Kurikulum 2013 : Uh(!) atau Aha(!)?

By Keke Naima - September 01, 2014

Masih bikin postingan tentang kurikulum, nih. Setelah postingan sebelumnya berjudul "Kurikulum Yang Mencerdaskan". Kali ini tentang kurikulum 2013 yang kelihatannya lagi 'hot' karena banyak yang berpro-kontra. Tapi, Chi bikin postingan ini bukan karena ikut-ikutan, ya. Setahun lalu, Chi udah pernah bikin 2 postingan tentang kurikulum 2013. Silakan baca 2 postingan sebelumnya, yaitu:

  1. Plus Minus Kurikulum 2013
  2. Kurikulum 2013, Siapkah Kita?
 
Kedua postingan itu, Chi buat akhir Agustus dan pertengahan September 2013. Sekolah Keke dan Nai memang sudah menggunakan kurikulum 2013 ini sejak tahun lalu. Bedanya tulisan yang sekarang dan tahun lalu adalah kalau tahun lalu kan baru seumur jagung ngejalaninnya, sedangkan yang kali ini berarti udah 1 tahun ajaran merasakan yang namanya kurikulum baru.

Sekarang, Chi tulis pendapat setelah selama 1 tahun pakai kurikulum 2013. Oiya, yang Chi tulis ini kurikulum 2013 untuk SD. Sedangkan untuk SMP dan SMU, Chi masih no komen. Belom pernah merasakan :)


Setelah 1 Tahun Merasakan Kurikulum 2013


Tematik

Kurikulum 2013 ini mata pelajarannya tematik. Artinya, semua mata pelajaran disatukan di satu buku berdasarkan tema. Waktu Keke kelas 4, ada 9 tema. Chi gak tau di kelas 5 ini ada berapa tema nantinya karena belum semua buku dibagikan.

Salah satu nilai plus dari tematik ini adalah tidak ada lagi materi yang dobel. Maksudnya begini, dulu waktu masih berbentuk mata pelajaran, Chi seringkali merasa materi diajarkan itu dobel. Misalnya, untuk pelajaran hak dan kewajiban ada di matpel IPS dan PPKn. Materinya sama, tapi anak jadi dobel-dobel belajarnya. Apalagi kalau mau ulangan. Kalau di tematik ini gak ada lagi yang dobel begitu. Karena udah disatukan berdasarkan tema-tema.


Tas Menjadi Lebih Ringan

Mata pelajaran untuk hari Jumat. Yang sebelah kiri, pelajaran Keke. Yang kanan, pelajaran Nai


Coba lihat foto di atas. Kelihatan jelas, kan, tas mana yang lebih ringan. Jelas tas Keke, lah. Keke dan Nai memang menggunakan kurikulum yang berbeda walopun sekolahnya sama.

Tahun lalu, kurikulum 2013 baru dilaksanakan sebanyak 30% dari total seluruh SD swasta dan negeri yang ada di Indonesia. Itupun baru kelas 1 dan 4 aja. Tahun ini, kelas 2 dan 5, sudah mulai ikut kurikulum 2013. Tapi, berapa persentasenya, Chi belum tau. Karena belom ada rapat orang tua murid di sekolah. Yang jelas, secara bertahap persentase tersebut dinaikkan hingga akhirnya seluruh tingkatan memakai kurikulum 2013.

Karena Keke tahun lalu kelas 4 dan sekolah termasuk yang ikut kurikulum baru, jadinya Keke udah mulai. Tapi, Nai belum karena sampai tahun ini untuk kelas 3 dan 6 SD di seluruh Indonesia masih menggunakan kurikulum lama.

Foto yang di atas itu, pelajaran anak-anak di hari Jum'at. Hari Jum'at lebih pendek dari hari lain durasi belajarnya. Jadi, pastinya pelajaran Nai lebih berat lagi di hari lain. Sedangkan Keke tetap jauh lebih ringan.

Membawa tas yang lebih ringan tentu aja bagus untuk anak secara jangka pendek dan panjang. Jangka pendek, anak-anak lebih seneng kalau ke sekolah tasnya ringan. Nai sering ngiri melihat tas Keke yang ringan. Iyalah, kita yang udah gede aja seneng kalau di suruh bawa yang ringan apalagi anak-anak.

Dalam jangka panjang juga bagus untuk kesehatan anak. Coba aja googling resiko membawa tas yang sangat berat bagi anak untuk jangka panjang. Gak bagus, lho, buat tulangnya.

Bawa tas beroda seperti koper itu, Chi rasa gak otomatis memberikan solusi untuk bawaan yang berat. Nai dulu bawa tas beroda. Tapi, karena untuk masuk kelasnya harus turun naik tangga, membawa tas beroda justru menurutnya lebih merepotkan. Karena tetap harus menggendong tasnya saat turun-naik tangga. Dan, bentuk tas beroda yang umumnya kaku, bikin dia gak nyaman ketika harus menggendong tasnya saat turun ataupun naik.


