Setuju Gak Wisuda untuk TK hingga SMA?

Setuju gak wisuda untuk TK hingga SMA? Bahasan tentang wisuda di 4 jenjang ini selalu jadi bahasan panas di akhir tahun ajaran. Sepertinya akan terus jadi perdebatan yang gak berujung.

pro kontra wisuda TK hingga SMA

Perdebatan semakin ramai karena di medsos siapapun bebas beropini. Tapi, malah terkadang jadi bola liar. Ya, menjadi ramai karena masing-masing punya sudut pandang. Sayangnya jadi terlihat seperti menyamakan kondisi di manapun sama. Padahal belum tentu, lho.

Alasan Chi berpendapat seperti itu, karena secara pribadi setuju aja dengan wisuda. Tetapi, tentu ada beberapa catatan. Dan, berdasarkan pengalaman mengikuti wisuda dari TK hingga SMA, semua punya aturan berbeda. Ceritanya pun berbeda. Bahkan, ketika Keke lulus SMA, dia termasuk segelintir siswa yang menolak ikut wisuda, lho. 


Kemendikbudristek: Wisuda TK-SMA Tidak Boleh Jadi Kegiatan Wajib


wisuda di sekolah negeri
Nai saat wisuda PAUD. Sempat nangis karena maunya naik panggung ditemenin Bunda. Jadilah Chi satu-satunya orang tua yang naik ke panggung hehehe.


Oke, kita berangkat dari pendapat Kemedikbudristek dulu, ya. Apalagi Chi lihat, banyak netizen yang meminta Mendikbudristek, Nadiem Makarim, untuk melakukan pelarangan terhadap kegiatan ini.
 
Kemendikbudristek memang tidak membuat larangan terhadap kegiatan wisuda TK-SMA. Tetapi, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2016 tehtang Komite Sekolah, Pihak sekolah bersama komite sekolah harus mendiskusikan bersama orang tua murid untuk kegiatan sekolah.
 
Peraturan tersebut tidak hanya untuk wisuda, lho. Tetapi, juga untuk kegiatan lain, misalnya study tour. Karena beberapa orang tua pun ada yang menuntut dihapuskannya study tour. Alasannya sama seperti wisuda yaitu memberatkan biaya orang tua.
 
Nah, lebih jelas lagi dari aturan tersebut ada di Pasal 12. Intinya, Komite Sekolah DILARANG melakukan kegiatan yang mencederai integritas sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung.
 
Jadi, jelas kan ya kalau acara seperti wisuda dan study tour gak boleh ada paksaan. Tapiiii ... Ada 2 hal yang berbeda ketika anak-anak bersekolah di swasta dan negeri.

 

Sekolah Negeri di DKI Tidak Mengadakan Wisuda


pro kontra tk diwisuda
Wisuda Keke saat TK


Ah, masa' sih? Bukannya di SD ini, SMP itu, SMA sana mengadakan wisuda? Itu sekolah negeri, lho.

Iya, memang banyak sekolah negeri yang mengadakan wisuda. Termasuk, sekolah Keke dan Nai yang di negeri. Tapi, sebagai orangtua udah tau belum peraturan serta alasannya?

Keke dan Nai mulai sekolah negeri mulai SMP. Kemudian Keke lanjut ke SMAN, sedangkan Nai SMAnya di swasta. Sebelumnya Chi perjelas dulu kalau Keke dan Nai sekolah negerinya di Jakarta. Karena bisa aja, kan, setiap Disdik punya aturan berbeda.
 
Sampai tahun lalu, Disdik DKI Jakarta memberlakukan aturan sekolah DILARANG melakukan pungutan apapun terhadap siswa atau orang tua murid. Jangankan wisuda yang biaya bisa ratusan ribu hingga jutaan. Sekadar membuka uang kas yang cuma seribu atau dua ribu per minggu/bulan pun gak boleh. Kalau sampai terbukti sekolah melakukan punutan sanksi keras bakal diberlakukan, termasuk untuk kepala sekolahnya.
 
Tapi, selama anak-anak bersekolah di negeri, Chi gak pernah nanya aturan resminya. Pokoknya percaya aja ma penyampaian Kepsek kalau ada larangan pungutan apapun. Alhamdulillah, memang selama anak-anak sekolah di negeri, sekolah gak pernah melakukan pungutan. SPP pun gratis.
 
Setidaknya itu aturan sampai setahun yang lalu, ya. Sampai Keke lulus SMA. Chi udah gak ngikutin lagi tahun ini karena Nai, kan, sekolahnya kembali di swasta. Jadi gak tau, deh, tahun ini aturannya masih sama atau enggak. Sejak awal masuk SMPN/SMAN walas Keke dan Nai selalu menekankan tentang larangan pungutan. 


