"Bisa dikatakan kanker adalah penyakit keluarga. Ada 1 orang saja yang divonis kanker, seluruh keluarga merasakan sakit." 
 
kampanye-lifebuoy-shampoo-berbagi-kebaikan
 
Chi langsung merasa jleb dengan ucapan dr. Siti Annisa Nuhonni, Sp.KFR(K) – Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia pada acara peluncuran kampanye ‘Berbagi Kebaikan’ oleh Lifebuoy dan YKI di Bale Nusa, Jakarta (2/6). 
 
Langsung teringat pada bulan Januari lalu, adik kandung mama mamah wafat karena kanker serviks. Sekitar 20 tahunan yang lalu, sepupu Chi wafat karena kanker leukemia di usia 5 tahun. Jadi di keluarga besar kami sudah ada 2 orang yang wafat karena kanker. 
 
Tante Chi sempat dinyatakan sembuh. Bahkan rambutnya mulai tumbuh lagi, setelah sempat botak karena kemoterapi. Tetapi, di awal pandemi mulai terjadi gangguan lagi. Pengobatan seringkali tertunda karena situasi pandemi.

Sedangkan sepupu Chi, gak bertahan di kemoterapi keempat. Padahal tadinya kami semua, termasuk dokter, sempat optimis tingkat kesembuhan besar. Karena sepupu Chi terlihat kuat.

Makanya sangat paham dengan yang dikatakan dokter Honi tentang penyakit keluarga. Kanker memang bukan penyakit menular. Tetapi, bila ada 1 orang aja yang divonis, maka satu keluarga harus bersiap dengan pengobatan panjang dan biaya yang tidak sedikit. Itulah alasan dikatakan satu keluarga bisa terkena sakitnya. Semua butuh saling support.


Tips Menstimulasi Ketrampilan Sosial Anak

 
stimulasi ketrampilan sosial anak sejak dini
 
Sebaiknya anak diajarkan tentang berbagi sejak dini. Tetapi, menurut Anna Surti Ariani, S.PSi., M.Si., Psi., Psikolog Klinis Keluarga, hanya mengenalkan teori saja tidak akan cukup. Bukan sesuatu yang tiba-tiba muncul. Anak perlu distimulasi ketrampilan sosialnya dengan praktek. 
 
Masalahnya adalah selama pandemi, anak-anak kurang terstimulasi ketrampilan sosialnya akibat adanya pembatasan aktivitas. Anak-anak tidak bertemu dengan teman-teman sebayanya selama kurang lebih 2 tahun. Ini jadi tantangan bagi para orangtua agar ketrampilan sosial anak tidak terlalu menurun karena pandemi.
 
Salah seorang terapis keluarga di Amerika Serikat mengatakan kemampuan ketrampilan sosial bisa didapat antara lain dengan cara berinteraksi dengan teman sebaya, memecahkan masalah, hingga berlatih memiliki sikap empati. Tetapi di saat pandemi, banyak yang kehilangan kesempatan membangun ketrampilan ini. Penelitian daru Universitas Negeri Yogyakarta pun menemukan fakta 96% anak mengalami penurunan terkait pencapaian aspek perkembangan sosial emosi, terutama dalam segi perkembangan perilaku prososial, atau yang secara awam disebut perilaku tolong menolong.
 
dukungan semangat untuk para penyintas kanker

“Jika kemampuan berempati dan perilaku tolong menolong ini tidak dikembangkan, terdapat risiko jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, anak dapat sulit beradaptasi dan sulit diterima oleh lingkungannya sehingga mengalami masalah pergaulan. Sementara dalam jangka panjang, anak rentan mengalami beragam masalah gangguan psikologis. Perilaku ini tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, dibutuhkan proses panjang sejak usia dini hingga dewasa yang erat kaitannya dengan stimulasi dari orang tua,” ujar Anna Surti Ariani, S.PSi., M.Si., Psi., Psikolog Klinis Keluarga.
 
