Anak generasi gadget ternyata juga bisa lupa dengan gadget. Caranya bahkan gak sulit, lho. Mau tau caranya? Salah satunya ada di pengalaman kami usai UAS lalu.
Ayah: "Ke, Nai pernah ajak teman-teman main kesini?"
Saat itu kami sedang berada di Tanakita. Keke dan Nai kompakan bilang belum pernah.
Ayah: "Ajaklah teman-teman kalian ke sini sesekali. Kapan?"
Keke: "Iya, nanti pas Keke ulang tahun."
2 hari kemudian ...
Bunda: "Ke, siapa aja temanmu yang mau diajak ke Tanakita? Trus maunya kapan?"
Keke: "Ayah itu serius apa becanda, sih, Bun? Keke belum ngomong sama teman. Takutnya Ayah cuma becanda."
Bunda: "Coba Bunda tanya lagi ke Ayah, ya."
Besok paginya ...
Bunda: "Yah, itu serius ajakin teman-teman Keke ke Tanakita?"
Ayah: "Serius. Kenapa memangnya?"
Bunda: "Ya, Keke ragu mau ajak temannya. Siapa tau Ayah cuma becanda."
Ayah: "Beneran, serius."
Bunda: "Berapa orang kira-kira yang bakal diajak?"
Ayah: "Ajak aja sekitar 10 anak."
Bunda: "Kalau orangtuanya mau pada ikut?"
Ayah: "Kalau orangtuanya mau ikut harus bayar. Tapi anak-anaknya, sih, gak usah."
Bunda: "Gitu, ya. Tapi memangnya kita bisa bawa 12 anak jalan-jalan ke Tanakita tanpa orangtua masing-masing?"
Ayah: "Mereka udah pada kelas 6, kan? Jadi seharusnya udah bisa diatur. Bisa, lah. Kapan mau ke Tanakita?"
Setelah berunding dengan K'Aie, kami sepakat mau ajak teman-teman Keke ke Tanakita setelah UAS selesai. Kalau menunggu Keke ulang tahun masih agak lama. Lagipula bulan Maret (saat Keke ulang tahun), kayaknya semua anak sudah disibukkan dengan persiapan menghadapi ujian akhir. Jadi yang paling nyaman memang setelah UAS. Itu artinya sekitar 1 bulan sebelum hari H.
1 bulan itu persiapan yang cukup mepet sebenarnya. Karena kami berencana naik transportasi umum. Salah satunya adalah kereta api yang mana harus dipesan dari jauh-jauh hari kalau mau kebagian. bahkan saat kami merencanakan itu sudah dipastikan gak bakal bisa dapat gerbong eksekutif karena sudah dibooking oleh rombongan pesepeda yang juga jadi tamu di Tanakita.
Keke tentu aja senang banget begitu tau ajakan ayahnya serius. Dari yang tadinya dia dapat jatah mengajak 10 orang teman bertambah menjadi 12. Nai pun meminta salah seorang sahabatnya ikut. Untuk kali ini memang diprioritaskan teman Keke dulu. Orang tua ada 7 orang yang ikut (termasuk kami). Total rombongan ada 22 orang (15 orang anak dan 7 orang dewasa).
Selama sebulan sebelum hari H, Chi bawaannya deg-degan terus. Dari mulai membuat group kecil di WA untuk orang tua yang anak-anaknya diundang. Chi deg-degan khawatir kurang mendapat respons. Siapa tau pada gak sreg begitu tau harus naik KRL trus naik kereta kelas ekonomi. Trus lanjut carter angkot pula. Alhamdulillah, ternyata pada memberikan respons yang sangat baik. Duh, Chi jadi gak enak karena udah berprasangka *Maaf, ya :)*
Selesai sampai situ deg-degannya? Enggak juga ... Namanya juga ajak anak orang. Mereka menitipkan anaknya dalam keadaan baik, maka pulangnya juga harus baik. Dan, setiap saat Chi berhitung melulu. Khawatir ada yang ketinggalan hahaha. Apalagi pas pulangnya, kan, sudah malam.