Bermasalah Gara-Gara Ada Pungutan

Pernah kejadian waktu Keke kelas 7, banyak orangtua murid yang menginginkan disediakan projektor. Katanya, supaya siswa gak nyatet di papan tulis terus. Karena bukan termasuk fasilitas sekolah, para orangtua pun sepakat untuk patungan.

Setelah terpasang, ternyata kelas lain banyak yang pengen ikutan. Satu per satu mulai pada pasang projektor di kelas masing-masing. Entah gimana ceritanya, ada yang mengadu ke Disdik. Mulai terjadi kehebohan dan masalah besar.

Semua orang tua kelas 7 diminta membuat surat pernyataan bermaterai yang isinya menyatakan projektor dibeli dengan sukarela tanpa melibatkan pihak sekolah. Mending kalau 1 kelas 1 surat. Ini per orang tua dan harus ditulis tangan. Kebayang gak, tuh, berapa ratus surat yang harus dikumpulin hehehe.

Tapi, Chi mending karena hanya diminta menulis surat pernyataan. Korlas, Komite Sekolah, dan pihak sekolah lebih ribet lagi. Salah satu orang tua cerita itu alasan dia gak mau lagi terlibat di komite. Karena pernah punya pengalaman kurang lebih sama ketika anaknya bersekolah di SD Negeri. Malah masalahnya hanya karena ada orang tua yang keberatan dengan uang kas Rp10 ribu sebulan. Tapi, ngadunya ke Disdik, urusannya pun jadi panjaaaang.

Sampai Keke lulus SMP, gak ketahuan siapa yang melapor ke Disdik. Yang menyedihkan dari peristiwa itu adalah terjadi kasak-kusuk. Su'udzon dengan beberapa orang tua. Sedih, lho. Kan, belum tau bener atau enggak. Malah jadinya ngeghibah dan bisa jadi fitnah. Hiks!


Aturan Disdik DKI dan Daerah Lain Mungkin Saja Berbeda

Keponakan Chi tahun ini lulus SMP. Bulan Februari atau Maret gitu, jalan-jalan ma sekolahnya ke Jogja. Katanya acara perpisahan. Tentu aja ada bayaran.

Selama Keke dan Nai bersekolah di negeri, gak ada jalan-jalan sekalipun yang dilakukan oleh sekolah. Padahal waktu mereka masih TK dan SD, satu tahun ajaran bisa 2x jalan-jalan. Ya itu balik lagi ke alasan karena gak boleh melakukan pungutan. Makanya, gak ada yang namanya jalan-jalan, study tour, atau apa pun namanya.

Waktu Keke mau lulus SMP memang ada acara perpisahannya di salah satu hotel di Bandung. Tapi, murni orang tua yang buat. Bahkan pihak sekolah gak ada satu pun yang ikut, termasuk walas. Jadi hanya siswa yang jalan-jalan, ditemani oleh korlas serta komite. Pihak sekolah, termasuk walas, gak ikut karena gak mau nanti jadi masalah panjang kayak kejadian projektor, uang kas, atau apapun.

Karena inisiatif orangtua, makanya bikinnya per kelas. Jadi, tiap kelas beda-beda acara perpisahannya.

Nah, beda sama keponakan Chi. Acara perpisahan jalan-jalan ke Jogja justru diselenggarakan oleh sekolah. Tentu guru-guru pun ikut jalan-jalan. Makanya, di awal Chi bilang bisa jadi aturan Disdik DKI dan daerah lain berbeda. Karena keponakan Chi ini sekolah negerinya juga bukan di Jakarta.

Sekolah negeri di DKI melakukan pelepasan, bukan wisuda. Acaranya di sekolah dan pakai seragam. Gak ada biaya sama sekali. Datang kayak ke sekolah aja.

Beda ma keponakan Chi yang sekolah negerinya bukan di DKI. Tetap ada wisuda di sekolah. Pakai baju formal, misalnya yang perempuan berkenaan dan dandan. Ada bayarannya juga. Nah, tapi Chi gak nanya ini acaranya murni dibuat orangtua atau ada sekolah juga terlibat.


Ketika Keke Menolak Ikut Wisuda SMA

Chi ceritain dulu tentang wisuda SMP, ya. Keke ikutan wisuda SMP. Acaranya diselenggarakan di salah satu hotel berbintang dan cukup mewah. Tapi, ya, sama kayak acara-acara lainnya. Semuanya diselenggarakan oleh orangtua. Sekolah gak sedikit pun ikut campur.

Lho, tapi wisuda kan ada semacam menyerahkan ijazah secara simbolis? Memanggil setiap siswa untuk naik ke panggung. Masa' orangtua yang melakukan?

