Sepertinya Nai butuh piknik. Hmmm... gak cuma Nai aja, sih, sebenarnya :p
Hari Senin lalu, Chi ambil rapor bayangan Keke dan Nai. Sebetulnya rapotannya itu hari Kamis lalu, tapi kami dari pagi udah berangkat ke rumah kakek-nenek Keke dan Nai. Jadi, ambil rapornya menyusul aja. Dan, minggu kemaren mereka long weekend selama 4 hari, deh.
Melihat deretan nilai akademis Nai yang bertabur angka 9-atas (95 ke atas), tentu aja Chi merasa senang. Apalagi nilai UTSnya hampir semuanya bernilai 99. Bikin guru dan banyak temannya gregetan dengan nilai-nilainya yang nanggung. Malah kata wali kelasnya, justru teman-temannya yang pada heboh kenapa gak dijadiin 100 aja. Abis tanggung dapet 99. Sementara, Nai tetep kalem hihihihi.
"Bagaimana dengan kegiatan belajar Nai di sekolah, Bu?"
Ketika Chi bertanya seperti itu, bukan karena Chi lebih mementingkan nilai akademis ketimbang attitude, lho. Alhamdulillah, menurut wali kelas, attitude Nai juga masih menyenangkan. Anaknya manis sekali, gak pernah menyusahkan. Tapi, Chi bertanya seperti itu karena akhir-akhir ini melihat ada yang berubah dari Nai berkaitan dengan kebiasaan belajarnya.
Biasanya, kalau di rumah, Nai rajin belajar tanpa disuruh. Dia akan rangkum pelajaran yang udah diajarin. Alasannya biar ngerti. Kalaupun ada yang sulit, dia akan bertanya ke Chi. Tapi, akhir-akhir ini, Nai terlihat agak susah diminta belajar. Kalau diajak belajar selalu ditunda-tunda. Menjelang tidur baru minta belajar. Kalau udah mengantuk, jelas aja udah gak konsen dan agak rewel. Kalau ditegur pelan aja, suka menangis. Kalaupun belajar sebelum mengantuk, suka terdengar keluhan-keluhan kecil. "Susah banget, sih!" "Gak bisa, Ima!" Kalau Chi tanya, suka jadi nangis. Padahal dulu dia gak begitu. Pasti ada sesuatu, cuma dia gak mau terus terang. Untungnya, nilai-nilainya maish tetap bagus, padahal dia kelihatan sering mengeluh akhir-akhir ini.
Ketika UTS pun begitu. Semangat belajarnya terlihat sangat menurun. Ditanya malah nangis. Sampe ketika, hatinya lagi senang, Chi mulai bertanya. Awalnya, dia gak mau jawab. Setelah Chi terka-terka, baru keluar curhatannya.
Nai: "Ima takut gak dapet 100 nilai-nilai ulangannya."
Bunda: "Memang Bunda selalu mewajibkan Adek dapet 100?"
Nai: "Enggak, sih."
Bunda: "Trus, kenapa Adek takut?"
Nai: "Karena Ima pengen ranking 1, Bunda."
Bunda: "Hmm... Istimewanya ranking 1 apa? Rasanya Bunda juga gak pernah mewajibkan Adek ranking 1, deh. Tentu aja Bunda senang kalau Adek ranking 1. Tapi, yang utamanya Bunda lihat itu, kan, usaha. Udah pada semangat belum belajarnya?"
Nai: "Iya, siiihh. Tapi..."
Bunda: "Tapi....??"
Nai: "Kalau Ima ranking 1, kan, bisa minta hadiah yang Ima mau."
Bunda: "Adek masih pengen jalan-jalan, ya?"
Nai: "Iya.."
Chi paham sekarang kenapa Nai kepengen ranking 1. Nai udah pengen banget jalan-jalan ke Kidzania, Chipmunk, atau tempat bermain anak lainnya. Sejak kakeknya sakit, kami memang nyaris gak pernah jalan-jalan. Setiap wiken selalu menginap di rumah kakek-nenek anak-anak. Dan, gak kemana-mana. Cuma bermain di rumah kakek-nenek. Chi juga sempat memposting tentang keinginan Nai jalan-jalan di postingan "Keke Lagi Puber, Nai yang Sedih"
Setiap kali Nai minta jalan-jalan, kami selalu minta pengertiannya dengan kondisi saat ini yang gak memungkinkan untuk jalan-jalan seharian penuh, apalagi sampe ke luar kota. Tapi, namanya juga anak usia 8 tahun, tetap aja terus meminta kalau keinginannya untuk jelan-jalan keluar lagi. Dan, dia berkesimpulan sendiri, mungkin kalau bisa ranking 1, keinginannya untuk jalan-jalan terpenuhi. Yang terjadi adalah dia memforsir dirinya sendiri untuk belajar dengan keras. Hasilnya, dia jadi agak murung. Jadi gampang sedih kalau diminta belajar dan kelihatan gak enjoy belajarnya. Karena dia ketakutan kalau nilainya gak 100 semua, gak mungkin ranking 1. Artinya, gak ada jalan-jalan. Tapi, karena terlalu memforsir dirinya, Nai jadi stress sendiri. Kalau udah stress, belajar pun jadi kelihatan sulit.
Waktu ulang tahun pernikahan, bulan Februari lalu, kami sempat jalan-jalan sebentar. Tapi, cuma makan-makan aja. Sedangkan, Nai inginnya main ke playpark juga. 1 minggu lalu, sempet ngajak Nai wisata kuliner di Food Truck Festival, Serpong. Dia kelihatan senang, tapi juga belum terlalu puas kelihatannya karena Keke gak ikut. Jadi, gak ada teman bermain. Chi yakin kalau ada Keke pasti keduanya susah diajak pulang.
Setelah diskusi lagi sama K'Aie, kami sepakat hari Sabtu lalu mengajak Nai jalan-jalan lagi ke tempat bermain yang dia mau di salah satu mall. Chi minta Keke kali ini ikut. Alhamdulillah, Keke mau. Chi juga ajak sepupu anak-anak yang seumuran Nai. Biar Nai makin senang. Alhamdulillah, Nai kelihatan seneng banget. Tertawa terus selama bermain.
Ketika ambil rapor, wali kelasnya juga bilang kalau akhir-akhir ini Nai lebih kalem lagi. Kalau jam istirahat, seperti kebanyakan anak-anak lainnya pada bermain, akhir-akhir ini Nai lebih banyak berada di kelas. Sebetulnya, setiap kali istirahat, Nai gak selalu bermain ke luar. Dia sering bawa buku cerita ke sekolah. Kalau lagi bawa buku cerita dia memilih membaca buku saat beristirahat daripada bermain (catatan: di sekolah anak-anak diperbolehkan bawa buku dan permainan tradisional dari rumah). Tapi, akhir-akhir beda, wali kelas beberapa kali melihat Nai gak istirahat karena memilih belajar. Iya, dia belajar! Malah pernah satu hari pas lagi ulangan akidah, Nai menangis dan sempat bikin teman-teman juga wali kelasnya bingung. Gak taunya, dia gak bisa jawab pertanyaan di soal ulangan itu. Tapi, yang dia gak bisa jawab itu cuma 1 soal. Selebihnya dia bisa menjawab.
Mungkin ada yang berpikir kenapa, sih, Chi itu kelihatan ribet banget melihat anak senang belajar. Bukannya malah bersyukur. Sementara banyak orang tua di luar sana yang mungkin justru pusing karena anaknya susah belajar.
Buat Chi, yang namanya belajar itu harus menyenangkan baik itu suasana maupun hati. Tentu aja Chi sangat bersyukur punya anak yang rajin belajar tanpa harus dipaksa. Tapi, kalau rajin belajar dengan cara memforsir sehingga bikin stress diri sendiri, berarti ada yang salah dengan kegiatan belajarnya. Entah dari gaya belajar atau bisa juga tujuan dia belajar. Belajar itu harus enjoy. Chi gak mau lihat Nai akhir-akhir ini jadi suka mengeluh, menggerutu, gampang menangis ketika belajar. Kelihatan banget gak bahagia. Kalau udah begini menghadapi anak yang terlalu memforsir dirinya dan yang malas-malasan belajar akan sama bermasalahnya. Sesuatu yang harus diselesaikan.