Alhamdulillah semua anak bilang seru. Para orang tua bercerita kalau anak-anaknya happy banget. Cerita sampai gak putus-putus. Berkesan banget pokoknya. Senang dan lega rasanya melihat pada senang. Terima kasih banyak untuk semua orang tua yang sudah memberi kepercayaan kepada anak-anaknya untuk datang ke undangan Keke. Keke juga senang banget, teman-temannya pada mau ikut.
Sepanjang perjalanan dari mulai berangkat hingga pulang, Chi selalu mengamati tingkah laku Keke dan teman-temannya. Seru juga mengamati mereka secara langsung.
Anak Generasi Gadget Juga Bisa Lupa Gadget
Ketika berada di kereta dari stasiun Paledang (Bogor) hingga Cisaat,
begitu juga saat pulang, setiap anak memegang gadget (handphone) termasuk
Keke. Chi perhatikan hanya 1 anak yang tidak membawa handphone. Tapi
apakah sepanjang jalan mereka jadi asik dengan masing-masing? Enggak.
Mereka tetap aja heboh dengan becandaan. Rasanya 1 gerbong jadi ramai
dengan celotehan mereka. Bahkan beberapa kali kami harus saking
mengingatkan saat perjalanan pulang untuk tidak mengecilkan volume suara.
Karena pas pulang, kami ketiban rezeki dapat tiket kelas eksekutif. Dan di
dalam gerbong eksekutif suasananya kan sunyi hahaha.
Chi: "Siap-siap, ya, sebentar lagi kita akan jalan ke danau."
Mereka pun langsung mencecar Chi. Ngapain aja di danau? Bisa berenang, gak? Bla ... Bla ... Bla ... Begitu Chi jawab kalau di danau cuma untuk menikmati danau, mereka langsung pada menolak. Eyaampuuun ... urat kedinginan mereka kayaknya udah pada hilang hahaha.
Ketika kami sampai di Tanakita, hujan deras langsung menyambut. Anak-anak pun dengan sukacita langsung mandi hujan. Tentunya harus makan siang dulu sebelum mandi hujan. Sebetulnya pada bawa jas hujan, tapi gak ada satupun yang pakai saat mandi hujan. Mereka kelihatan gembira banget. Main bola, guling-gulingan di rumput yang berlumpur. Rasanya Chi juga jadi pengen ikutan hahaha.
Mereka mulai kelihatan bosan ketika hujan mulai berhenti. Tapi begitu Chi ajak ke danau pada menolak. Akhirnya kami ganti rencana. Mengajak mereka ke sungai untuk bermain air. Mereka pun langsung pada berseru, "SETUJUUU!!"
Sebetulnya, kami sudah menduga kalau anak-anak gak bakal betah diajak ke danau. Kata K'Aie kalau ngajak orang tua baru cocok ke danau. Ajak anak-anak memang harus yang ada unsur petualangannya *siap-siap lutut yang mulai kena faktor U :p*
Ketika mereka beraktivitas fisik, ternyata mereka bisa lupa, lho sama gadgetnya. Gak ada satupun anak yang ingat dengan gadget. Setelah makan siang, mereka semua langsung mandi hujan. Kemudian lanjut main air di sungai. Aktivitas ini kami lakukan hingga sore. Bahkan beberapa diantara mereka mengatakan kalau aktivitas seperti akan bikin mereka tidur cepat dengan nyenyak hehehe ...
Tapi rupanya mereka tidur larut malam, bahkan lebih dari pukul 12 malam .. Penyebabnya adalah GADGET!
Chi baru tau keesokan harinya dari cerita mereka. Ketika sudah mengantuk dan masuk ke tenda masing-masing, mulai pada buka gadget. Mata yang tadinya sudah mengantuk, menjadi cerah lagi. Akhirnya mereka baru tidur sangat larut.
Chi pernah nonton tayangan parenting Jo Frost, katanya kalau mau anak bisa tidur cukup dan berkualitas adalah dengan tidak memberikan tv, konsol, handphone di kamar anak. Ketika waktunya tidur harus steril dari benda-benda tersebut. Memang terbukti, kok. Biasanya kalau udah masuk pukul 9 malam Keke dan Nai disterilkan dari benda-benda tersebut. Dan, mereka tidurnya cepat. Bahkan sebelum pukul 9 kadang sudah tidur. Kecuali kalau sudah masuk liburan karena Chi agak melonggarkan aturan saat libur.