Mona Ratuliu, Celebrity Mom, mencoba memperkecil risiko anak kehilangan ketrampilan sosial selama pandemi dengan cara semakin mempererat bonding ke anak-anak. Suaminya pun melakukan hal sama. Salah satunya dengan membuat berbagai konten dance di TikTok bersama putrinya.

Tetapi, tetap saja tidak bisa menggantikan sepenuhnya 'ruang' yang hilang. Biar bagaimana pun, anak tetap butuh besosialisasi dengan teman sebaya. Meskipun orangtua sudah berusaha mendekatkan diri ke anak dengan bersikap seperti teman, tetap ada rasa yang beda.
 

“Memasuki kehidupan pasca pandemi, kita perlahan kembali ke rutinitas social life seperti dulu. Aku sadar kondisi ini akan menuntut kemampuan anak-anakku untuk kembali bersosialisasi, yang sebelumnya sempat terhambat karena pandemi. Kampanye ini bisa menjadi wadah bagi para orang tua sepertiku untuk menumbuhkan rasa empati dan menerapkan perilaku tolong menolong pada sesama. Sebagai buktinya, hari ini aku dan Nala mendonasikan rambut kami, dan mengajak seluruh keluarga untuk ikut memberi dukungan!” ujar Mona Ratuliu, Celebrity Mom.

 
Pandemi mulai terkendali. Secara perlahan aktivitis pun kembali dimulai. Anak-anak kembali ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman. Saatnya orang tua mengejar ketertinggal stimulasi ketrampilan sosial. Jangan hanya menuntut anak untuk mendapatkan nilai bagus.

Cara menstimulasinya bisa berbagai macam. Guru bisa memberikan tugas kelompok kepada siswa. Anak bisa berbagi bekal dengan teman-temannya. Tapi, mengingat saat ini masih pandemi, tentu berbagi bekalnya harus dengan cara berbeda. Bukan dengan makan bersama di dalam satu wadah. Mungkin bisa dengan berbagi susu kotak.

Di rumah pun bisa distimulasi dengan mengajak anak membuat makanan untuk dibagikan. Menyisihkan uang jajan untuk berdonasi. Bahkan rambut juga bisa didonasikan, lho.

Bagi beberapa orangtua, mengajarkan anak untuk berbagi dirasa bukan hal mudah. Mbak Anna memberikan tips mengajarkan anak untuk berbagi. Setidaknya ada 3 tahapan yang akan dilewati anak hingga akhirnya sadar tentang makna berbagi yang sesungguhnya. 
 
  1. Usia pra-sekolah - Anak memahami arti berbagi adalah akan mendapatkan pujian dari orangtua
  2. Usia sekolah dasar awal - Anak mau berbagi karena memang disuruh
  3. Usia sekolah dasar akhir - Anak mulai memahami kalau berbagi akan mendapatkan sesuatu, misalkan nama baik, pujian, atau lainnya
 
 Nah, biasanya begitu masuk usia SMP, anak baru mulai paham arti berbagi. Oleh karenanya hal yang pertama harus orangtua sadari adalah semua ada tahapannya. Jangan memaksa anak untuk langsung mengerti makna berbagi. Belajarlah bersabar. Kalaupun anak belum mengerti juga, terus diingatkan dan diajarkan.

 

Ayo Donasi Rambut Sehatmu Bersama Lifebuoy Shampoo dan YKI 

 
lifebuoy shampoo
 
Agus Nugraha, Head of Marketing Hair Care PT Unilever Indonesia, Tbk. menyampaikan, "Sebagai brand perawatan rambut yang begitu dekat dengan keseharian keluarga Indonesia, Lifebuoy Shampoo memiliki purpose untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anak sejak dini. Hal ini semakin penting di tengah fakta bahwa physical distancing yang dialami anak-anak selama pandemi berlangsung telah berdampak besar pada perkembangan sosial mereka.”
 
Setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Anak Internasional. Berkolaborasi dengan Yayasan Kanker Indonesia, Lifebuoy ingin mengajak sebanyak mungkin keluarga Indonesia untuk berbagi kebaikan. Caranya dengan mendonasikan rambut sehatmu untuk dijadikan wig. 
 
cara mendonasikan rambut untuk para penyintas kanker
 
Apakah yang berambut pendek bisa ikut kampanye ini? Tetap bisa, kok. Karena selalu ada berbagai cara untuk berbagi.

  1. Donasi rambut: Keluarga Indonesia dapat mendonasikan rambut sehat dan kuat mereka untuk nantinya dijadikan wig yang akan didistribusikan YKI ke para pejuang kanker di berbagai wilayah Indonesia. Donasi ini dapat dilakukan dengan 4 langkah mudah:
    • Cuci rambut dengan bersih dan keringkan, kemudian kuncir dalam satu atau dua ikatan dengan kuat.
    • Potong rambut di atas ikatan, pastikan potongan rambut tidak terburai berantakan. Idealnya, dibutuhkan minimal 25 cm untuk membuat wig dengan rambut asli.
    • Masukkan potongan rambut yang terikat rapi ke dalam amplop/zip lock yang tahan air.
    • Kirim ke PO BOX LIFEBUOY BERBAGI KEBAIKAN JAKARTA 12000 dengan mencantumkan nama, alamat dan nomor ponsel pendonasi.
    Bagi mereka yang rambutnya belum memenuhi persyaratan, donasi bisa tetap diberikan dimana total gramasi dari rambut yang terdonasi akan dikonversi menjadi wig rambut sintetis yang juga akan didistribusikan kepada para pejuang kanker.
  2. Donasi melalui pembelian produk: Untuk setiap pembelian Lifebuoy Shampoo varian Kuat & Berkilau limited edition ukuran 340 ml, otomatis mereka akan berkontribusi dalam penggalangan dana yang akan didonasikan kepada YKI. 
  3. Donasi melalui platform crowdfunding KitaBisa di https://kitabisa.com/campaign/lifebuoy-berbagikebaikan. Donasi juga dapat diberikan melalui platform crowdfunding Kitabisa.com, dimana seluruh dana yang terkumpul akan didonasikan kepada YKI.  

donasi rambut melalui kitabisa

Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP – Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, banyak penyintas kanker yang ragu melakukan pengobatan ketika mengetahui kepalanya akan botak karena kemoterapi. Begitu berharganya rambut bagi banyak orang, termasuk laki-laki. Harga diri langsung merasa hilang bila tidak memiliki rambut. Makanya banyak yang melakukan penundaan. Padahal bila pengobatan terus ditunda bisa mempengaruhi pemulihan.

Dokter Honi pun mengatakan saat seseorang divonis kanker, hal terberat memang ada di psikis bukan di fisik. Karena kalau fisik, udah tau langkah-langkah pengobatan seperti apa yang harus dilakukan. Tetapi, menghadapinya itu yang butuh mental kuat. Keluarganya pun bisa ikut kena psikisnya. Oleh karenanya seringkali butuh orang lain untuk mensupport.
 
kolaborasi donasi rambut lifebuoy shampoo dan yki

Melakukan support bisa dengan banyak hal. Gak harus dalam bentuk uang dan barang. Mendo'akan dan menjadi teman bicara yang menyenangkan pun juga bisa sangat membantu. Rumpi-rumpi positif tuh menyenangkan banget bagi para penyintas kanker kalau kata dokter Honi. Bisa bikin semangat dan bahagia.
 
Mbak Anna pun menambahkan kalau berbagi memang bagus untuk kesehatan mental. Tidak hanya bagi penerimanya. Kita yang melakukan berbagi pun anak sehat mentalnya. Karena berbagi menimbulkan rasa bahagia. 

"Dunia akan terasa indah bila kita mau berbagi untuk orang lain," ujar Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD-KHOM, FINASIM, FACP – Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia.