Gara-Gara Mertua

By Keke Naima - October 31, 2021

Menyimak gak keramaian berita pasangan seleb luar negeri yang memilih berpisah? Kata-katanya gara-gara mertua alias gak akur gitu sama menantunya. Etapi, bukan mertua dong ya kalau belum menikah. Hush! Jangan melebar bahasannya hehehe.
 
Lagian Chi gak ngikutin akun gossip. Pertama tau ini karena trending topik di Twitter. Ya iseng lah klik hashtagnya. Kan, jadi tau isi beritanya hehehe.
 
 
Blog ini gak berubah jadi niche gossip atau berita artis, kok. Lagi ngedraft topik tentang gara-gara mertua. Eh, ada berita ini. Pas banget deh buat jadi pembuka konten 😂.

Pernah gak merasa takut atau khawatir menikah karena alasan mertua?

Chi gak pernah. Alhamdulillah punya mertua yang super duper baik. Dari sejak masih pacaran ma K'Aie hingga menikah dan kedua mertua sudah berpulang, sifatnya gak berubah. Selalu aja baik ke menantu. Chi merasa gak ada gap. Udah kayak sama orang tua sendiri.

Makanya dalam kehidupan berumah tangga, Chi gak pernah merasakan perbedaan ketika menginap di rumah mertua. Misalnya jadi mendadak jaim harus bangun lebih pagi atau lainnya. Gak ada cerita-cerita kayak gitu.

Tetapi, sepupu Chi ada yang sempat khawatir menikah karena mertua, lho. Agak kaget juga ketika dia curhat tentang hal ini. Karena Chi mikirnya kalau dia, tuh, termasuk orang tersantai.

Dia gak pernah kelihatan marah kalau ditanya, 'Kapan nikah?" Malah sering juga dia mancing-mancing minta ditanya pertanyaan yang menurut banyak orang sensitif itu. Menurutnya, kalau sampai ditanya, mau itu cuma basa-basi, dia bisa minta didoain supaya lekas dapat jodoh. Trus, nanti biasanya diaminkan. Sudut pandang yang berbeda dari sepupu saya, ya.


Tips Menghilangkan Rasa Khawatir Konflik dengan (Calon) Ibu Mertua



Saat sedang ngedraft postingan ini, Chi membaca komentar dari Mbak Alfa Kurnia di postingan Ngobrolin Tentang Childfree. Mbak Alfa nanya, "Eh, tapi, mungkin nggak sih, remaja-remaja ini punya pikiran untuk menunda punya anak dan mungkin menganggap punya anak itu merepotkan karena sering terpapar konten ibu-ibu atau ortu muda yang kerepotan punya anak?"

[Silakan baca: Ngobrolin Tentang Childfree]
 
Chi rasa jawabannya mungkin banget. Ya itu yang terjadi dengan sepupu. Memang bukan tentang childfree. Tetapi, dia jadi khawatir menikah karena banyak membaca curhatan netizen tentang konflik antara menantu dan mertua. Dia takut gak bisa akur dengan ibu mertua sehingga mengancam keutuhan rumah tangganya. Ada beberapa saran yang coba Chi berikan yaitu

 

Baca Konten-Konten yang Bikin Hati Adem

Kita gak bisa mengatur konten orang lain. Tetapi, kita bisa mengatur diri sendiri.
 
Disadari atau enggak, konten yang kita buat meskipun hanya sebaris kalimat bisa mempengaruhi orang lain. Bahkan untuk postingan yang receh sekalipun. Setidaknya akan ada beberapa orang yang ikut tertawa saat melihatnya.
 
Ketika kita membuat postingan tentang konflik pribadi, mungkin maksudnya untuk curhat. Mengeluarkan uneg-uneg karena mungkin aja gak ada seseorang yang bisa dijadikan tempat untuk bercerita. Sehingga menceritakannya lewat media sosial, blog, atau vlog.
 
Reaksi orang bisa beragam. Ada yang biasa aja, peduli dengan memberikan nasehat, tapi ada juga yang jadi parno. Khawatir mengalami nasib yang sama. 
 
