Pentingnya Membiasakan Menulis Sejak Dini untuk Membangun Generasi Cerdas Indonesia

By Keke Naima - May 12, 2018

Pentingnya Membiasakan Menulis Sejak Dini untuk Membangun Generasi Cerdas Indonesia - Sekitar awal tahun 2018, obrolan antara saya dan wali kelas Nai di sekolah ...

Pentingnya Membiasakan Menulis Sejak Dini untuk Membangun Generasi Cerdas Indonesia

Saya: "Jadi tahun ini USBN ada essay? Duh!"
Wali Kelas: "Katanya begitu, Bunda. Tapi, gak apa-apa, Bun. Malah lebih bagus kalau ada essay."
Saya: "........"
Wali Kelas: "Kalau essay, asalkan isiannya jangan sampai kosong, tetap ada bobot nilainya. Kalau pilihan ganda, kan, hanya antara benar dan salah."
Saya: "Iya, sih. Tapi, sekian ribu siswa menulis essay, saya berharap tim penilainya gak kelelahan aja. Periksa essay, kan, berbeda dengan pilihan ganda. Belum lagi kalau ada anak yang tulisannya berantakan. Kasihan aja kalau jawabannya sampai disalahkan hanya karena tulisannya berantakan padahal jawabannya benar."
Wali Kelas: "Risiko seperti itu memang ada, Bunda. Tapi, semoga aja tim penilai semuanya objektif, ya."

Dalam hati, saya bersyukur kalau ini tidak terjadi di saat Keke kelas 6. Saya bakal khawatir banget karena tulisannya lumayan berantakan. Keke memang gak begitu suka menulis. Saat kelas 2 SD, Keke bahkan sempat minta pindah sekolah karena kesal dengan wali kelasnya yang selalu mewajibkan para siswa untuk menulis huruf tegak bersambung.

[Silakan baca: Wali Kelas]

Selama 1 tahun ajaran itu tulisannya sempat rapi. Kemudian dia banyak menulis lagi saat SMP. Sempat bikin dia kesal juga karena kegiatan menulisnya kebanyakan merangkum buku bahkan beberapa tugas pun beberapa guru maunya ditulis tangan. Tapi, karena sering menulis, sekarang tulisannya lumayan rapi.

Apakah manfaat dari sering menulis hanya untuk membuat tulisan menjadi rapi? Tentu saja tidak. Banyak manfaat yang bisa didapatkan bila kebiasaan menulis dilakukan sejak dini.

Selasa (8/5) di hotel Morrissey, Jakarta digelar talkshow "Ayo Menulis Bersama SiDU". Acara yang dimoderatori oleh Prameshwari Sugiri, Chief of KumparanMOM, sejak awal sudah menggelitik rasa penasaran saya. Di tengah berbagai pro kontra tentang aktivitas calistung, SiDU malah mengkampanyekan gerakan menulis sejak dini. Belum lagi kalau mengingat sekarang era digital. Kegiatan menulis semakin ditinggalkan. Padahal kegiatan menulis ternyata banyak manfaatnya bahkan turut berperan dalam membangun generasi cerdas Indonesia, lho.


Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kompetensi Siswa/i se-Indonesia


Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kompetensi pelajar Indonesia

Pencapaian kompetensi Siswa/i Indonesia pada saat ini semakin baik meskipun belum sampai tingkat ideal. Bahkan menurut mbak Nurman Siagian, Education Team Leader dari departemen Edukasi di Wahana Visi Indonesia (WVI), bagian dari NGO internasional berfokus di pendidikan dan pembangunan, saat ini kompetensi para siswa berada di masa kritis.

Teman-teman ingat kejadian baru-baru ini tentang maraknya protes para siswa terhadap soal UNBK yang sangat susah?

Berdasarkan tes Programme for International Student Assessment (PISA), yaitu tes kemampuan untuk membaca, matematika, dan science, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 72 negara. Oleh karena itu, pak Muhadjir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, menginginkan siswa/i Indonesia berprestasi. Bahkan di kalangan mahasiswa, tingkat kesulitan menulis yang baik dengan kaidah yang berlaku sesuai ejaan bahasa Indonesia masih sangat tinggi. Kemampuan menulis secara analitis masih sangat rendah.


Pada tahun 2016, Kemdikbud melakukan riset yang bernama AKSI (Assesment Kompetensi Siswa Indonesia), hasilnya adalah 73% berada di kategori kurang.