Yang melakukan memang pihak sekolah yaitu Kepsek dan Walas. Guru-guru lain GAK ADA yang hadir. Tapi, pihak sekolah hanya sebagai undangan. Setelah proses wisuda selesai, dilanjutkan dengan pentas seni. Nah, di acara pensi ini tinggal siswa dan orangtua yang menikmati acara.

Saat Nai lulus SMP malah gak ada wisuda sama sekali. Karena masih pandemi. Jadi hanya pelepasan secara sederhana melalui zoom. 

[Silakan baca: Pengalaman Mengikuti Wisuda Virtual]
 
Memang sih ya saat pandemi semua sekolah melakukan wisuda via Zoom. Tapi, acara Nai bener-bener sederhana banget. Gak ada tuh pakai baju formal kayak mau ke pesta dan dandan. Hanya pakai seragam sekolah. Itu pun bawahannya tetap pakai baju tidur wkwkwkwk. Ya, kan, cuma duduk doang. Karena acaranya juga cuma dengerin sambutan dan pengumuman semuanya lulus. Gak disebutin namanya satu per satu. Jadi ya santai aja pakai bawahan baju tidur hehehe.

Keke menolak ikut wisuda SMA. Alasannya 3 tahun sekolah online karena pandemi. Udah gak ada keinginan diwisuda. 

Bagi kami, secara biaya juga termasuk berat. Karena masing-masing orangtua diminta patungan sekitar Rp4 juta-an. Memang rinciannya gak hanya untuk wisuda, tetapi sudah termasuk buku tahunan dan bimbel. Tetapi, tetap aja hitung-hitungannya bagi kami masih kemahalan. Apalagi pandemi baru juga mereda, tentu ada orang tua yang masih diterpa cobaan keuangan.

Tapi, kami menyerahkan semuanya kepada Keke. Bagi beberapa anak bisa jadi wisuda menjadi salah satu momen spesial. Apalagi dibarengi dengan prom night. Tentu kami gak ingin membuat Keke menjadi sedih kalau dilarang wisuda. Kami tetap mengizinkan.

Jadi, penolakan memang murni keinginan Keke. Alasannya seperti yang disebutkan sebelumnya. Keke juga menolak ikut bimbel yang diadakan komite sekolah. Karena sudah bimbel di luar sekolah.

Tentu aja terjadi drama. Semacam ada pemaksaan secara halus dari korlas dan komite. Ya, gak halus-halus banget sebetulnya karena Chi akhirnya kepancing debat di WAG. Padahal selama ini seringnya silent reader hehehe.

Ya udah karena merasa gak menemukan titik temu, Chi pun menelpon Wakepsek. Tentu sebelumnya berdiskusi dengan Walas dulu dan disarankan menghubungi Wakepsek. Pertanyaan kami simple aja, ijazah dan berkas penting lainnya akan dipersulit gak kalau menolak diwisuda?

Jawabannya tidak. Penjelasannya masih sama bahwa sekolah negeri di Jakarta memang dilarang keras melakukan pemungutan. Jadi, gak ada kewajiban siswa ikut wisuda. Apalagi sampai ada pemaksaan. Bukan sekolah pula yang bikin acara tersebut. Setelah dapat penjelasan tersebut, kami pun memutuskan gak mau ikutan patungan. Kalaupun sampai ada omongan ini itu di WAG, pura-pura gak lihat aja lah, ya. Kalau perlu keluar dari grup 😂😂.

Yang juga perlu di-highlight adalah ternyata masih banyak orang tua yang belum tau tentang hal ini. Gak mau nanya, tapi langsung berasumsi kalau sekolah yang mewajibkan sehingga orangtua terpaksa membayar. Ujung-ujungnya menyalahkan sekolah. Padahal berbagai kegiatan seperti itu, termasuk wisuda, murni urusan orang tua, lho.

Nah, saran Chi, coba tanyakan ke sekolah masing-masing tentang hal ini kalau sekolahnya di negeri. Jangan bikin asumsi sendiri. Apalagi langsung nyalahin sekolah. Lebih ribet lagi kalau langsung misuh-misuh di medsos. Kemudian menjadi viral dan menjadi bola liar.
 
Padahal sebetulnya bisa diselesaikan dulu secara internal. Apalagi seperti yang Wakepsek Keke bilang kalau setiap tahun selalu ada aja orangtua yang gak tau tentang larangan melakukan pungutan di sekolah negeri di DKI Jakarta. Tapi, bukannya nanya malah langsung nyalahin sekolah.

Kami pun sebetulnya udah tau aturan ini sejak anak-anak masuk negeri. Tapi, sengaja menelpon untuk memastikan peraturannya. Alhamdulillah, Keke tetap dapat ijazah dan berkas lain sesuai waktunya. Gak ditahan atau ditunda hanya karena dia menolak diwisuda.