Kalau di rumah, sebagai orang tua, Chi dan K'Aie bekerja sama. Tapi, di sekolah tentunya harus bekerja sama dengan guru, khususnya wali kelas. Kami sepakat untuk selalu mengamati Nai. Mengingatkan Nai kalau dia udah kelihatan memaksakan diri dan mulai mencari tahu penyebabnya, serta melakukan pendekatan personal kepada Nai.
Tadi siang...
Nai: "Bun, tadi pas istirahat, Ima gak main."
Bunda: "Kenapa?"
Nai: "Ima belajar."
Bunda: "Belajarnya karena terpaksa gak, nih?"
Nai: "Ya, enggak lah. Emang pengen aja. Ada yang Ima gak ngerti hehe."
Huuuff! Mulai lagi, nih? Tapi, memang Chi juga gak bisa secara keras melarang dia untuk tidak belajar. Bisa-bisa semangat belajarnya malah hilang. Ribet juga nantinya. Yang Chi harus lakukan sekarang adalah membaca bahasa tubuhnya. Ketika tadi siang Nai bilang memilih belajar daripada istirahat, Chi lihat bahasa tubuh Nai santai. Dan, ketika pulang juga Nai masih bermain dengan sahabat-sahabatnya. Jadiii... untuk sementara gak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia memang hanya sekedar ingin belajar. Kalau terlihat tertekan lagi, berarti sepertinya Nai butuh piknik (lagi) :D
Hari Senin lalu, Chi ambil rapor bayangan Keke dan Nai. Sebetulnya rapotannya itu hari Kamis lalu, tapi kami dari pagi udah berangkat ke rumah kakek-nenek Keke dan Nai. Jadi, ambil rapornya menyusul aja. Dan, minggu kemaren mereka long weekend selama 4 hari, deh.
Melihat deretan nilai akademis Nai yang bertabur angka 9-atas (95 ke atas), tentu aja Chi merasa senang. Apalagi nilai UTSnya hampir semuanya bernilai 99. Bikin guru dan banyak temannya gregetan dengan nilai-nilainya yang nanggung. Malah kata wali kelasnya, justru teman-temannya yang pada heboh kenapa gak dijadiin 100 aja. Abis tanggung dapet 99. Sementara, Nai tetep kalem hihihihi.
"Bagaimana dengan kegiatan belajar Nai di sekolah, Bu?"
Ketika Chi bertanya seperti itu, bukan karena Chi lebih mementingkan nilai akademis ketimbang attitude, lho. Alhamdulillah, menurut wali kelas, attitude Nai juga masih menyenangkan. Anaknya manis sekali, gak pernah menyusahkan. Tapi, Chi bertanya seperti itu karena akhir-akhir ini melihat ada yang berubah dari Nai berkaitan dengan kebiasaan belajarnya.
Biasanya, kalau di rumah, Nai rajin belajar tanpa disuruh. Dia akan rangkum pelajaran yang udah diajarin. Alasannya biar ngerti. Kalaupun ada yang sulit, dia akan bertanya ke Chi. Tapi, akhir-akhir ini, Nai terlihat agak susah diminta belajar. Kalau diajak belajar selalu ditunda-tunda. Menjelang tidur baru minta belajar. Kalau udah mengantuk, jelas aja udah gak konsen dan agak rewel. Kalau ditegur pelan aja, suka menangis. Kalaupun belajar sebelum mengantuk, suka terdengar keluhan-keluhan kecil. "Susah banget, sih!" "Gak bisa, Ima!" Kalau Chi tanya, suka jadi nangis. Padahal dulu dia gak begitu. Pasti ada sesuatu, cuma dia gak mau terus terang. Untungnya, nilai-nilainya maish tetap bagus, padahal dia kelihatan sering mengeluh akhir-akhir ini.