Banyak hal yang menyebabkan kompetensi siswa/i Indonesia rendah, antara lain

  1. Kurang memahami apa yang dipelajari
  2. Masih rendahnya mengekspresikan ide atau berargumentasi

Akar utama dari permasalahan ini, terutama tentang pemahaman, adalah guru. Nilai rata-rata kompetensi guru di Indonesia adalah 44,75. Masih jauh dari angka ideal yaitu 70. Penyebab kenapa nilai rata-rata kompetensi guru rendah yaitu kesulitan dalam menulis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Biasanya para guru hanya copy paste kurikulum nasional tanpa melalui proses pencernaan terlebih dahulu.

Dari 125 guru hanya 56% yang mampu menulis dan melanjutkan pembelajaran kepada siswa. Kompetensi guru yang tidak memiliki persiapan dengan baik pastinya berpengaruh kepada kompetensi siswa.


Membiasakan Menulis Sejak Diri Berawal dari Rumah


Membiasakan Menulis Sejak Diri Berawal dari Rumah

Ibu Melly Kiong,  Praktisi ‘Mindful Parenting', mengatakan bahwa urusan pendidikan tidak bisa 100% diserahkan ke sekolah. Orang tua juga harus berperan, termasuk ibu yang bekerja. Sebagai ibu yang bekerja ibu Melly melakukan kemitraan dengan asisten rumah tangga. Agar pola asuh seimbang antara orang tua dan asisten rumah tangga, ibu Melly membangun sistem dengan membuat tulisan.

Ada korelasi yang signifikan antara menulis tangan dengan daya ingat anak. Pada saat menulis, anak berkontruksi dengan apa yang ada di pikirannya. Sebelun diturunkan menjadi sebuah tulisan, anak akan mencerna terlebih dahulu.

Proses menulis bisa dilakukan pada usia dini. Menurut sebuah penelitian, saat ini ketangkasan anak SD saat ini dalam memegang pensil sudah berkurang. Kedekatan anak terhadap gadget saat ini membuat motoriknya kurang diasah. Bila motoriknya kurang diasah dapat menjadi penghambat untuk memproses apa yang ada di pikiran anak. Dengan kata lain proses menulis melatih kemampuan banyak hal. Menulis juga melatih kemampuan komunikasi non verbal.

"Anak-anak bukanlah pendengar yang baik," ujar ibu Melly. Agar terbangun komunikasi yang baik, ibu Melly melakukan beberapa sederhana yangcara cerdas. Misalnya, ketika membawakan bekal untuk anak selalu diselipkan memo kecil berisi ucapan terima kasih dan teka-teka yang lucu. Hasilnya, anak menjadi semangat untuk memakan bekalnya. Di dalam komunitas Menata Keluarga, ibu Melly memiliki program Saling Berbagi Cerita (SAGITA). Mengajak para anggota komunitas untuk menulis dan berbagi cerita tentang anak-anaknya.
 
Kepala sekolah salah satu sekolah dengan prestasi terendah di USA pernah melakukan suatu riset tentang kualitas siswa/i sekolahnya. Hasilnya adalah kemampuan menulis yang sangat rendah dan berimbas kepada daya cerna siswa terhadap pelajaran serta menganalisa dalam sebuah tulisan. Kemudian metode Hotchman (The Writing Revolution) mulai dimasukkan ke dalam kurikulum dan mendapatkan hasil yang signifikan.

[Silakan baca: Manfaat Menulis Huruf Tegak Bersambung]


Prestasi Fayanna Ailisha Davianny


Prestasi Fayanna Ailisha Davianny

Hadir sebagai salah satu narasumber dalam talkshow ini adalah Fayanna Ailisha Davianny, Penulis cilik, anggota komunitas Kecil Kecil Punya Karya (KKPK). Fayanna bercerita hobi menulisnya berawal dari kebiasaan dibacakan buku oleh ibunya sejak usia 1 tahun. Aktivitas membaca buku yang seru membuat Fayanna tertarik untuk membaca sendiri, kemudian berkembang menjadi hobi menulis sejak kelas 1 SD dengan menggunakan buku tulis.

Hobinya selalu didukung oleh orang tua. Usia 8 tahun mulai ikut lomba menulis dan menjadi juara. Hasil dari lomba tersebut menjadi buku pertamanya. Kemampuan menulisnya terus berkembang hingga saat ini di usia 13 tahun sudah menghasilkan lebih dari 40 buku.


Manfaat menulis tangan yang dirasakan Fayannya adalah mampu membuatnya berpikir sistematis, berdaya ingat tinggi, dan membantu mempermudah mempelajari pelajaran di sekolah. Berbagai prestasi dan penghargaan pun diraih dari hobi menulis.


Tentang 'Ayo Menulis Bersama SiDU'


SiDU atau Sinar Dunia adalah merk buku tulis unggulan dari APP Sinar Mas yang sudah ada sejak jaman dulu. Bapak Matin Jimi, Consumer Domestic Business Head SiDU, mengatakan bahwa SiDU ingin menghidupkan kembali kebiasaan menulis.

Ada 3 manfaat dari aktivitas menulis di atas buku, yaitu


  1. Meningkatkan kecerdasan
  2. Meningkatkan daya ingat
  3. Meningkatkan kreativitas

Masih ingat dengan pelajaran dikte saat masih sekolah? Di pelajaran tersebut berbagai macam proses, yaitu menyimak, menulis, dan mengingat.

SiDU memiliki program 'Ayo Menulis Bersama SiDU' dengan menerbitkan buku. Buku ini memiliki beberapa topik untuk ditulis oleh anak selama 21 hari. Berdasarkan suatu studi untuk menumbuhkan suatu kebiasaan adalah melakukannya selama 21 hari secara konsisten. Sudah sekitar 100 sekolah di Jabodetabek yang mencoba buku ini dalam kurun waktu April dan Mei. Diharapkan program ini akan berlanjut ke sekolah lain di seluruh Indonesia.

Buku 'Ayo Menulis Bersama SiDU' hingga saat ini tidak dijual. Buku ini disediakan untuk sekolah yang ingin berpartisipasi dalam program ini. Silakan berkunjung ke situs ayomenulis.id dan daftarkan sekolah secara online untuk berpartisipasi.

  • Share:

You Might Also Like

17 comments

  1. Keren juga tuh ide programnya SiDu. Aku sendiri dulu rutin nulis diary dengan tulisan tangan, eh sekarang apa-apa pakai komputer atau HP 😥 Harus mulai menulis lagi ah! 😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga kadang-kadang kangen menulis di atas kertas dan bolpen. Ada kenikmatan tersendiri yang gak bisa digantikan dengan gadget :)

      Delete
  2. Setuju akan manfaatnya, makannya saya sedari sekarang sudah berusaha gimana caranya adik saya suka menulis, membaca sedari kecil. Sidu buku andalanku sedari dulu..hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga berhasil membuat adiknya senang menulis, ya :)

      Delete
  3. Dulu orang tua saya kalo beliin buku tulis mereknya sidu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. SiDU memang sudah terkenal sejak dulu :)

      Delete
  4. Sharingnya bermanfaat sekali bunda, anak sy juga sudahnmulainkena virus gadget krn sering liat sy ngeblog pke hpe. 😂 kalo minat baca anak sy suka tapi bener nulisnua ini loh yg susah. Akunjd hawatir.. tp yg disampaikan sidu ada benarnya juga loh ya.. 🤔

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus dicontohkan dulu, Mbak. Karena anak-anak kan biasanya meniru :)

      Delete
  5. Bermula juga dari guru, anak kebiasaan menulis itu melihat gurunya juga belum banyak lho guru yang suka menulis selain menulis raport :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul, Mbak. Kualitas guru juga mempengaruhi

      Delete
  6. dulu anakku sudah aku suruh nulis di dairy apa yang dia alami hari itu dan akhirnya jd suka nulis

    ReplyDelete
  7. Aku termasuk yang masih menulis dg semua jenis alat tulis di lembaran kertas sembarang.
    Sembarang alias yang penting masih ada ruang kosong di kertas buat menulis.

    Jenis tulisan juga sembarang. Sesekali rapi, tegak bersambung, lebih sering acakadut (yg penting mampu terbaca).

    Salam menulis dari Lombok ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mau sembarangan pun, setidaknya tangan kita dilatih. Jadi gak kaku, ya :)

      Delete
  8. Berasa ya kalo kompetensi orang Indonesia dalam menulis dan memahami tulisan itu rendah. Sering banget baca komentar-komentar nyeleneh di medsos yang gak nyambung dengan topik/status/caption si empunya akun. Sampe saya suka sebal sendiri. Itu juga halnya maka hoax banyak beredar. ATau orang mau menyaampaikan uneg-uneg, pemilihan diksinya serampangan. Menuduh atau nyinyir banyak terlihat di medsos.

    Kalo bukunya lucu kayak foto2 di atas anak-anak tertarik menulisinya, ya. Tapi biasanya harganya lumayan hehe, tidak terjangkau untuk anak golongan menengah ke bawah. Sidu mungkin bisa buat kegiatan CSR buat meningkatkan minat menulis golongan menengah ke bawah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini justru program CSR SiDU, Mbak. Di paragraf terakhir sudah saya tulis kalau buku ini tidak dijual. Kalau ada sekolah yang menginginkan bisa mengajukan ke website SiDU

      Delete
  9. Gua mulai menulis puisi sejak kelas 4 SD buat cewek hehe,

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^