Kalau begitu, kenapa gak sekalian dilarang aja? Kan, udah jelas pihak sekolah memang gak bisa melakukan pungutan.

Kalau dari penjelasan sekolah, banyak orang tua yang tetap ingin ada wisuda. Alasannya kurang afdol kalau hanya pelepasan. Anak-anak juga jadi gak punya momen perpisahan seru sama teman-temannya.

Akhirnya, diambil jalan tengah. Silakan bikin wisuda, tetapi jangan libatkan sekolah. Dan, jangan pula diwajibkan. Makanya, Keke pun tetap dibolehkan gak ikut wisuda. Semua berkas yang menjadi haknya tetap diberikan dengan lancar.
 
Nah, buat sekolah atau komite yang tetap ingin mengadakan wisuda, bijaklah menentukan biaya. JANGAN ADA PEMAKSAAN. Kan, bisa diukur rata-rata ekonomi keluarga di sekolah masing-masing. Kasih keringanan biaya bagi yang gak mampu.


Setiap Sekolah Swasta Punya Rincian Biaya yang Berbeda


pro kontra tk diwisuda

Berbeda dengan sekolah negeri, kalau di swasta tentu ada biayanya. Besar kecilnya relatif. Tergantung sekolah swasta mana yang dipilih. Tapi, biasanya ada uang pangkal dan SPP. Kalau uang daftar ulang dan lainnya kembali ke kebijakan sekolah masing-masing.


Perhatikan Rincian Pembiayaan di Sekolah Swasta

Waktu Keke dan Nai TK ada gak ada uang daftar ulang. Jadi, hanya membayar uang pangkal dan SPP plus biaya untuk pentas seni di akhir tahun. Kalau jalan-jalan, seingat Chi udah termasuk dalam kegiatan sekolah yang gak perlu bayar lagi.

Sebelum mulai tahun ajaran baru, Nai harus daftar ulang. Tentu aja ada biayanya sebesar Rp1.250.000,00. Naik sedikit dari tahun lalu. Nah, teman-teman suka perhatiin gak biaya daftar ulang yang dibayar mencakup apa aja?

Perinciannya bisa beda-beda di tiap sekolah, lho. Waktu Keke dan Nai SD juga ada biaya daftar ulang. Seingat Chi kisaran Rp3 juta-an. Jadi, setiap tahun kami menganggarkan biaya sekitar Rp7-8 juta untuk daftar ulang. 
 
Kalau dibandingkan dengan biaya daftar ulang Nai di SMA, malah lebih besar saat SD, ya. Malah itu biaya sekian tahun lalu. Sekarang mungkin bisa lebih besar lagi biayanya.

Tapi, biaya daftar ulang saat SD udah mencakup semua perlengkapan dan kegiatan. Buku-buku pelajaran, berwisata sama sekolah 2x dalam setahun, hingga wisuda udah gak diminta bayaran lagi. Bisa dikatakan selama anak-anak SD, kami hanya mengeluarkan biaya untuk uang pangkal, daftar ulang, dan spp. Oiya, ada biaya perpisahan juga, menginap di villa atau hotel.

Sedangkan biaya di sekolah Nai saat SMA masih ada plus-plusnya. Ada uang buku-buku LKS, study tour, dan PAS (Penilaian Akhir Semester). Mungkin nanti wisuda juga ada biaya lagi.


Sebaiknya Jangan Memaksakan Kehendak

Kalau dibandingkan, Chi memang lebih suka pembiayaan saat anak-anak SD. Karena gak banyak printilannya. Cukup bayar SPP setiap bulan dan uang daftar ulang setiap tahun. Uang pangkal, kan, hanya sekali saat mendaftar. Sedangkan uang perpisahan juga hanya sekali di kelas 6.

Pembiayaan saat TK juga sama enaknya. Malah gak ada uang daftar ulang. Jadi SPP aja setiap bulan hingga lulus. Lalu, bayar lagi untuk wisuda dan pentas seni setahun sekali.

Bukan berarti juga pembiayaan di SMA gak enak, ya. Tetap terukur dan jelas, kok. Gak ada biaya-biaya ghoib atau pungutan gak jelas.

Ketiganya punya persamaan yaitu sama-sama gak ada uang kas. Mungkin karena semua pembiayaannya jelas, ya. Fasilitas sekolah bisa terpenuhi dengan baik. Jadi, gak ada alasan untuk mengumpulkan uang kas.

Karena dari pengalaman kami setiap sekolah swasta punya pembiayaan beda-beda, maka sebaiknya jangan memaksakan harus sama. Boleh banget tanya sedetil mungkin. Tapi, jangan malah jadi kita yang ngatur-ngatur, apalagi sampai maksa. Kalau memang gak setuju, ya, cari sekolah lain.