Itulah yang terjadi sama sepupu. Katanya di timeline dia banyak aja yang nyetatus konflik dengan ibu mertua. Bikin dia jadi berpikir ulang tentang pernikahan.
 
Chi menyarankan ke dia untuk coba cari konten yang lain. Carilah cerita-cerita seseorang yang akur dengan mertuanya. Kalau gak ada, mendingan jangan baca konten seperti itu. Banyakin ngobrol aja sama sahabat atau siapapun.
 
Sepupu : "Aku juga udah ngobrol, Teh. Tetapi, temen-temen Aku juga pada sebel dong sama ibu mertuanya. Ya, Aku jadi makin takut." 
Chi : "Ya, kamu ngobrol aja sama Teteh. Alhamdulillah mertua Teteh mah baik banget."

Tentu Chi gak bermaksud membanding-bandingkan nasib atau mau pamer. Tapi, ingin kasih lihat ke sepupu kalau hubungan antara mertua dan menantu gak selalu penuh konflik. Banyak juga yang adem ayem bahkan akur.


Pasanganmu adalah Anak dari Mertuamu

Jangan (terlalu) memaksa pasangan untuk berubah
 
Mungkin ada satu atau beberapa sifat dari pasangan yang kurang disukai. Atau ada juga pasangan yang terlalu dekat sama ibunya. Sehingga membuat kita cemburu dan khawatir kalau udah menikah, pasangan akan lebih belain ibunya bila terjadi konflik.

Tetapi, harus disadari dulu sejak awal kalau (calon) suami/istri kita adalah anak dari seseorang. Karakternya yang sudah terbentuk, kemungkinan besar juga hasil didikan orang tuanya. Sulit kalau kita yang baru datang dalam kehidupannya, tau-tau memaksa untuk mengubah karakter.
 
Begitupun kalau pasangan kita terlihat tetap dekat dengan orangtuanya. Bahkan di beberapa kesempatan seperti membela. Ya, wajar aja karena sekian puluh tahun udah dekat.

"Kelak kalau Keke atau Nai punya pasangan, trus mereka jadi menjauh dari orang tuanya, Teteh juga kayaknya akan cemburu dulu."

Chi bilang seperti itu ke sepupu. Tentunya gak bermaksud untuk menjadi (calon) mertua yang menyebalkan hihihi. Tetapi, kan, memang ada di mana setelah anak punya pasangan jadi kayak mengabaikan orangtua.

Coba omongin pelan-pelan ke pasangan kalau ada sikapnya yang kurang sreg. Karena rasanya gak ada yang suka diminta harus langsung berubah. Kita mengenal pasangan dengan sikapnya itu. Gak bisa juga ujug-ujug dengan alasan cinta memaksanya harus berubah.

Kalau dirasa terlalu beda prinsipnya memang akan dihadapkan dengan 2 pilihan. Pada akhirnya menerima dan mencoba mengubah pelan-pelan atau meninggalkan. Ya, apapun pilihannya jangan sampai jadi toxic relationship.


Kenali (Calon) Mertua Lebih Dekat

Chi : "Kamu udah ketemu calon mertua?"
Sepupu : "Belum, Teh. Tapi, katanya dalam waktu dekat, Aku mau dikenalin."

Kalau memang serius menikah, tentu wajib mengenal orangtua pasangan. Ya, memang 1-2x pertemuan gak bisa menggambarkan karakter seseorang secara keseluruhan. Tetapi, setidaknya kesan pertama bisa merasakan nyaman atau enggak.

Selain bertemu langsung, Chi menyarankan sepupu untuk bertanya ke calon suaminya. Minta dia menceritakan karakter orangtuanya. Apa sih yang disuka, gak disuka, atau diharapkan dari anaknya bila sudah menikah?
 
"Coba tanya, deh, ke pacarmu. Ibunya suka gak punya menantu yang bawel? Hihihi."

Sepupu Chi ini karakternya heboh. Malah terkadang agak nyablak. Sedangkan kalau dari ceritanya, karakter pacar dan keluarganya ini termasuk yang kalem. Bukan berarti gak bakal cocok. Ya bisa cocok, bisa enggak. Makanya enaknya memang diomongin dulu. Biar bisa saling mengenal.