Ketika UTS pun begitu. Semangat belajarnya terlihat sangat menurun. Ditanya malah nangis. Sampe ketika, hatinya lagi senang, Chi mulai bertanya. Awalnya, dia gak mau jawab. Setelah Chi terka-terka, baru keluar curhatannya.
Nai: "Ima takut gak dapet 100 nilai-nilai ulangannya."
Bunda: "Memang Bunda selalu mewajibkan Adek dapet 100?"
Nai: "Enggak, sih."
Bunda: "Trus, kenapa Adek takut?"
Nai: "Karena Ima pengen ranking 1, Bunda."
Bunda: "Hmm... Istimewanya ranking 1 apa? Rasanya Bunda juga gak pernah mewajibkan Adek ranking 1, deh. Tentu aja Bunda senang kalau Adek ranking 1. Tapi, yang utamanya Bunda lihat itu, kan, usaha. Udah pada semangat belum belajarnya?"
Nai: "Iya, siiihh. Tapi..."
Bunda: "Tapi....??"
Nai: "Kalau Ima ranking 1, kan, bisa minta hadiah yang Ima mau."
Bunda: "Adek masih pengen jalan-jalan, ya?"
Nai: "Iya.."
Chi paham sekarang kenapa Nai kepengen ranking 1. Nai udah pengen banget jalan-jalan ke Kidzania, Chipmunk, atau tempat bermain anak lainnya. Sejak kakeknya sakit, kami memang nyaris gak pernah jalan-jalan. Setiap wiken selalu menginap di rumah kakek-nenek anak-anak. Dan, gak kemana-mana. Cuma bermain di rumah kakek-nenek. Chi juga sempat memposting tentang keinginan Nai jalan-jalan di postingan "Keke Lagi Puber, Nai yang Sedih"
Setiap kali Nai minta jalan-jalan, kami selalu minta pengertiannya dengan kondisi saat ini yang gak memungkinkan untuk jalan-jalan seharian penuh, apalagi sampe ke luar kota. Tapi, namanya juga anak usia 8 tahun, tetap aja terus meminta kalau keinginannya untuk jelan-jalan keluar lagi. Dan, dia berkesimpulan sendiri, mungkin kalau bisa ranking 1, keinginannya untuk jalan-jalan terpenuhi. Yang terjadi adalah dia memforsir dirinya sendiri untuk belajar dengan keras. Hasilnya, dia jadi agak murung. Jadi gampang sedih kalau diminta belajar dan kelihatan gak enjoy belajarnya. Karena dia ketakutan kalau nilainya gak 100 semua, gak mungkin ranking 1. Artinya, gak ada jalan-jalan. Tapi, karena terlalu memforsir dirinya, Nai jadi stress sendiri. Kalau udah stress, belajar pun jadi kelihatan sulit.
Waktu ulang tahun pernikahan, bulan Februari lalu, kami sempat jalan-jalan sebentar. Tapi, cuma makan-makan aja. Sedangkan, Nai inginnya main ke playpark juga. 1 minggu lalu, sempet ngajak Nai wisata kuliner di Food Truck Festival, Serpong. Dia kelihatan senang, tapi juga belum terlalu puas kelihatannya karena Keke gak ikut. Jadi, gak ada teman bermain. Chi yakin kalau ada Keke pasti keduanya susah diajak pulang.
Setelah diskusi lagi sama K'Aie, kami sepakat hari Sabtu lalu mengajak Nai jalan-jalan lagi ke tempat bermain yang dia mau di salah satu mall. Chi minta Keke kali ini ikut. Alhamdulillah, Keke mau. Chi juga ajak sepupu anak-anak yang seumuran Nai. Biar Nai makin senang. Alhamdulillah, Nai kelihatan seneng banget. Tertawa terus selama bermain.
