aja.

Waktu Keke ikut PPDB 3 tahun lalu, 3 dari 4 tipe calon siswa tersebut harus melakukan pra pendaftaran. Hanya calon siswa dengan KK dan asal sekolah DKI saja yang tidak perlu melakukan.

Waktu itu, Chi udah merasa proses pra pendaftaran ini sebetulnya sesuatu yang gak perlu. Dari 4 tipe ini aja kan kode formnya berbeda. Ngapain juga melakukan pra pendaftaran? Kalau kemudian setelah itu daftar lagi dengan membawa form yang sama. Tahun lalu, proses pra pendaftaran udah gak ada. Semua calon siswa bisa langsung ikut proses pendaftaran. Alhamdulillah.


Penting yang harus diperhatikan adalah jangan salah download formulir pendaftaran. Tiap tipe calon siswa kode formnya berbeda.


Seleksi Umur di PPDB DKI

dasar dan cara seleksi ppdb dki

Adanya seleksi umur di PPDB DKI memang benar adanya. Ketentuannya seperti screenshot di atas. Sampai tahun lalu, peraturannya sedikit berbeda. Di langkah ketiga adalah urutan nilai matpel di NEM.

Jadi tahun lalu itu, bila ada 2 anak atau lebih yang total rata-rata NEMnya sama di satu sekolah, maka akan dilihat pilihan sekolah. Misalnya si A memilih sekolah X sebagai pilihan pertama. Sedangkan si B memilih sekolah X sebagai pilihan kedua. Maka peringkat si A akan di atas si B.

Bila pilihan sekolah masih sama, maka akan dilihat urutan nilai per mata pelajaran. Kalau SMP urutan matpelnya adalah Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA.

Misalnya si A dan si B rata-rata NEM-nya sama. Mereka pun memilih urutan sekolah yang sama. Maka akan dilihat siapa yang nilai Bahasa Indonesia paling tinggi. Kalau si A lebih tinggi, urutannya akan di atas B meskipun nilai matematika atau IPA kalah. Kalau nilai Bahasa Indonesia masih sama, akan dilihat matematika. Begitu terus sampai nilai IPA.


seleksi umur ppdb dki
Ini dasar dan cara seleksi tahun lalu. Nai ikut PPDB pada tahun 2018


Tahun ini, ada perubahan. Nilai per matpel gak lagi dilihat. Diganti dengan seleksi usia. Hitungannya per 1 Juli. Siapa yang paling tua, maka peringkatnya lebih di atas.

Kalau umurnya masih sama juga, akan dilihat waktu pendaftaran. Mengenai waktu pendaftaran dihitung sejak pertama kali ikut seleksi. Contohnya Keke yang sudah ambil token sejak jalur zonasi dibuka. Tetapi, dia baru ikutan memilih di jalur non zonasi. Waktu pendaftarannya dihitung sejak dia mulai memilih sekolah di jalur non zonasi.

Jangan langsung khawatir. Biasanya jarang seleksinya sampai tahap seleksi umur apalagi sampai ke waktu pendaftaran. Baru sampai level rata-rata NEM aja udah banyak kelihatan seleksinya. Atau paling juga sampai batas pemilihan sekolah.

Lantas kenapa juga harus dibuat langkah seleksi seperti itu? Menurut Chi, untuk memperkecil kemungkinan masalah timbul. Karena memang gak menutup kemungkinan, meskipun jarang, proses seleksinya sampai batas umur bahkan waktu pendaftaran.

Kalau begitu apa mendingan masuk SDnya di usia 7 tahun aja? Ya, kalau itu kembali ke pilihan masing-masing. Cuma berdasarkan pengalaman, memang jarang kalau sampai tahap ke seleksi umur. Apalagi kalau NEM anak juga tinggi. Keke dan Nai 'kan masuk SDnya juga di bawah 7 tahun. Alhamdulillah hingga saat ini mereka keterima di sekolah negeri pilihan.

Chi gak berani menjamin kalau tahun depan atau tahun-tahun berikutnya seleksi PPDB DKI masih tetap mengutamakan NEM. Siapa tahu tahun depan berubah. Tetapi, gak ada salahnya tetap belajar supaya nilai UN bagus, buat yang ingin masuk SMPN atau SMAN di DKI tahun depan. Sekarang persaingan NEM semakin ketat.

Walaupun alat seleksi utama hingga saat ini masih NEM, tetapi ada beberapa strategi yang sebaiknya dilakukan. Postingan berikutnya Chi ceritakan tentang strategi apa yang kami lakukan, ya.

[Silakan baca: Beginilah Cara dan Rasanya Ikut PPDB Online SMPN DKI]