[Silakan baca: Apakah Istri Harus Bisa Masak?]


Pengalaman Seatap dengan Mertua


Segala tips di atas tentu berdasarkan pengalaman kami sendiri. Setelah menikah, kami masih tinggal bersama orangtua Chi selama kurang lebih 14-15 tahun. Lumayan lama, kan?

Sempat mempertimbangkan untuk ngontrak rumah. Tetapi, dengan banyak sekali pertimbangan, kami memilih tetap serumah dengan orangtua/mertua. Hingga akhirnya kami mulai menempati rumah sendiri.

Selama ini, Chi paling sering dapat cerita tentang konflik antara seorang istri dan mertua perempuan. Entah kenapa jarang sekali ada cerita konflik antara suami dengan mertuanya. Tapi, Chi rasa konflik antara suami dan mertua bisa saja terjadi bila memang ada ketidakcocokkan.

Alhamdulillah gak dialami sama kami. Malah seringkali orangtua Chi bilang kalau udah menganggap K'Aie seperti anak sendiri.

Bukan berarti gak pernah ada konflik, ya. Malah kayaknya seringnya konfliknya antara anak dengan orangtua. Antara Chi dengan mamah dan papah. Biasanya masalah pengasuhan. 

Misalnya, orangtua Chi seneng banget kalau Keke dan Nai main di kamar kakek neneknya sampai malam. Kalau perlu sampai tertidur. Sedangkan, Chi selalu mengajak mereka masuk kamar kalau sudah masuk waktunya tidur. Kalaupun udah ketiduran, selalu digendong ke kamar.

Nah, awal-awalnya papah suka kesel. Dikiranya kami gak pengen cucu-cucunya terlalu dekat ma kakek dan neneknya. Padahal maksud kami gak ke seperti itu. Keke masih suka terbangun di tengah malam saat masih balita. Kalau gak langsung ditidurin lagi, bisa-bisa anaknya keburu fresh. Langsung ajak main dan giliran menjelang subuh baru tidur. Itu bisa mengacaukan seluruh aktivitas di hari berikutnya. Kami pun bisa kelelahan kalau begadang.

Lebih kasihan lagi kalau kakek dan neneknya yang harus begadang. Meskipun anak-anak gak mengganggu, tapi papah kalau udah terbangun suka susah tidur lagi. Makanya selalu diajak ke kamar kalau udah waktunya tidur.

Papah gak langsung mengerti. Ya memang gak jadi ribut besar juga. Tetapi, tetap terlihat suka kesal kalau kami melakukan itu. Padahal udah berkali-kali dijelasin. Kalau lagi akhir pekan, kami membebaskan anak-anak main sepuasnya. Ya gak apa-apa deh sesekali jadi agak berantakan jam aktivitasnya. 
 
Memang butuh waktu untuk berproses untuk bisa saling mengerti. Lama-lama ya kami saling paham. Orangtua bisa menghargai kami dalam hal mendidik anak alias gak campur banget. Kami pun memberi mereka kesempatan untuk menyenangkan anak versi kakek dan nenek.

Papah dan mamah juga sempat gak mendukung Keke latihan balap motor. Chi aja gak pernah dibolehin belajar motor sama orangtua. Karena mereka terlalu khawatir. Apalagi begitu tau cucunya balapan. Gak pernah mau diajak nonton cucunya latihan hehehe.

Tapi, mereka gak pernah bersikeras yang sampai mengatur banget. Tetap menghargai kalau kami adalah orangtua Keke dan Nai. Ya konflik-konfliknya gak sampai bikin hubungan meruncing.
 
Meskipun belasan tahun tinggal seatap dengan orangtua, kami tetap membiasakan ada '2 dapur', ya. Bukan berartinya dapurnya ada dua. Maksudnya kami tetap bertanggungjawab dengan rumah tangga, termasuk urusan memasak. Persamaannya hanya tingga serumah aja.

