Biarkan Anak Belajar dari Kesalahannya

By Keke Naima - April 08, 2023

Salah satu kekhawatiran ketika anak-anak mulai remaja adalah di saat mereka melakukan kesalahan. Pengennya punya anak yang sempurna. Gak usah bikin salah sama sekali. Tapi, mana mungkin?
 
Biarkan anak belajar dari kesalahannya


Jangan Mudah Menjadi Penyelamat Anak


Keke pernah di-bully sama banyak teman saat SMP. Membuat Keke murung untuk sekian lama. Bahkan, kami pun berniat memindahkannya ke sekolah lain kalau masalahnya gak kunjung selesai.

Chi gak pernah membenarkan bullying. Tetapi, kalau dari hasil obrolan dan melihat buktinya, memang berawal dari emosi Keke. Apa yang dia ucapkan itu sebetulnya benar. Hanya saja dia pake emosi dan terlalu gamblang. Akhirnya bikin sakit hati temannya. Kemudian, temannya itu menyebar cerita ke yang lain. Alhasil, terjadinya perundungan ke Keke.

Tentu Chi merasa sedih dan marah lihat Keke di-bully. Rasanya pengen langsung ke sekolah. Menemui anak tersebut dan pihak sekolah. Bahkan kalau perlu langsung pindah sekolah!

Tapi, bagaimana kalau kejadian lagi di sekolah barunya? Masa' pindah sekolah selalu jadi solusi satu-satunya? Rasanya seperti lari dari masalah.

Chi pun semakin yakin kalau semakin besar usia anak, maka harus mulai membiarkan belajar dari kesalahannya. Jangan sedikit-sedikit orangtua yang turun tangan. Gak selamanya orangtua bisa mendampingi. Anak harus belajar menghadapi masalahnya sendiri.

Ketika anak-anak masih kecil, orangtua terutama bunda memang masih nempel melulu ma anak. Udah kayak sepaket, ke mana-mana diikutin. Bahkan sampai ke kamar mandi pun ngikut hehehe.

Tapi, semakin besar kan gak kayak gitu. Anak-anak mulai beraktivitas sendiri. sekolah udah gak ditungguin lagi. Nah, tentu harus belajar mengatasi masalahnya sendiri.
 
2 minggu lalu, Chi nonton episode terbaru NCIS. Direktur Vance cerita kalau putrinya mulai berkencan. Ketika cowok yang mengencani putrinya datang ke rumah, dia mengajak ngobrol tapi sambil memoles pistol. Maksudnya semacam pernyataan terselubung, 'jangan macem-macem ma putri saya. Kalau enggak, bapaknya bakal turun tangan.' 😁

Kemudian, Direktur Vance menyadari kalau itu tindakan konyol. Menurutnya, harusnya orangtua introspeksi dulu. Sudah berapa banyak bekal pertahanan yang diberikan kepada anak? Karena cepat atau lambat, anak harus bisa mandiri.


7 Tips Agar Anak Mau Belajar dari Kesalahan


Membiarkan anak belajar dari kesalahan, bukan berarti orangtua melepas gitu aja. Bodo amat dengan masalah anak. Biarin aja diurus sendiri. Gak begituuuuu. Tapi, maksudnya gak selalu harus orangtua yang turun tangan. Anak-anak harus mulai belajar menyelesaikan sendiri. Orangtua sekadar memberi saran dan memantau.


Reaksi Orang Tua Saat Anak Melakukan Kesalahan

Memang mudah banget terpancing emosi kalau anak melakukan kesalahan. Seperti yang Chi bilang di awal. Pengennya puna anak sempurna, deh. Bikin pusing kalau udah ada kesalahan hehehe.

Tapi, kan, gak mungkin anak sempurna. Orangtuanya aja gak sempurna. Jadi, yang pertama harus dikontrol adalah reaksi orang tua saat anak melakukan kesalahan.

Idealnya memang tetap tenang. Karena seringkali anak udah tau ada masalah. Dimarahin malah bikin dirinya semakin gak nyaman. Tapi, terkadang emosi Chi sebagai orangtua bisa lepas juga.

Kalau udah gitu, minta jeda sejenak. Supaya gak makin emosi. Nanti malah gak selesai permasalahannya. Atau K'Aie yang turun tangan karena biasanya lebih tenang.


Dengarkan dan Diskusikan

Terkadang, ketika anak melakukan kesalahan, gak selalu salah banget. Makanya ketika udah mulai tenang, dengarkan dengan baik semua penjelasan anak. Sejauh mana anak melakukan kesalahan. Setelah itu diskusikan. Ajak anak untuk bersama-sama mencari solusinya.

[Silakan baca: 7 Tips Berdebat dengan Anak Remaja]


Awali dengan Meminta Maaf

Seperti yang tadi Chi katakan, belum tentu 100% kesalahan anak. Tapi, mau seberapa besar andil kesalahannya, biasakan meminta maaf. Seringkali masalah menjadi semakin besar karena gengsi untuk meminta maaf. Malah terus berusaha mencari pembenaran yang akhirnya bikin pihak lain makin kesel.


Belajar dari Pengalaman Orang Tua

Mungkin orangtua juga pernah mengalami hal sama ketika masih remaja. Bisa tuh berbagi kisahnya. Bukan untuk membuka aib lama. Tapi, anak jadi tau kalau manusia memang gak ada yang sempurna, termasuk orangtuanya. Anak juga jadi tau kalau setiap permasalahan ada jalan keluarnya.

Tapi, jangan sampai memaksa memberikan solusi yang sama. Meskipun permasalahannya kelihatan sama, tetapi zamannya udah beda. Orang yang dihadapi juga mungkin beda karakternya. Tetaplah fokus ke masalah yang terjadi saat ini, bukan masa lalu.