Ketika ambil rapor, wali kelasnya juga bilang kalau akhir-akhir ini Nai lebih kalem lagi. Kalau jam istirahat, seperti kebanyakan anak-anak lainnya pada bermain, akhir-akhir ini Nai lebih banyak berada di kelas. Sebetulnya, setiap kali istirahat, Nai gak selalu bermain ke luar. Dia sering bawa buku cerita ke sekolah. Kalau lagi bawa buku cerita dia memilih membaca buku saat beristirahat daripada bermain (catatan: di sekolah anak-anak diperbolehkan bawa buku dan permainan tradisional dari rumah). Tapi, akhir-akhir beda, wali kelas beberapa kali melihat Nai gak istirahat karena memilih belajar. Iya, dia belajar! Malah pernah satu hari pas lagi ulangan akidah, Nai menangis dan sempat bikin teman-teman juga wali kelasnya bingung. Gak taunya, dia gak bisa jawab pertanyaan di soal ulangan itu. Tapi, yang dia gak bisa jawab itu cuma 1 soal. Selebihnya dia bisa menjawab.
Mungkin ada yang berpikir kenapa, sih, Chi itu kelihatan ribet banget melihat anak senang belajar. Bukannya malah bersyukur. Sementara banyak orang tua di luar sana yang mungkin justru pusing karena anaknya susah belajar.
Buat Chi, yang namanya belajar itu harus menyenangkan baik itu suasana maupun hati. Tentu aja Chi sangat bersyukur punya anak yang rajin belajar tanpa harus dipaksa. Tapi, kalau rajin belajar dengan cara memforsir sehingga bikin stress diri sendiri, berarti ada yang salah dengan kegiatan belajarnya. Entah dari gaya belajar atau bisa juga tujuan dia belajar. Belajar itu harus enjoy. Chi gak mau lihat Nai akhir-akhir ini jadi suka mengeluh, menggerutu, gampang menangis ketika belajar. Kelihatan banget gak bahagia. Kalau udah begini menghadapi anak yang terlalu memforsir dirinya dan yang malas-malasan belajar akan sama bermasalahnya. Sesuatu yang harus diselesaikan.
Kalau di rumah, sebagai orang tua, Chi dan K'Aie bekerja sama. Tapi, di sekolah tentunya harus bekerja sama dengan guru, khususnya wali kelas. Kami sepakat untuk selalu mengamati Nai. Mengingatkan Nai kalau dia udah kelihatan memaksakan diri dan mulai mencari tahu penyebabnya, serta melakukan pendekatan personal kepada Nai.
Tadi siang...
Nai: "Bun, tadi pas istirahat, Ima gak main."
Bunda: "Kenapa?"
Nai: "Ima belajar."
Bunda: "Belajarnya karena terpaksa gak, nih?"
Nai: "Ya, enggak lah. Emang pengen aja. Ada yang Ima gak ngerti hehe."
Huuuff! Mulai lagi, nih? Tapi, memang Chi juga gak bisa secara keras melarang dia untuk tidak belajar. Bisa-bisa semangat belajarnya malah hilang. Ribet juga nantinya. Yang Chi harus lakukan sekarang adalah membaca bahasa tubuhnya. Ketika tadi siang Nai bilang memilih belajar daripada istirahat, Chi lihat bahasa tubuh Nai santai. Dan, ketika pulang juga Nai masih bermain dengan sahabat-sahabatnya. Jadiii... untuk sementara gak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia memang hanya sekedar ingin belajar. Kalau terlihat tertekan lagi, berarti sepertinya Nai butuh piknik (lagi) :D
32 Comments
Bagus dong mak, Nai mau belajar atas keinginnan sendiri...tapi kasian juga ya kalo dia jadi stres dan ga rileks bermain
ReplyDeleteiya, sebaiknya jangan sampe stress
DeleteDi bimbel saya juga saya lihat banyak anak yang sudah nggak minat belajar karena mungkin kebanyakan belajar kali ya. Makanya kadang saya buat selingan atau becanda2 ringan tapi nggak banyak.
ReplyDeletekebanyakan dan kecapean, Mak :)
Deletehahahahaha...nggak hanya kita yg butuh piknik ternyata anak seusia nai juga butuh piknik ya...ditunjukkan dengan gerakan tubuh saja sudah tau kita :)
ReplyDeletekarena piknik itu asik hihihi
DeleteSekarang memang banyak sekolah sekolah yang juga menyelenggarakan BIMBEL. Di Pontianak sendiri fenomena sekolah juga menyelenggarakan bimbel sedang Booming
ReplyDeleteanak saya gak ada yang ikut BIMBEL. Dan, sekolahnya gak menyelenggarakan bimbel. Jadi, Nai terlalu giat belajar memang karena dari dirinya sendiri. Karena ada yang ingin dia tuju.