Sikap K'Aie saat tinggal bersama mertua, di rumah mertua, atau sekarang kami tinggal di rumah sendiri pun sama aja. Gak pernah ada cerita K'Aie menjadi jaim selama dia tinggal bersama mertua. Giliran di rumah orangtuanya jadi lebih santai. Saat lagi kumpul dengan keluarga besar pun sama aja.

Chi juga sama. Jaimnya cuma saat pacaran doang. Termasuk pura-pura bisa masak di depan nenek K'Aie. Padahal saat itu bedain merica ma ketumbar aja gak bisa wkwkwkw!

Tetapi, setelah menikah biasa aja. Chi pun merasa mertua seperti orang tua sendiri. Apalagi sama mamah K'Aie. Bisa sampai saling curhat-curhatan. Bebas mau ngomong apapun. Kalau memang lagi pengen males-malesan saat lagi menginap di rumah mertua pun nyantai. Gak pernah dinyinyirin hehehe.

Punya kakak ipar pun biasa aja. Maksudnya gak ada cerita mereka ngatur-ngatur adiknya yang sampai terlalu ikut campur banget. Begitu pun Chi kalau ke adik ipar. Ya gak mau ikut campur juga, kecuali memang dimintain tolong.
 
Tetapi, Chi gak bermaksud mengeneralisir semua punya masalah yang sama, ya. Bisa jadi bagi teman-teman atau siapa pun permasalahannya lebih kompleks dari yang kami alami.

Alhamdulillah, kalau kami lebih nyaman. Meskipun gak 100% bebas konflik. Tetapi, kalau pun ada masih bisa diselesaikan dengan baik. 
 
Mamah selalu berpesan kalau Chi punya konflik dengan suami, usahakan K'Aie yang cerita ke mertua. Karena kalau cuma Chi yang ngadu, khawatirnya orangtua jadi gak objektif. 
 
Gak taunya mamah mertua juga pandangan sama. Padahal gak janjian ma besan hihihi. Mamah K'Aie suka ingetin ke Chi kalau punya masalah di rumah tangga, jangan sungkan-sungkan cerita. Alasannya pun sama.
 
Tapi, bukan berarti dikit-dikit kami pengaduan lha, ya. Tetap aja berusaha menyelesaikan masalah rumah tangga sendiri. Hanya saja sikap kedua orangtua kami menandakan kedekatan dengan anak dan menantu.

 

Menunda Punya Anak, Yay or No?


Sepupu : "Teh, salah gak ya kalau Aku pengen menunda punya anak dulu setelah nikah?"
Chi : "Ya, tergantung. Memangnya kalian sepakat menunda?"

Obrolan dilanjutkan ke bahasan tentang anak. Sepupu Chi cerita kalau antara dia dan pacarnya punya perbedaan pendapat tentang anak.

Sepupu Chi ingin menunda sekitar 2 tahunan. Dia merasa kurang lama pacarannya karena pasangannya ini langsung mengajak menikah. Jadi, dia merasa pengen puas-puasin pacaran dulu.

Sedangkan calonnya ingin sesegera mungkin punya anak. Alasannya karena di pertemanannya banyak yang berpikiran menunda dengan alasan karir. Begitu mulai ada keinginan punya anak, malah sulit sekali mendapatkannya. Dia gak ingin mengalami kejadian seperti itu.

Chi : "Ya harus dicari kesepakatannya. Jangan sampai nanti setelah menikah jadi main salah-salahan. Memangnya ibumu setuju menunda-nunda? Kayaknya ibumu bakal nanyain cucu melulu. Teteh yakin, deh! Kamu gak kesel kalau nanti ditanyain melulu ma ibu? Hehehe."
Sepupu : "Ah, gampang lah Teh kalau sama Ibu. Aku bisa jawabnya."
Chi : "Oke. Tapi, kalau mertua yang nanyain cucu melulu gimana? Yakin masih gampang jawabnya? Hehehe."
Sepupu : "Nah itu dia, Aku binguuuuung. Gimana ya, Teh?"