 

Jangan Biarkan Anak Merasa Sendiri

Seperti yang Chi katakan, membiarkan anak belajar dari kesalahannya bukan berarti orangtua bersikap masa bodoh. Tapi, justru lagi mengajarkan anak untuk mandiri. Tentunya jangan biarkan anak jadi merasa sendiri. Orangtua harus berusaha menjadi sosok ternyaman bagi anak.

Selalu berusaha ada untuk anak. Tunjukkan rasa perhatian ke anak. Kalau perlu sesekali dikasih tau, anak gak sendiri meskipun udah berbuat salah.

Ketika Keke di-bully, kami bilang tetap ada batasnya. Kami meminta Keke sabar selama 2-3 bulan. Tetapi, bila sampai terjadi pemukulan atau kekerasan fisik lainnya harus langsung lapor ke orangtua. Selama hanya dimusuhin, sabar aja dulu sampai batasan berakhir. Kami yakin yang musuhin juga lama-lama bakal tau kalau Keke ucapin itu benar.

Tapi, bila Keke tetap di-bully sampai batas waktu, baru kami akan bicara ke wali kelas. Sama-sama mencari solusi terbaik. Kalau gak selesai di wali kelas, naik ke Kepala Sekolah. Kalau masih gak selesai juga, opsi terakhir baru deh pindah sekolah.

Alasan kami memberikan waktu adalah supaya Keke juga belajar untuk gak lari dari masalah. Kan, biar bagaimana pun masalah saat itu terjadi karena Keke emosi. Memang gak enak kalau sampai dimusuhin, tapi ambil pelajaran dari kejadian tersebut. Tentu tetap dalam pengawasan jangan sampai kebablasan nge-bully-nya.

Jadi, kami gak diem aja. Gak membiarkan Keke merasa sendiri. Sesering mungkin ditanya perasaannya. Alhamdulillah permasalahan pun selesai tanpa harus melibatkan pihak sekolah.

Agak lucu sih penyelesaiannya. Waktu itu kami baru pulang dari liburan ke Singapore. Keke beli banyak coklat untuk teman-temannya. Tapi, yang hanya dibagiin ke teman-teman yang tetap baik kepada Keke. Bahkan ikut jaga badan kalau Keke lagi di-bully. Terharu banget, deh. Sampai sekarang Keke masih berteman baik. Alhamdulillah.

Eh, yang musuhin pada minta coklat. Trus, teman-temannya bilang, "Makanya jangan jahat sama Keke." Akhirnya mereka dibagi coklat juga. Karena Keke memang beli lebih. Abis itu masalah pun selesai. 
 
Pada nyadar juga kalau yang Keke omongin waktu itu benar. Karena ketika maaf-maafan, beberapa temannya bilang kalau yang Keke omongin waktu itu memang benar. Tapi, cara menyampaikannya yang salah karena pakai emosi. Ya sama-sama introspeksi, deh.


Jangan Selalu Mengungkit Kesalahan Anak

Ketika permasalahan udah selesai, anak udah belajar dari kesalahan, jangan selalu diungkit. Mau beraktivitas apa pun jadi dicurigai atau dibatasi. Karena khawatir anak akan melakukan hal sama. Malah jadinya bikin masalah baru kalau kayak gitu.

Boleh aja sesekali mengingatkan. Tujuannya supaya anak gak mengulangi kesalahan yang sama. Tapi, tidak dengan cara terus-terusan diungkit. Harus lihat situasi dan kondisi juga.


Jangan Segan Memberi Pujian

Menyelesaikan masalah butuh proses. Lama atau tidaknya tergantung dari besar kesalahan yang dibuat. Jangan segan memberi pujian di saat anak sedang belajar dari kesalahannya.

Misalnya, puji anak ketika mau meminta maaf. Tentu jangan sampai berlebihan pujiannya. Tapi, setidaknya anak jadi tau kalau proses belajarnya diapresiasi orangtua. Biar anak tetap fokus menyelesaikan masalahnya.


Sesuaikan dengan Usia Anak

Mengajarkan anak belajar dari kesalahan sebetulnya bisa dimulai sejak kecil. Misalnya, membiasakan meminta maaf. Mungkin ketika kecil masih harus ditemani. Bahkan tangannya pun dipegangin saat minta maaf. Ya, gak apa-apa karena itu bagian dari proses.
 
Tentu aja setiap mendidik anak supaya mandiri belajar dari kesalahan disesuaikan dengan usianya. Karena memberi bekal memang penting. Tentunya juga harus bertahap perbekalannya.

 

Tidak Takut Berbuat Salah, Berani Bertanggungjawab


Permasalahan anak gak sebatas bullying. Ada banyak banget dari mulai hal receh. Tapi, semoga aja jangan sampai mengalami masalah yang sangat besar seperti berbagai kasus kriminal anak saat ini. Naudzubillah.

Semakin dewasa, masalah hidup bisa semakin kompleks. Masalah pertemanan, percintaan, keluarga, hingga pekerjaan. Misalnya ketika memutuskan berbisnis kan bukan berarti mulus terus. Katanya mereka yang sukses justru yang bisa bangkit dan belajar dari kesalahan. 
 
Tidak takut berbuat salah harus diimbangi dengan keberanian bertanggungjawab. Karena kalau cuma gak takut buat kesalahan, khawatirnya nanti jadi sok jagoan. Malah gak belajar dari kesalahan.

Makanya, biarkan aja anak belajar dari kesalahannya. Meskipun hanya kesalahan receh, anak tetap harus mengambil pelajarannya. InsyaAllah, kelak anak memiliki karakter yang dewasa bertanggungjawab. Aamiin Allahumma aamiin.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^