Deleteadikku begini nih pas kuliah (sekarang udah kerja). karena dia beban lolos spmb di tapi terus ternyata temennya pada pinter-pinter dan dia ngerasa so-so. jadi dia belajar terus baca buku banyak banget sampai badannya tinggal 36 kg! dari 45 kg! sampai makan aja dianter dan disuapin ibuku di kamarnya. emang pusing ya kalau anak malah terlalu suka belajar :D
ReplyDeletepokoknya yang sreba terlalu memang gak bagus :)
Deletebukan cuma Nai yg pengen jln2, tapi Bundanya juga.... hehehe...
ReplyDeletekalo Farras, skrg ini lagi seneng banget maen mak, kalo diajak bljr, susah..... :)
pastinya, saya juga pengen jalan-jalan hehehe
Deletekelihatannya memang ada masanya, ya :)
wow si Rafi malah harus diomelin untuk belajar, anak-anak memang berbeda satu sama lainnya :)
ReplyDeleteiya, tiap anak bisa berbeda-beda :)
Deletesamaaan nai nih..butuh jalan2 juga ...
ReplyDeletewah Nai heubat ya kepengen ranking 1...samaan ya bun..saya juga ga wajibin anak2 ranking 1.
kita jalan-jalan bareng, yaaa :D
DeletePiknik? Mau banget tuh.
ReplyDeletesaya juga mau hihihi
Deletekalau gitu sering-sering minta piknik ke bunda ya Nay :) bunda juga seneng pasti deh
ReplyDeleteTante juga butuh piknik Nai *_*
ReplyDeleteWah.....Nai rajin sekali! Klo kasusnya Nai sih malah seneng mbak...klo harus selalu mengingatkan untuk belajar....itu yang sering bikin pusying mb:-)
ReplyDeletebuat saya yang namanya terlalu itu kurang baik, Mbak. Punya anak yang rajin belajar emmang menyenangkan. Tapi, kalau terlalu rajin, kasihan anaknya.
DeleteNilai akademisnya memang masih bagus. Tapi, buat apa kalau harus dibayar dengan sikapnya yang jaid mudah menangis, menggerutu, dan senyumnya sering hilang. Apalagi Nai masih anak-anak. Kasihan kalau masih anak sudah mengalami stress :)
Nai rajin banget mbak. Anak-anakku belajar kalo mau ada ulangan saja, itu juga rada males2an, sampe gemes liatnya. Suka takjub juga sih kadang2 kalo belajarnya cuma sebentar saja, kadang sambil setel lagu. Tiap anak memang beda gaya belajarnya, ya.
ReplyDeleteiya, tiap anak gaya belajarnya beda-beda :)
DeleteBelajar itu harus happy ya mbak. tapi kalau ngomongin tentang piknik, tante juga kayanya lagi butuh piknik nih nai :D
ReplyDeleteya, harus happy biar senang belajarnya :)
DeleteUwaa keren banget semangat belajarnya Nai... Dulu aku gak segitunya pas masih SD. xD
ReplyDeletedulu memang hilda bagaimana? hehe
Deletesetuju Mak, belajar itu harusnya jdi proses yang mehyenangkan untuk anak, bukan beban, walau tetap saja ada terget. Tapi kalau udah membuat anak jadi tertekan dan tidak bahagia, harus ditinjau ulang. Tapi Naikeren deh, angka-angka itu loh...:)
ReplyDeletekalau tertekan malah gak baik untuk perkembangnnya :)
DeletePinter atuh nai mah ya.... G usah disuruh langsung belajar. "
ReplyDeleteMoga rangking yaaaa nai...dan ...jalan2 piknik lagi :D
iya, tapi saya pengennya dia jangan smape tertekan :)
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^