Chi bilang kalau di Indonesia, bisa juga di Asia, pernikahan itu berarti menikahi seluruh keluarga. Makanya gak heran kalau ada cerita orang tua bahkan hingga uwa, bude, om, dan tante ikut campur. Malah kalau perlu tetangga juga ikutan wkwkwkw.

Ya, tapi itu gambaran umum. Artinya gak semua pasti begitu. Contohnya pernikahan kami. Rasanya orangtua Chi maupun K'Aie gak ikut campur banget. Chi punya kakak ipar juga biasa aja. Gak yang ngatur-ngatur atau ikut canpur kayak gimana gitu. Begitupun dengan bude, pakde, uwa, atau siapapun.

Menurut Chi, sebaiknya kompakin dulu hubungan dengan pasangan. Gak hanya tentang urusan memutuskan punya anak. Tapi, untuk banyak hal lain juga.

Misalnya, nih, kalau istri sedih karena dikritik ma mertua gara-gara gak bisa masak. Ya, suami jangan biarin istri memendam kesedihannya sendiri. Gimana caranya istri bisa terhibur hatinya. Tapi, juga jangan sampai suami jadi ribut ma orangtuanya.

Karena suka ada juga kan curhatan seorang istri yang merasa terlalu dituntut untuk memenuhi standar mertua. Trus, suaminya malah diam aja. Lelah batin juga lho memendam kesedihan sendiri. Termasuk kalau ditanya melulu, 'Kapan punya anak?'

Chi juga cerita ke sepupu ada teman yang memilih menunda punya anak dengan alasan karir. Memang mereka lagi bagus karir dan penghasilannya. Tetapi, tanpa direncanakan ketika pandemi datang, mereka pun dikaruniai anak. Tetap diterima dengan sukacita meskipun gak sesuai rencana. Yup! Apapun rencana kita jangan sampai melanggar agama.

Sepupu : "Iya sih, Teh. Aku juga pengen punya anak. Tapi, Aku juga pengen pacaran dulu. Kapan Aku pacarannya kalau nanti cepet punya anak? Abis kayaknya kalau lihat yang udah punya anak jadi repot gitu. Teman-teman pada cerita jadi gak punya waktu berduaan ma suami."

Chi bilang kalau masa pacaran dengan suami bisa kapan aja. Chi dan K'Aie termasuk yang langsung dikasih anak setelah menikah. Bisa dibilang memang gak ada momen berduaan. Apalagi kami termasuk yang gak bisa jauh dari anak. Makanya gak pernah nitipin anak ke orang tua untuk alasan melipir sejenak buat pacaran hehehe.

Pacarannya baru berasa sekarang setelah Keke dan Nai udah mulai remaja. Mereka udah bisa ditinggal di rumah. Malah kadang-kadang mereka yang memilih gak mau ikut. Atau mereka yang sibuk beraktivitas di luar. Kami berduaan di rumah. Pokoknya sekarang udah lebih leluasa gak selalu diikutin anak-anak.

Tetapi, ada juga teman yang baru dikaruniai anak di usia di atas 35 tahun. Di usia yang sama dengan kami sekarang, anak-anaknya masih pada kecil-kecil. Mereka ke mana-mana masih diikutin anak.

Ya, gak bisa juga sih dibanding-bandingkan mana yang lebih enak. Semua ada plus minusnya masing-masing.  Makanya ketika sepupu bilang kapan pacarannya, ya kapan pun sebetulnya bisa.

 

Pengaruh Media Sosial Terhadap Netizen


Huff! Lumayan panjang juga ya tulisannya. Padahal intinya tuh mau bilang kalau sosial media memang punya pengaruh banget ke pemikiran orang lain.

Ya kayak sepupu Chi yang sempat takut menikah karena khawatir punya konflik ma mertua. Padahal saat itu ketemu aja belum. Cuma gara-gara suka baca curhatan di medsos tentang hubungan mertua dan menantu.
 
