Menentang UN

By Keke Naima - April 15, 2013

Sebelumnya Chi minta maaf dulu karena akhir-akhir ini jarang sekali bw dan balas komen yang masuk di beberapa postingan ke2nai karena ada sedikit kegiatan (sok sibuk :p) dan disaat bersamaan MacBook tercintah yang setia menemani ikutan rusak. Gantian pc sama Keke? Seringkali alot negosiasinya. Hehe. Lagian pc gak bisa dipake sampe malem, listriknya gak kuat. Padahal Chi biasanya ngalong :D Terima kasih banyak buat teman-teman yang masih sering berkunjung, ya :)

Sekarang udah mulai bs bw lagi, jadi tunggu kunjungan Chi. Halah *minta ditimpuk :p Masuk ke topik utama, ah :)

1 minggu lalu, tepatnya Sabtu 6 April 2013, sekolah Keke dan Nai mengadakan seminar Parenting tentang pendidikan karakter. Pembicaranya adalah Prof. Dr. Arief Rachman, Mpd.
Banyak hal-hal menarik dan penting yang disampaikan oleh pak Arief, tapi kali ini Chi mau bahas tentang UN dulu. Karena lagi pada UN, kan?

Pada sesi tanya-jawab, ada salah seorang ibu yang bertanya tentang masalah UN. Dimana dalam pendidikan karakter, yang paling utama itu seharusnya pendidikan spiritual. Dengan adanya UN, pendidikan akal jadi lebih diutamakan, sehingga akhirnya menciptakan momok yang menakutkan bagi banyak pihak. Orang tua, para pendidik, dan terutama murid semuanya stress.

Jangan menentang UN! Itu jawaban pak Arief. Pendidikan di negeri kita yang lebih mementingkan akal, itu memang betul dan bikin miris. Tapi setuju atau tidak, UN adalah peraturan pemerintah yang harus dipatuhi. Menentang UN hanya membuat siswa rugi.

Lalu, bagaimana menyiasati masalah UN dan beban pelajaran lainnya supaya siswa tidak stress? Tugasnya sekolah dan orang tua untuk melakukan kreativitas terhadap metode belajar. Buat para siswa mengerti pelajarannya dengan cara menyenangkan.

Nah! Bukan Chi bermaksud untuk merasa benar, tapi apa yang disampaikan pak Arief itu sangat Chi setujui. Selama ini Chi dan K'Aie terus mencari metode belajar yang tepat untuk Keke dan Nai. Juga berusaha 'menyajikannya' dengan cara yang menyenangkan. Sambil disisipi juga pendidikan spiritual lainnya. Jadi kalo pemerintah membebani para siswa dengan pendidikan akal, kita para pendidik dan orang tua harus bisa menambahkan supaya pendidikan spiritual tetep yang utama.

Bukan hal yang mudah untuk membuat pelajaran jadi terasa menyenangkan. Ibaratnya kita diberi banyak bahan makanan yang semuanya harus dimakan oleh anak, sementara anak kita itu picky eater. Tugas kita sebagai orang tua atau para pendidik (lebih bagus, sih, dua-duanya) untuk meramu semua bahan makanan tersebut sedemikian rupa hingga anak mau makan dengan lahap tanpa paksaan.

Chi bersyukur, Keke dan Nai bersekolah di sekolah yang metode belajarnya menyenangkan buat mereka. Guru-gurunya pun terbuka untuk diajak diskusi kapanpun oleh orang tua. Tapi cara nge-check yang paling efektif itu lewat Keke dan Nai. Chi dan K'Aie selalu tanya ke mereka, gimana di sekolah? Pelajarannya sulit gak?

Chi pikir kalo mereka terlihat lesu ketika bercerita tentang sekolah itu artinya ada yang gak nyaman di sekolah. Alhamdulillah sejauh ini sih belum. Kalopun mereka ada sesekali cerita pelajarannya lagi sulit, Chi lihat dulu kesulitannya karena apa?