Contohnya, nih, di sekolah Nai sekarang ada biaya untuk PAS (UAS kalau Chi bilangnya hehehe) sebesar Rp250 ribu. Jadi, total per tahun biayanya Rp500 ribu. Tentu sebelum mendaftar Chi menanyakan alasan ada biaya tersebut. Sekolahnya pun menjelaskan alasannya.

Dari penjelasan tersebut tetap masih ada sedikit kurang sreg, ya.  Tapi, kan, banyak pertimbangan yang akhirnya tetap menyekolahkan Nai di sana. Jangan sampai memaksakan tetap pengen sekolah di sana, tapi menolak membayar uang PAS. Alasannya hanya karena saat SD dan SMP gak ada bayaran untuk ujian akhir. Ya gak bisa lah disama-samain gitu. Jadi, kalau hanya sedikit gak sreg, ya ikutin aja aturannya kalau memang tetap ingin sekolah di sana.

Nah, begitu pun dengan wisuda atau biaya lainnya. Sebaiknya ditanyain secara detil sebelum memutuskan memilih sekolah. Kalau termasuk yang setuju dengan wisuda, ya jangan memaksakan diri untuk bersekolah swasta yang selalu wisudaan.

Kalau untuk berdiskusi, Chi rasa masih bisa. Ketika Keke dan Nai SD juga ada beberapa anak yang ekonomi orangtuanya kurang mampu. Jadi, ketika acara perpisahan, orang tua lainnya ikut nalangin supaya anak-anak tersebut bisa tetap ikut tanpa orangtuanya diwajibkan membayar.

Nah, mungkin bagi orangtua yang ingin anaknya bersekolah di salah satu sekolah, tapi kurang sreg karena ada wisuda, bisa berdiskusi. Kalau gak ikut wisuda dibolehin gak? Siapa tau sekolahnya mengizinkan. Tapi, kalau ternyata gak dibolehin, sebaiknya jangan memaksakan. Coba cari alternatif sekolah lain.

Tapi, gimana kalau sekolah lain jauh lokasinya atau itu hanya satu-satunya sekolah?

Sejujurnya, Chi belum mengalami kondisi begini. Karena jumlah sekolah cukup banyak di sini. Apalagi sekolah swasta.

Tapi, saran Chi tetap sama. Coba didiskusikan dulu dengan pihak sekolah. Karena apa pun kalau dipaksakan memang gak enak. Bisa-bisa malah jadi bentrok dan kurang baik untuk kedua belah pihak.


Sebetulnya Wisuda atau Pentas Seni?


"Wisuda terus dari TK sampai SMA. Nanti jadi gak spesial lagi kalau diwisuda sarjana."

Menurut Chi, belum tentu juga. Meskipun sama-sama wisuda, tapi prosesinya berbeda. Di jenjang TK hingga SMA seremonialnya lebih sederhana. Durasinya juga lebih pendek. Lebih lama pentas seninya.

Nah, wisuda dan pentas seni selalu dibuat sepaket. Makanya Chi setuju ada wisuda karena sebetulnya pengen lihat Keke dan Nai mentas. Selalu terharu banget melihat anak-anak perform.

Tapi, Chi pernah baca tweet salah seorang netizen, katanya di salah satu TK ada wisudaan pakai lagu Gaudeamus Igitur. Agak berlebihan ya menurut Chi kalau sampai ada lagu itu. Ya, mungkin teman-teman punya pendapat berbeda. Silakan aja.

Jadi, inti dari postingan yang panjang ini adalah kami termasuk yang setuju aja ada wisuda. Seremonialnya juga berbeda dengan universitas. Malah sebetulnya lebih ke pentas seni. Momennya aja dibarengin. 
 
Waktu PAUD dan TK memang pakai toga gitu. Tapi, tetap gak kayak wisuda sarjana. Emang wisuda-wisudaan aja. Prosesinya juga sebentar banget. Lamaan pentas seninya.

Sekarang, kan, hampir masuk tahun ajaran baru. Kalau teman-teman sedang mencari sekolah baik negeri atau swasta, sebaiknya tanya sedetil mungkin, termasuk biayanya. Lebih bagus lagi kalau juga tau aturannya. Gak apa-apa kok banyak nanya dan mencari tau. Daripada nanti terkaget-kaget sendiri.

Post a Comment

35 Comments

  1. Setuju ada wisuda dengan catatan...tidak memberatkan.
    Anakku SMA Negeri, acara pelepasan oleh sekolah - ga bayar, acara wisuda+pentas seni (pakai toga) oleh komite sekolah biaya wisuda dan BTS 750 rb , bisa dicicil dari kelas XI, bisa ga bayar penuh, boleh ga bayar juga karena sebagian besar acara ditanggung donatur. Yang SMP swasta biaya 3 juta (termasuk studi wisata, pelepasan, BTS), tanpa toga, dan ada pentas seni.
    Pilihan aja sih menurutkau asal sesuai kesepakatan OTM dan tidak memberatkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Makanya menurut saya penting banget untuk mencari tau tentangs egala biaya dari setiap sekolah yang diinginkan. Kemudian bisa mengukur dengan kemampuan finansial masing-masing.

      Nah iya kan sama. Sekolah negeri di DKI memang hanya pelepasan. Jadi, gak ada bayaran sama sekali. Kalaupun ada memang inisiatif komite (orangtua).

      Kalau swasta biasanya melibatkan pihak sekolah. Dan, biasanya suka beda-beda biayanya di setiap sekolah.

      Delete
  2. Halo, mbak Chi. Menurut aku juga polemik ini awalnya karena istilah "wisuda" sih ya, dan mungkin karena ada pemakaian toga yang bikin rasanya berlebihan. Adapun acaranya memang ngga ada standarnya, jadi tergantung pada masing-masing sekolah...ini yg sepertinya harus diluruskan.

    Padahal acara "wisuda" itu isinya lebih ke pentas seni, seremoni kelulusan dan pemberian penghargaan dan ijazah dari sekolah. Di sekolah anakku pun nggak pakai gaun atau kebaya gimana, anak-anaknya pakai setelan koko dan gamis untuk kemudian bisa dipakai lagi untuk acara lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau dari KBBI, Wisuda berarti peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat. Baca salah satu artikel, katanya berasal dari bahasa Jawa 'Wishuda'. Kurang lebih artinya pelantikan bagi yang sudah menyelesaikan pendidikan.

      Jadi, mungkin bagi sebagian orangtua atau sekolah, wisuda juga diartikan selesai 1 jenjang, ya. Tapi, menjadi rame kebanyakan karena biayanya jadi terkesan dipaksakan. Untungnya selama anak-anak saya sekolah gak ada pemaksaan biaya. Alhamdulillah.

      Delete
  3. Ana-anak saya dulu dari Play Group sampai tamat sarjana diwisuda. Saat itu oke-oke aja karena sebagai ibu senang juga kalau anaknya sudah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu. Selain itu kan membuat anak senang juga, mereka jadi punya koleksi momen-momen meninggalkan jenjang pendidikan tertentu. Cuma makin ke sini makin wajib kelihatannya ya. Terus biayanya juga harus extra. Kalau itu sih emang agak memberatkan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Itulah alasan utama saya mendukung. Karena suka terharu lihat anak udah lulus jenjang tertentu. Saya gampang terharu hehehe. Tapi, ya, memang jangan sampai memberatkan biayanya.

      Delete
  4. Aku setuju aja diadakan acara pelepasan kelulusan seperti ini. Tapi aku ga setuju kalau mesti pakai toga, emangnya lulus sarjana? Hehehe... Di sekolah Rafa dan Fakhri disebutnya tasyakuran. Pakai kebaya dan jas biasanya dan ga pakai toga segala, nah aku sukaaaa! Ada penampilan anak2 pentas seni terutama yang keislamannya seperti pembacaan Al Qur'an, tarian islami dll serta siswa berprestasi. Dibicarakan dengan baik ajalah antara orangtua dengan sekolah. Sing penting bahagia semua ga usah dicari kerempongannya ya kan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak-anak saya cuma pas TK aja pake toga. Tapi, singkat banget prosesinya. Gak kayak wisuda sarjana. Memang baiknya cari jalan tengahnya dulu di sekolah.

      Delete
  5. Aku pernah hadiri pentas seni di sekolah anakku yang lama (Sebelum anakku pindah sekolah), karena gabung ABK dan mereka masyaAllah menunjukkan kemampuan mereka yang bikin kita sebagai orangtua jadi nangisss.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah ituuuuuu yang bikin saya selalu hadir, Mbak. Rasanya tuh campur aduk. Ya, bahagia tapi nangis terharu juga.

      Delete
  6. Drama yg melelahkan ini mba chi aku mengalaminya. Padahal sebelumnya nggak ada wisuda di skul tsb, si kaka dulu nggak pake toga2an gitu. Tiba2 ada yg kepingin dgn alasan harus sama dgn skul lain 😅 alasannya gimana gituuu...
    Lebih baik seperti mba chi bertanya langsung ya lebih clear enak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sering banget saya dengar alasan "Biar sama kayak sekolah lain." Dan, kebanyakan yang ngomong gitu orangtua. Terkadang sekolah juga suka kesel lho. Beberapa kali ya kepsek di sekolah anak-anak saya berpesan jangan suka banding-bandingin.