Beberapa waktu lalu, Chi menonton konten tiktok akun kumisleledumbo. Salah satu kontennya bejudul 'Nikah'. Katanya dia pernah keceplosan bilang ke mamahnya gak mau menikah. Alhasil dia dicubit, dong hehehe. Dia beralasan kalau semua ini gara-gara mamahnya juga yang selalu nonton sinetron bertema perselingkuhan. Bikin dia merasa takut menikah.

Entah kontennya sekadar lucu-lucuan karena memang kontennya banyak yang lucu. Atau bercampur dengan curhatannya dia. Tapi, baca komen-komennya banyak juga yang bilang takut menikah atau punya anak karena pengaruh cerita para netizen di medsos.

Media sosial memang bisa mempengaruhi seseorang. Terlepas ada latar belakang lain lagi. Mungkin masalahnya bisa lebih kompleks.

Alhamdulillah sepupu udah menikah di awal Mei lalu. Tapi, memang belum hamil hingga sekarang. Chi gak pernah tanya apa karena sepakat menunda atau memang belum dikarunia. Biarin aja itu privasi mereka. Pokoknya apapun itu, harapannya pernikahan terus langgeng sampai kapan pun. Aamiin Allahumma aamiin.

  • Share:

You Might Also Like

40 comments

  1. Memang banyak ya cerita menantu dan mertua tidak cocok, terjadi banyak konflik, tapi banyak juga kok cerita punya mertua yang baik banget. Syukurlah, papa mama mertuaku juga baik, cuma kami memang tidak tinggal serumah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Makanya sebaiknya jangan hanya melihat dari satu sisi cerita yang sama

      Delete
  2. BHuahahaa, trus sekarang mau tanya. udah bisa bedain merica sama ketumbar kaan?
    Sepakat banget Chi, medsos tuh kadang bikin membentuk karakter kita, apalagi seputar obrolan mertua tuh sensi, cuma emang anak2 jaman now/konten2 kreator udah dengan bebas ngomongin mertua hahhaa dan melebay-lebaykan .
    Padahal mah ya gitu deh, gimana kita bisa membawa diri aja sama mertua, bali lagi ke diri sendiri yak.

    Jadi ada goseep apa lagiii ini teeh? Selain bahas mertuaaa, eehh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwkkw bisa, doooong! Udha expert kalau sekaran.

      Iya, makanya sekarang cari yang asik-asik aja, deh

      Delete
  3. Harus kuat dan tahan banting, plus jangan gampang baper deh pokoknya kalau mau terjun ke dunia media sosial. Kita yang gak bikin konten atau ngomentarin konten aja sedikit banyak bisa terpengaruh atau rusak mood kalau udah baca komentar netizen yang macam-macam itu. Saya yang gak ngikutin masalah Zayn Malik, jadi tahu karena baca postingan ini. Eh tapi di balik menyeramkannya dunia media sosial, memang sih banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran kehidupan di sana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Kebijakan kita memang dituntut menyikapi berbagai hal di dunia maya

      Delete
  4. Peroalan mertua dan menantu ini aku ga mengalami. Karena jauh sebekum aku kenal dan berpacaran dengan suamiku, papa mertua udah lama meninggal dunia. Trus 2 minggu menjelang akad nikah, mama mertua meninggal. Praktis aku ga paham duani mertua kayak apa. Aku tau dari cerita teman2 aja. Harus bisa saling menghormati dan menghargai privasi masing2 dan cara2 anak2 dan orangtua ya agar bisa singkron tanpa perseteruan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Mbak. Seringkali konflik terjadi memang karena belum menemukan kecocokan

      Delete
  5. Kebetulan saya nggak kenal mertua laki-laki dan mertua perempuan cuma sampai setahunan, meninggal karena sakit. Tapi kalau suami ke ibuku memang akur dan udah cuek aja kayak anak sendiri.

    ReplyDelete
  6. Untungnya aku juga termasuk yang beruntung karena punya mertua yang baik dan manjain mantu banget. Jadi kalau lagi di rumah mertua bisa santai. Nggak perlu sok sok bangun lebih pagi. Pokoknya seperti biasa aja. Kebetulan ibu mertua juga doyan banget ama skincare dan make up. Jadi kalau dioleh2in skincare seneng banget.

    ReplyDelete
  7. Memang untuk sebagian orang mertua itu adalah momok. Terutama bagi yang belum menikah dan kebanyakan nonton drama dari sinetron Indonesia yang banyak menampilkan cekcok antara menantu dan mertua. Tidak bisa dipungkiri bahwa di dunia ini memang ada mertua yang bersifat seperti ibu tiri. Tapi lebih banyak lagi mertua yang sangat baik seperti mertuanya Mbak Myra dan saya. Jadi kalau belum menikah nggak usah begitu khawatir tentang sifat mertua yang penting bagaimana kitanya. Saya percaya bahwa kalau kita baik kita pun akan bertemu dengan mertua yang baik. Insya Allah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Solusinya memang harus mengenal lebih dekat. Jangan-jangan ketidakakuran terjadi karena kitanya udah berprasangka duluan

      Delete
  8. Memang anak zaman sekarang bener2 terpapar medsos banget yaaah,
    Walo mau dibatas2in juga tetep aja susah karena pasti bakal tetep ada pengaruhnyaa. Emang musti diimbangi dengan banyak ngobrol ama kita biar bisa lebih objektif pemikirannya yaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul banget. Jangan sampai dunia medsos terlalu mempengaruhi :D

      Delete
  9. Aamiin..doa terbaik buat sepupunya ya, Mbak..semoga Samawa pernikahannya.
    Kalau aku termasuk tipe punya hubungan yang pasang surut dengan (ibu) mertua..butuh belasan tahun buat bisa membaik. Kukira ada di aku masalahnya, tapi ternyata dengan 2 menantu perempuan Beliau lainnya juga sama. Syukur suami tipe netral ga mau berpihak pada salah satu. Karena kalau adik iparku, suaminya lebih ke ibunya..mana sseatap lagi mereka, di terlihat banget tekanan batin..duh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Allahumma aamiin.

      Alhamdulillah suami Mbak Dian termasuk bijak, ya. Jadi gak bikin konflik semakin melebar

      Delete
  10. hehe iya mbak
    persoalan mertua dan menantu ini never ending story ya
    aku alhamdulillah juga punya mertua yg baik banget
    malah lebih dekat daripada dgn mama aku sendiri
    semua sih tergantung bargaimana kita menjalani hubungan dgn mertua ini ya mbak
    dan komunikasi adalah kunci sih klo menurutku

    ReplyDelete
  11. Kalau dilihat, sekarang itu zamannya netizen ya mak. Apa-apa dikomentarin, apa-apa dijulidin..kayak maslah mertua ini. Jadinya yang pacaran dan mau menikah ngeri ngeri sedap kalo mau ketemu mertua wkwkwkwk..padahal ya biasa aja calon mertuanya ahahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi gara-gara medsos belum apa-apa udah su'udzon duluan ke (calon) mertua, ya hihihi

      Delete
  12. AKu kok pas gak menyimak ya yang trending topic tentang Zayn ini haha..Kalo pas dapet mertua yang menyenangkan emang bahagia banget dah.. Sebaliknya bagi yang dapet tidak menyenangkan..tinggal pinter2nya aja menyikapi ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul, Mbak. Semoga aja yang gak akur, perlahan semakin akur

      Delete
  13. Pertimbangan orang untuk menikah dan punya anak ternyata banyak yaaa.
    Tapi memang yang memahami kondisi seseorang ya diri sendiri. Kalau dimintain pendapat juga mungkin aku balikin ke orgnya harapannya gmn sama sharing aja kalau tdk semua kondisi bisa seideal yg dimau tapi ya kalau berani melangkah dan berusaha biasanya akan bisa melaluinya, kdng juga gak kerasa tiba2 dah punya nikah trus ada krucil2 hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Pril. Kita juga mau lihat ke kondisi diri sendiri. Karena gak bisa disamakan situasinya satu dengan yang lain

      Delete
  14. Aku nggak pernah kuatir ama mertua mba. Sebelum resmi nikah, ketemu sekali saja ama ibu mertua (bapak mertua udah meninggal) dan sampai almarhumah meninggal, itulah ibu mertuaku terbaik sepanjang masa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah. Bersyukur banget kita punya mertua yang super duper baik ya, Mbak