Pendidikan Karakter

Pernahkah kita melihat kritikan tentang pendidikan di Indonesia yang katanya lebih mementingkan pendidikan akademis dibandingkan karakter? Chi sering banget baca kritikan seperti itu. Nah, kalau di kurikulum 2013 ini pendidikan karakter lebih utama, bagaimana pendapatnya? Seharusnya, kita lebih senang.

Pendidikan karakter ini umumnya sudah diajarkan di sekolah-sekolah swaswa yang berstandar internasional. Sekolah Keke dan Nai juga sudah menerapkan gaya belajar seperti pendidikan karakter sebelum ada kurikulum ini.

Rapor kurikulum 2013 pun seperti rapor TK. Berisi deskripsi tentang laporan perkembangan tingkah laku anak dan ketrampilannya. Bukan lagi diisi dengan angka-angka. Rapornya pun menjadi lebih besar dan tebal.


Pelajaran Akademis Lebih Menyesuaikan Dengan Usia Anak

Dulu, Chi merasa pelajaran anak SD sekarang ini berat banget. Pelajaran yang dulu Chi belajar waktu SMP atau SMA, sekarang udah diajarin di SD. Di kurikulum baru ini, pelajaran kembali jadi seperti pelajaran anak SD. Menyesuaikan dengan pola pikir anak SD.

Ada pro kontra, sih. Ada yang bilang ini kemunduran, ada yang bilang juga enggak. Chi termasuk yang bilang enggak. Buat Chi, materi belajar memang sebaiknya menyesuaikan dengan usia anak. Anak masih SD, materinya juga harus untuk anak SD. Bukan materi anak SMP apalagi SMA. Memang, sih, mungkin aja ada anak yang mampu, tapi gak sesuai dengan usianya.


Murid dan Guru Dituntut aktif Juga Kreatif

Banyak yang kontra kalau kurikulum baru ini jam sekolahnya lebih panjang. Anak-anak jadi semakin gak punya waktu bermain. Memang benar kalau durasi jam sekolah di kurikulum baru ini sedikit lebih panjang. Tapi, jangan juga terburu-buru menyalahkan pemerintah. Coba dilihat dulu alasannya. Kalau perlu tanyakan langsung ke masing-masing sekolah tentang kebijakan masa belajar sekolah.

Selama ini, umumnya sekolah negeri itu durasi jam sekolahnya pendek. Banyak banget teman dan sepupu Chi yang bersekolah di SD negeri, durasinya paling sekitar 3 jam aja setiap harinya. Yang durasinya panjang itu umumnya sekolah swasta. Kalaupun negeri, biasanya negeri yang kategori unggulan.

Kalau pun ada penambahan waktu, rasanya gak mungkin deh penambahannya melonjak. Sederhananya, kalau SD negeri yang biasa-biasa aja berlipat-lipat tambahan jam belajarnya gara-gara kurikulum baru, nanti yang sekolah swasta atau SD negeri unggulan mau pada pulang jam berapa? Malam hari? Gak mungkin, kan. Jadi, memang benar ada penambahan. Tapi gak banyak. Keke aja tetep gak sampe azhar, kok, jam sekolahnya.

Pemerintah memang selalu punya standar di setiap kurikulum apapun. Termasuk durasi jam belajar. Kalaupun kemudian ada sekolah yang durasinya lebih panjang, itu karena sekolah juga diberi kebebasan untuk menambah jam pelajaran apabila diperlukan. Yang penting bagian wajibnya dipenuhi dan tidak dikurangi. Makanya, itulah kenapa tadi Chi katakan untuk tanya lebih detil ke masing-masing sekolah tentang durasi belajar. Karena setiap sekolah diberikan kebijaksanaan mengatur jam pelajarannya. Kalau cuma ngikutin pemerintah, sih, gak panjang juga jam belajarnya.

Lagipula metode belajar di kurikulum 2013 ini seharusnya lebih menyenangkan. Kalau belajarnya menyenangkan, anak-anak biasanya juga gak akan terbebani, malah seneng.

Ya, di kurikulum 2013 ini, para siswa memang gak terus-terusan duduk di meja dan menerima teori yang seabrek. Di kurikulum yang baru ini, baik murid maupun guru dituntut lebih aktif. Belajar di halaman, berdiskusi, bekerja kelompok, presentasi di depan kelas, dan lain-lain. Cara belajar seperti ini menurut Chi sangat menyenangkan!