      Delete
  7. Sudah lama sekali kegiatan wisuda atau study tour dan segala uang pungutan di sekolah menjadi polemik yang tak kunjung usai, terkadang para orang tua ini kemauannya berbeda beda, jadi seharusnya dirundingkan aja semuanya sama pihak sekolah dan mencari kesepakatan bersama.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Itulah maksud saya. Coba dibicarakan dulu dengan pihak sekolah. Ya, seharusnya memang gak boleh ada paksaan. Karena Mendikbud juga sudah kasih himbauan, kan

      Delete
  8. Emang deh ya menurutku jadi bikin esensi wisuda sendiri jadi kurang spesial karena udah dari PAUD juga wkwkk. Dulu kan ya SMA atau kuliah aja, jadi berasa sakral banget setelah menempuh pendidikan bertahun2 gitu yha mba Chi.
    Sebenernya ngga papa sih wisuda juga pokoknya jangan memberatkan walmur. Udah lah semacam pentas seni penampilan anak-anak gitu udah berkesan banget aslinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di sini kita agak beda pendapat, Mbak. Karena di tulisan ini, saya katakan belum tentu bikin esensi wisuda hilang. Karena memang beda acaranya. Sama aja sih sebetulnya kayak waktu saya sekolah. Dari zaman TK sampai SMA juga udah ada acara pelepasan dan pensi. Tetap aja begitu wisuda kuliah ada rasa yang berbeda :)

      Delete
  9. Iya, paling ribet tuh kalau ada apa-apa langsung main lapor ke Dinas Pendidikan jadi rame ya padahal bisa dibicarakan dulu baik-baik terutama soal pungutan untuk biaya wisuda. Wisuda SMP Nai Alhamdulillah tidak dipungut biaya lagi, Alde yang wisuda SD yang agak mahal iurannya..anak-anak senang sih acaranya berkesan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selama biayanya gak memberatkan dan anak-anak senang mah ikut aja ya, Mbak. Saya juga begitu :)

      Delete
  10. di sekolah anakku kemarin juga ada wisudanya, mbak. hehe. memang sih masalah wisuda sekolah ini orang tua sebaiknya harus mencari tahu dari awal apakah bakal diadakan atau tidak. kalau sekolah swasta sih menurut saya kita memang harus menyiapkannya duluan. nah kalau sekolah negeri ini yang masih abu-abu ya, mbak. tapi kemarin aku lihat di sd negeri di sini acara perpisahannya biasa aja semoga aja nanti pas anakku juga nggak memberatkan orang tua acara perpisahannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, kalau sekolah negeri di DKI sebetulnya gak abu-abu juga. Jadi, kalau ada biaya ini itu biasanya memang inisiatif orangtua. Makanya, abaikan aja kalau keberatan. Paling suka bikin gak tahan kalau ada orangtua yang julid hahaha

      Delete
  11. Menjadi perdebatan para orang tua ini ya soal wisuda, tapi memang kalau balik ke jaman kita sekolah dulu kayaknya aku cuma pas kuliah deh wisudanya. Kalau SMA itu cuma ada promnight dan TK-SMP ya kelulusan biasa saja. Bukan yang macam wisuda.

    Waktu anakku kemarin TK gak ada wisuda karena pandemi jadi semua via online deh. Aku pun tidak menyiapkan dekorasi di rumah. Kalau di SD sekarang tempat anakku sekolah, ada wisudanya dan memang meriahlah kalau lihat dari 2 tahun ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa-bisa bakal jadi perdebatan tanpa ujung, Mak hehehe. Sebetulnya sih gak apa-apa dengan pro kontranya. Hanya disayangkan beberapa orangtua memilih koar-koar di medsos dulu. Padahal sebetulnya bisa diselesaikan intern.

      Delete
  12. Saya tim yang kurang setuju wisuda TK - SMP, Mbak... Ya Allah, kadang ya.. saya lihat bikin greget sendiri. Apalagi yang TK itu lho. Memang sih ya, anak-anak kadang ada pentas seninya, tapi acaranya lama, terus duit juga. *Ya saya kurang setuju tentu soal persoalan duit, sih.*

    Nah, kalau wisuda SMA/SMK saya cukup setuju, tapi ya itu, untuk sekolah negeri memang perlu didiskusikan dulu karena sekolah negeri dilarang melakukan pungutan yang memberatkan kepada orangtua muri. Itu sih yang saya tahu di daerah saya. Kemarin adik saya wisuda cukup di sekolah tanpa biaya untuk acara, dia cuma untuk buket.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalu pengalaman saya, tanpa wisuda pun yang namanya pensi bisa lama. Paling gak dari pagi sampai tengah hari. Wisudanya memang cuma sebentar. Biaya pun kemungkinan tetap ada meskipun gak ada wisuda. Kan, pensi juga pakai kostum.

      Makanya, menurut saya memang harus bijak menentukan biaya. Gak ada pemaksaan juga ke orang tua.

      Delete
  13. Nah ini emang lagi banyak dibicarakan ya Mba. Saya lebih setuju pentas seni sebenarnya. Kalau wisuda memang kudunya buat yang lulus kuliah aja. Yang dikhawatirkan adalah biaya yang memberatkan orang tua karena kan nggak semua orang tua mampu masalahnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wisuda kuliah pun setahu saya gak ada kewajiban. Gak tau ya kalau sekarang udah berubah aturannya. Memang seharusnya gak boleh ada pemaksaan biaya. Tapi, sebaiknya dibicarakan intern dulu. Kayak pengalaman saya, anak pertama juga gak ikut wisuda.

      Delete
  14. Saya sih ok ok saja. Ada ya ok, ga ada ya gapapa. Kalau saya lihat perdebatan para emak dan bapak itu kalau wisudanya pakai toga dkk yang seperti beneran, plus di hotel. Nah kalau itu sih kayaknya enggak perlu deh ya.
    Lihat anak dikonde saja rasanya kasian juga, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak saya yang pertama selalu di hotel wisudanya, kecuali saat SD. Menurut saya di mana pun gak apa-apa. Asalkan menyesuaikan dengan kemampuan orangtua dari masing-masing sekolah.

      Waktu TK, anak saya kan di swasta. Saya tentu tanya dulu biayanya sejak awal. Karena saya setuju, jadi tetap ikut wisudanya.

      Sedangkan waktu SMP dan SMA kan di negeri. Sekolah gak boleh melakukan pungutan. Wisuda murni diadakan orangtua. Anak saya mau ikut saat SMP. Tapi, dia menolak wisuda SMA. Gak masalah juga mau ikut atau enggak.

      Delete
  15. Kalau buat acara kelulusan, aku pikir gak papa sih. Kan buat kumpul-kumpul yang terakhir kalinya. Cuma sekarang pada gegayaan banget pakai acara ini itu, wisuda dan ngeluarin banyak biaya. Padahal itu bisa kan buat daftar sekolah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak selalu gegayaan, sih. Tergantung sekolah masing-nasing menyelenggarakannya. Karena anak-anak saya waktu SD hanya wisuda di aula sekolah dengan memakai seragam. Padahal sekolah di swasta yang biayanya lumayan besar. Tapi, wisudanya sangat sederhana.

      Delete
  16. Oh di Jakarta skeolah negerinya gak ada wisuda ya aku baru tahu. Di Bekasi ada kayanya tapi aku belum pernah merasakan krn waktu SMP lgs lulus aja pascal krn pandemi. Tapi di SMA kemarin lihat kakak kelas ada wisuda.
    Sebetulnya sih gak apa-apa ada wisuda supaya ad akenangan tapi harus menyesuaikan dengan keadaan juga ya dan tidak membebani orangtua apalagi di sekolah negeri terutama buat keluarga kurang mampu juga. Bisa aja wisuda diadakan di sekolah tanpa menyewa gedung misalnya
    Beda halnya dengan sekolah swasta yang biasanya sudah termasuk biayanya ya di awal

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sekolah negeri di Jakarta gak mengadakan wisuda. Kalau pun ada itu murni inisiatif orangtua.

      Kalau di Bekasi kayaknya ada. Karena keponakan baru lulus dari salah satu SMPN di Bekasi. Acaranya di sekolah, tapi pakai baju formal. Kalau perempuan pakai kebaya gitu dan dandan.

      Delete
  17. Akhirnya banyak pendapat para ibu
    Jujur saya malah fokus ke komentar teman teman yg udah published hehehe...
    Selama tidak memberatkan biayanya, apalagi gratis, ya setuju aja. Buat kenangan dan kebanggaan anak hehehe
    Yg bikin berat kan pengeluaran biayanya itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gak apa-apa sebetulnya pro kontra. Bagus, kok. Tetapi, kalau memang ada keberatan dalam hal biaya sebaiknya dibicarakan dulu secara intern dengan pihak sekolah. Siapa tau memang ada jalan keluarnya.

      Delete
  18. Kuperhatikan yang wisuda mewah itu memang kebanyakan sekolah swasta mak Chi. Tiga anakku di boarding dan mereka ngadain wisuda juga. Aku setuju wisuda dengan syarat ga memberatkan. Atau diubah formatnya jadi lebih kekeluargaan gitu ya

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^