Yup, seperti yang Chi tulis diatas kalo ini jadi tugasnya orang tua dan para pendidik untuk meramu edukasi menjadi menyenangkan. Mungkin istilahnya bisa diganti jadi edutainment, ya. Tapi buat Chi yang paling penting itu orang tua yang pegang peranan. Karena di sekolah itu kan terdiri dari berbagai macam karakter anak dengan berbagai masalahnya. Chi sih ngerasain aja, punya anak 2 dengan karakter yang berbeda, rasanya udah pusing. Bayangkan kalo guru harus memahami beberapa puluh murid karakter murid yang harus dididik. Kayak apa, ya, pusingnya? :)

Jadi gimana, masih mau menentang UN? Kalau Chi dan K'Aie, sih enggak, ah. Ikutin aja apa kata pemerintah (walopun dalam hati kurang sreg). Nanti apapun kekurangannya, biar jadi tugas kami dibantu dengan para pendidik untuk meramunya menjadi enak.

Lagian daripada terus mengeluh dan ngedumel dengan apa yang diputuskan pemerintah, mendingan melakukan aksi supaya Keke dan Nai gak terbebani belajarnya.Jangan sampai kita terlalu sibuk menentang UN, tapi kita sendiri lupa untuk mendidik anak kita. Malah bikin si anak jadi tambah stress. Padahal kunci utama justru orang tualah yang pegang peranan dalam hal pendidikan :)

Semoga langkah yang kami ambil ini tidak salah. Aamiin :)

Keke dan Nai lagi bikin GA nih. Ikutan, ya! Silakan klik "1st Giveaway : Jalan-Jalan Seru untuk Keke dan Nai"
atau
Mau ikutan menulis buku bareng-bareng? Silakan klik "Buku Kumpulan Cerita Parenting

  • Share:

You Might Also Like

34 comments

  1. Wah, sepakat sekali mbak Myra. Saya juga hbs menulis tentang UN. Dan sedang menunggu bewenya mbak Myra nih. hehehehe...

    http://bundalahfy.blogspot.com/2013/04/menghadapi-ujian-nasional.html

    Tulisan itu sekalian buat komen buat postingan mbak Myra ini aah... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. sy udah bewe ke sana dan setuju. Selamat UN untuk Astri semoga nilainya bagus2 ya, Mbak :)

      Delete
  2. UN adalah sebuah wacana bagi pemerintah untuk mengevaluasi hasil kinerja para pendidik dan murid atas kurikulum yang diberikan pemerintah.

    Kenyataannya, masing-masing sekolah memiliki sarana dan prasarana yang berbeda, tapi diberikan ujian yang sama! adilkah?

    Sekolah pemerintah saja, dari pemerintah...tapi kenapa sarana dan prasarananya tidak di standarkan?

    Kembali ke masing-masing murid dan orang tuanya, untuk lebih berkreatif menyiasati hal tersebut.

    Chi, ini yang masih menjadi pertanyaanku, kegamanganku *kenapa pemerintah tidak menyamakan sarana dan prasarana tiap sekolah, dan UAN yang diberikan sama.

    Tiap ada UAN aku nyesek, nangis dan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. kl mslh knp tdk ada kesetaraan, mnrt sy itu domain pemerintah, Mak. Sy sih cuma berpikir kita belajar aja yg terbaik yg udah para pendidik ajarkan. Dan sy sih selalu berpikir kalo memang bener di daerah byk terjadi ketimpangan, tp buktinya selalu aja ada anak2 yg berhasil dan berprestasi. Nah enak juga tuh belajar dr keberhasilan mereka :)

      Delete
  3. Hmmm... UN memang sering jadi dilemma...

    ReplyDelete
  4. Arief Rachman tu yang diriin labschool kah?
    UN emang banyak kurangnya, tapi ya gimana, hihihi
    Gak tau ah, no komen :P

    ReplyDelete
    Replies
    1. mantan kepsek labschool setau saya

      tapi maus gak mau tetep hrs ikut kan? :D

      Delete
  5. kebetulan banget 2 anak saya tahun ini akan ber-UN ria. Satu masuk SMA/SMK yg satu lagi masuk SMP. Dari dua anak itu aja, ada 2 karakter yg beda jauhhhh banget. Yg satu dengan mudah mengikuti pelajaran, nah yg satunya lagi asyik dengan kreasi dan kegiatan2 non formal sekolahan seperti sibuk mau buat Buku Tahunan Siswa dll. Balik ke UN, tahun ini stressnya agak kurang karena faktor kelulusan bukan mutlak dari hasil UN koq... so mari kita songsong UN... piss mbak

    ReplyDelete
    Replies
    1. setuju Pak. Terlepas dr segala carut-marutnya segala persiapa UN, yg penting dr kitanya siapa aja dulu. Gak usah ikutan carut-marut juga :)

      Delete
  6. Harusnya bisa disikapi dgn lebih santai ya Chi... Bener juga, kalo stress apa pelajarannya bs masuk..?

    Walau tetep sih aku berharap ke depannya UN mgkn bs ditinjau ulang :-D
    Hihihi...

    Sukses buat kakak2 yg sedang UN :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Santai tapi serius

      Setuju, Mbak. Semoga persiapan UN ke depannya lebih baik, ya

      Delete
  7. adekkku juga lagi un smp mau ke sma juga lagi galau

    hihihi'

    semangat aja..

    ReplyDelete
  8. UN memang menjadi momok yang menakutkan ya buat para siswa tingkat akhir.. sampe bisa stress loh, saking nervousnya mengira2 soal apa yang bakalan keluar dan bisa atau ga-nya mereka menjawab..

    moga anak2 kita nanti, bisa menghadapi UN dengan lancar dan ga terbebani yaa..:))

    ReplyDelete
    Replies
    1. aamiin, semoga anak2 kita nanti bs lebih santai menyikapinya, ya :)

      Delete
  9. kayaknya better pendidikan jaman kita kecil dulu ya, dgn buku ini budi dan Wati itu..., sekarang beban anak2 berat sekali.

    ReplyDelete
  10. Tak perlu di tentang. :) Apapun keputusan pemerintah perihal ketentuan UN, lebih baik dijalani saja. Pastinya pemerintah sudah sangat bekerja keras dalam menyusun hal2 ttg pendidikan (UN), kan, ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ikutan aja, tp kita juga hrs punya persiapan :)

      Delete
  11. masalahnya, meskipun kita gak setuju dengan UN, tapi kita gak berkutik....
    iya kan...

    stress sendiri lihat pendidikan kita ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. gak berkutik, tp kl bs jgn sp stress. Kasian nanti anak kl anak2nay jd tambah berat bebannya :)

      Delete
  12. di takuti tapi tetap saja sangat penting, karena itu adaaturannya ya kan mbak...sukses selalu pokoknya

    ReplyDelete
  13. nikmati saja menjadi rakyat mbak Mira, seperti halnya saya menikmati paving bolong di depan rumah saya hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. menikmati tapi jgn sp apsrah dan gak berbuat apa loh, Uncle :)

      Delete
  14. Seperti halnya mbak Niken saya juga baru bikin posting tentang share menemani Devon menghadapi UN, sekaligus menegaskan peran dan tugas ortu atas anaknya

    http://mediaindara.blogspot.com/2013/04/kekuatan-doa-ibu.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup tugas org tua menyuport anak2nya. Kl ada kacau balau ttg mslh UN itu bukan kesalahan org tua dan siswa :)

      Delete
  15. Iya, sepertinya UN jadi beban para pelajar dan kadang2 hasilnya tidak sesuai dengan kemampuan. Ada yg pinter tapi nilainya jelek begitu juga sebaliknya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kadang faktor luck juga ada, ya. atau sikon juga mempengaruhi :)

      Delete
  16. Orang tua memegang peranan penting dlm hal metode belajar anak yg cocok. Ada anak yg metode belajarnya audio,ada yg visual, ada yg kinestetik. Disini org tua hrs jeli utk bisa melihat tipe/gaya belajar anak yg bisa diterima oleh anak, sehingga belajar utk anak bukan paksaan, tapi kegiatan yg menyenangkan. Sehingga ketika anak hendak mengikuti UN, itu bukan lagi menjadi momok, karena anak sudah dipersiapkan utk menhadapai UN. Betul memang, jangan menentang UN, tapi persiapkan diri utk menghadapi UN, tugas org tua utk bisa mempersiapkan anak degn baik dlm menghadapi UN. Dan yg tak kalah penting, Jangan Menyontek.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul mbak. Org tua harus terus mencari dan mencari

      Delete
  17. Jalan alternatif ya, Chi :)
    Sistem UN emang bikin stres, sih :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. tp jgn sampe anaknya jd tambah stress, Mak :)

      Delete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^