Kalau untuk PR, dari dulu sekolah Keke dan Nai memang jarang banget kasih PR, ya. Kalapun ngasih, biasanya sedikit. Udah jarang trus sedikit pula, enak kan hehe. Di kurikulum 2013 ini, PRnya juga masih tetep jarang dan sedikit. Biasanya bentuknya itu membuat kliping atau artikel yang sumbernya bisa kita cari, misalnya dari internet. Kata Keke, kadang tugasnya itu gak cuma dikumpulin tapi juga kadang diminta untuk presentasi dulu di depan kelas.


Anak Berani Mengemukakan Pendapat

Chi suka berandai-andai, kalau aja dulu kurikulumnya kayak gini, mungkin Chi bukan jadi orang yang gampang gugup kalau disuruh bicara didepan orang banyak. Seperti yang Chi tulis di atas, kurikulum 2013 ini menuntut siswa lebih aktif. Salah satunya presentasi di depan kelas.

Kalau kegiatan seperti ini sering dilakukan, tentu bisa mengasah keahlian dan keberanian bicara mereka didepan umum. Guru juga bisa membantu meningkatkan rasa percaya diri si anak, bagaimana cara berbicara yang baik, bagaimana menerima perbedaan pendapat, dan lain sebagainya. Kalau udah begini, ilmu dapet trus pendidikan karakter pun dapat.


Pelajaran Bahasa Inggris dan Komputer Ditiadakan

Menurut banyak berita seperti itu. Sebetulnya, gak 100% tepat. Bahasa inggris tidak dihilangkan, tapi dijadikan pelajaran ekstrakurikuler. Kalau kurikulum lama, kan, termasuk pelajaran utama. Karena Keke dan Nai sekolah billingual, bahasa inggris tetap jadi ekskul wajib. Artinya, masuk ke dalam mata pelajaran. Entah kalau di sekolah lain, ya.

Bobot pelajaran bahasa Indonesia jadi lebih banyak. Buat, Chi bagus aja, sih. Selama ini, banyak yang lebih fokus ke bahasa inggris sampe belajar grammar segala macem. Memang benar, belajar bahasa inggris itu penting karena bahasa internasional. Tapi, bukan berarti bahasa sendiri diabaikan dna terkesan yang penting bisa ngobrol.

Kalau di sekolah Keke dan Nai, mata pelajaran komputer masih ada. Tapi, kalau mengikuti kurikulum pemerintah, mata pelajaran komputer itu dilebur ke berbagai pelajaran tematik. Artinya, siswa bisa saja mendapat berbagai tugas dimana komputer juga diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut.

Bagaimana dengan sekolah yang tidak memiliki lab komputer? Menurut Chi, dengan tidak ada kewajiban mata pelajaran komputer, justru beban sekolah jadi sedikit berkurang. Sekarang tinggal gimana guru kreatif aja mengarahkan para siswanya belajar dengan cara lain tanpa tergantung dengan komputer.


Yang Mengkhawatirkan dari K-13


Hmmm... sebetulnya Chi lebih suka menyebutnya 'masih tanda tanya' daripada 'mengkhawatirkan'. Karena Chi masih berprasangka dan berharap baik dengan kurikulum 2013 ini. Cuma memang tetap ada beberapa hal yang buat Chi masih tanda tanya.


Kurikulum Berubah Lagi

Kita tau sama tau lah kalau kurikulum di Indonesia itu sering berubah. Chi, sih, selalu berusaha siap aja mengalamin perubahan. Seperti postingan sebelum ini, apapun kurikulumnya, Chi berusaha untuk mengolahnya menjadi kurikulum yang mencerdaskan bagi Keke dan Nai. Tetap menolak berpikir kalau anak-anak adalah korban pendidikan.

Chi berharap kurikulum 2013 ini jangan diubah dulu. Setidaknya dalam waktu dekat. Karena yang namanya perubahan itu, selalu diawali dengan masa adaptasi. Dan, dimana-mana yang namanya masa adaptasi itu, masa yang terberat. Kurikulum 2013 ini masih ada di masa adaptasi. Tunggulah sampai berjalan sekian tahun untuk tahu hasil terbaik dan terburuknya.

Tapi mengingat sebentar lagi pemerintahan baru, apakah kurikulum akan ganti lagi? Chi berharap semoga jangan.


Menjadi Aktif dan Kreatif Itu tidak Mudah

Sebetulnya, Keke dan sekolahnya gak terlalu sulit menjalani masa adaptasi ini. Karena, ketika masih pakai kurikulum lama, metode belajar aktif-kreatif yang child friendly pun udah diterapkan di sekolah. Jadi, walopun kurikulum lama itu materinya berat, tetep bisa disampaikan dengan cara menyenangkan.

Masalahnya, gak semua guru seperti itu gaya mengajarnya. Menjadi kreatif, sering kali sulit bagi yang tidak terbiasa. Apalagi buat para guru senior yang sudah berada di zona nyaman. Sudah sangat terbiasa selama puluhan tahun memberi materi sesuai buku pelajaran saja, mungkin akan sulit merubah gaya pengajaran. Biasa hanya satu arah, sekarang kedua pihak harus aktif dan kreatif.