      Delete
  15. Semoga aku punya mertua dan saudara ipar yang baik dan gak drama. Soalnya sama mertua dan saudara ipar Kakak, kita rukun-rukun aja sih. Ada 1-2 yang gak akrab, tapi memang dari sananya gitu bahkan sama saudara kandungnya. Semoga jauh dari drama rebutan harta juga, hahaha

    ReplyDelete
  16. Saya dulu juga pernah punya kekhawatiran, bisa akur nggak dengan mertua. Soalnya lihat kasus beberapa teman perempuan yang tinggal serumah dengan mertua setelah menikah ada aja cerita nggak baik di rumah mertua.

    Tapi terus mikir lagi, kan karakter tiap orang beda-beda. Nggak semua ibu yang punya anak laki bakal begitu ke menantu perempuannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Memang gak bisa digeneralisir

      Delete
  17. Sejatinya memang kalau cinta sama anaknya, urusan dengan mertua ini anak-anak muda kudunya lebih memahami yaa.. bukan hidup di dunia sendiri. Karena aku kemarin sempat ditegur Ibu karena salah berbicara di grup keluarga besar. Namun, itu bisa jadi salah paham karena dari frame pemahaman orangtua.

    Anak muda zaman sekarang kalau memaksakan frame nya juga untuk orangtua ya...sulit. Hidup di zaman yang berbeda.

    Kalau aku orangnya lebih mencocokkan diri dengan mertua. Agar tidak salah paham, bisa diobrolin pas cari timingnya yang sama-sama nyaman.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju banget. Terkadang masalahnya di komunikasi. Ya memang mungkin harus ada waktu khusus untuk bisa saling mengenal

      Delete
  18. Aku ngangguk-ngangguk baca artikel ini. Iyaah di Indonesia nikahin sekeluarga jadi emang doyan ikut campur. Ada baik buruknya sih. Kuat-kuatan kompak sama pasangan.

    Trus kalo akur dg mertua, alhamdulillah mertuaku keduanya baiiik banget. Enak diajak ngobrol. Ngerti kekuranganku pula

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahkan keluarga besar pun bisa ikut campur hahaha. Alhamdulillah kalau punya mertua yang sangat pengertian, ya

      Delete
  19. Saya pernah sih ada konflik sama mertua. Karena salah paham aja, dan saat itu secara kejiwaan mertua sedang labil pasca pensiun. Beliau tidak hanya bermasalah dengan saya saat itu, sempat juga dengan bapak mertua. Tapi ya cuma itu aja. Setelahnya akur juga. saya pernah tinggal sama mertua selama 2,5 tahun (tanpa suami) karena suami di Jakarta saya di Magetan. Alhamdulillah malah jadi modal untuk saling memahami. Etapi bener ya, skrg saya agak nahan untuk nulis curhat negatif. Khawatirnya malah memperburuk kondisi orang lain yg membaca tulisan kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, kondisi pensiun juga bisa bikin labil. Jadi permasalahannya mungkin belum tentu sama menantu. Hanya karena lagi labil aja

      Delete
  20. Aamiin.

    Emang serem sih kalau baca drama mertua menantu di medsos. Alhamdulillah aku sejak nikah sampai sekarang, 8 tahun tinggal sama mertua. Beliau sudah tua dan kondisi kesehatannya tidak bagus. Pada awalnya ya ada gesekan dikit2. Namanya juga orang tua. Secara psikologis kembali ke masa anak2. Setiap kali ada yang gak enak di hati ya kembali ke niat awal. bukan cuma saya. Suami juga terkadang kesal dengan ibunya. Wajarlah. Manusiawi kan? Kami (saya dan suami) biasanya saling mengingatkan dan menyabarkan satu sama lain. Niat kami untuk menemani dan menjaga ibu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama orangtua sendiri aja terkadang masih ada gesekan, ya. Jadi terkadang memang ada proses adaptasi juga :)

      Delete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^