Menilai Karakter Jauh Lebih Sulit

Walopun Chi bukan seorang guru, tapi Chi yakin kalau menilai karakter itu jauh lebih sulit daripada memberi nilai akademis. Sebagai seorang ibu dari 2 anak aja, Chi masih sering berusaha untuk terus menggali dan memahami karakter Keke dan Nai sampe sekarang. Kebayang kan gimana beratnya tugas guru ketika harus bisa menilai setiap anak didiknya dalam waktu yang singkat (hanya 1 tahun ajaran)?

Kalau penilaian akademis itu lebih mudah. Guru tinggal memberi soal, nanti penilaiannya berdasarkan hasil yang dikerjakan anak-anak. Bagus dan jelek ada bukti di atas kertas. Penilaian karakter, gak semudah itu. Guru benar-benar dituntut harus objektif. Gak boleh, tuh, ada perasaan like and dislike ketika memberi penilaian. Gak boleh pilih kasih. Berat, ya. Sementara di satu sisi, guru juga manusia yang punya perasaan :D


Komunikasi

Pendidikan karakter sudah menjadi tuntutan di beberapa kalangan masyarakat. Ketika itu dikabulkan, sebagai orang tua juga harus berpikiran terbuka dan bisa berdiskusi terutama ketika menerima kritik tentang anak kita. Bisa jadi cobaan berat juga bagi seorang guru yang merasa udah berusaha seobjektif mungkin memberikan penilaian, tapi masih ditanggapi dengan tudingan gak enak.

Jujur aja, kadang ketika ada laporan dari guru yang mengkritik sikap Keke atau Nai, suka ada sedikit terbersit rasa sebel. Dan, godaan kepengen langsung ngebela anak dengan berkata, "Masa', sih? Kayaknya anak saya gak begitu, deh!". Jangan-jangan gurunya pilih kasih, atau apalah. Ya, namanya juga ibu. Kadang suka ada rasa protektif ke anak hahaha.

Alhamdulillah, emosi itu gak pernah terlontar. Bisa bersikap untuk menenangkan diri dulu sebelum berkomunikasi kepada guru. Dan, rasanya kalau kita bisa berkomunikasi dengan baik, apapun masalahnya bisa diselesaikan dengan baik, kok. Insya Allah.

Masalahnya, gak semua orang tua seperti itu. Ada lho yang langsung mencak-mencak ke guru. Bahkan sampe nunjuk-nunjuk di depan wajah guru. Nah, kalau memang kita berharap pendidikan karakter itu ada di Indonesia, seharusnya orang tua juga ikut mencontohkan. Gimana menyelesaikan masalah dengan baik. Bisa jadi sebetulnya masalahnya sepele tapi karena udah emosi duluan, akhirannya jadi gak baik.


Sempet Bingung Mengajarkan Pelajaran

Bukunya udah tematik, tapi jam belajarnya masih per mata pelajaran. Suka bingung kalau mau ngajarin Keke mana itu pelajaran IPS, PPKn, dan lain-lain. Paling gampang ya ngajarin matematika. Cari aja halaman yang ada pelajaran hitung-hitungannya. Udah pasti itu matematika hehe.

Tapi, semua itu berproses. Tahun ajaran ini udah disesuaikan. Kurikulumnya tematik, mata pelajarannya juga tematik. :)


Ujian Akhir

Disekolah Keke dan Nai, penilaian akademis tetap diberikan. Semata-mata untuk meminimalkan konflik antara orang tua dan murid. Karena seperti yang Chi tulis di atas, gak semua orang tua bisa tetap bersikap tenang ketika mendapat laporan dari guru tentang perilaku anaknya. Maka, nilai akademis pun tetap diberikan supaya orang tua bisa lebih banyak mempertimbangkan lagi.

Tapi, kebijakan pemerintah sendiri, penialaiannya adalah karakter bukan lagi nilai. Yang menjadi pertanyaan Chi dan juga sempat dilontarkan oleh salah satu orang tua murid tahun lalu adalah bagaimana dengan ujian akhirnya nanti dengan sistem pendidikan karakter?

Penjelasan dari kepsek, sih, ada kemungkinan ujian akhir SD itu memang akan dihapus. Kalaupun tetap ada, tentunya materi disesuaikan dengan kurikulum baru.

Ya, apapun nanti keputusannya, Chi jalanin aja, seperti yang sudah-sudah. Gak ada kurikulum yang 100% menurut Chi. Tapi, setiap zaman selalu ada yang berhasil, kan? Jadi, pantang putus asa. Semangat! :D

Jadi, kurikulum 2013 itu 'uh' atau 'aha', nih? Chi pilih bilang, Aha! :)

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^