Selama 2 hari 1 malam kami di Tanakita, mereka bisa berjam-jam terlihat gak pegang gadget. Dan, mereka enjoy aja, tuh. Ini menarik sekali karena mereka itu, kan, generasi yang sangat akrab dengan gadget. Kok, bisa? Ya, itu karena mereka punya kegiatan pengganti yang (lebih) menyenangkan.
Seringkali orang tua merasa khawatir melihat anaknya terus-menerus dengan gadget. Seringkali orang tua merasa bahwa masa kecil mereka lebih indah karena bersih dari gadget. Setiap kali chi melihat ada yang berkata "Masa kecil saya jauh lebih indah. Gak kayak anak-anak sekarang yang gadgetan melulu," rasanya Chi suka pengen usil bertanya. Pengen bertanya, "Kenapa anak-anak gak dikenalkan dengan pengalaman masa kecil yang katanya asik itu?"
Sebagai orang tua juga kadang kita cuma bisa menggali memory masa kecil tapi lupa mengenalkan. Kalau memang masa kecil kita dulu asyik, ayo dong kenalkan kepada anak-anak. Alih-alih mengenalkan, malah bikin banyak alasan. Lapangan udah gak ada, inilah, itulah, banyak sekali alasannya.
Keke dan Nai pernah main engklek di rumah. Iya, di rumah! Lantai garasi kami coret-coret dengan spidol. Gak perlu khawatir, lah, selama masih ada penghapus tinta di bumi hehehe. Lagian di rumah sendiri ini. Melihat mereka senang banget itu jauh lebih asik daripada mikirin gimana bersihinnya, kok.
Permainan kartu, bekel, congklak, kelereng, dan lain-lain adalah permainan yang gak memerlukan area luas. Itu juga bagian dari permainan masa kecil yang asik, kan? Kalau gak memungkin bermain di luar, cari kegiatan yang bisa dilakukan di rumah. Sekarang juga banyak yang jual permainan jadul. Atau beli aja karet gelang di pasar trus ajak anak-anak main lompat karet.
Sekarang di sekolah-sekolah berbagai pemainan tradisional dikenalkan. Di sekolah Keke dan Nai seperti itu. Mereka selalu seneng banget kalau abis main benteng di sekolah. Lapangan sekolah memang gak memungkinkan untuk bermain sepakbola. Tapi mereka masih punya lapangan futsal.
Iya, masa kecil orang tua memang asik karena banyak permainan yang asik. Dan, anak-anak sekarang juga tetap bisa menikmatinya. Chi sudah membuktikannya berkali-kali terhadap Keke dan Nai. Begitu juga ketika kami ke Tanakita, Keke dan teman-temannya bisa sampai berjam-jam tidak ingat dengan gadget. Itu karena mereka mereka menemukan aktivitas pengganti yang (lebih) asik.
Kalau memang tidak ingin anak-anak tergantung dengan gadget, salah satu caranya memang harus cari kegiatan pengganti seperti yang Chi uraikan di atas. Anak seusia mereka itu lagi butuh banyak aktivitas. Jangan cuma dilarang tapi trus gak dikasih kegiatan pengganti. Kalau sampai mereka cari kegiatan gak jelas, kan, malah jadi repot juga. Kita juga dulu begitu, kan? Cuma aja dulu memang aktivitas lebih beragam. Lagi gak bisa kegiatan ini, bisa kegiatan lain. Tapi kalau semuanya dilarang sama orangtua juga pasti bakal bingung juga.
Chi dan K'Aie gak pernah melarang anak-anak untuk mengenal gadget. Biar bagaimana, gadget sudah jadi bagian dari era mereka. Yang bisa kami lakukan adalah mengontrol. Jangan kebablasan dalam segala hal. Pokoknya sebisa mungkin ambil sebanyak-banyak manfaat gadget dan jauhkan kerugiannya.
Malah Chi rasa sekarang Keke dan Nai lebih kaya pengalaman dibandingkan kami. Mereka akrab dengan gadget. Tapi beberapa permainan tradisional zaman orang tuanya kecil juga mereka merasakannya. Berarti kalau dibilang anak-anak zaman sekarang gak seperti anak-anak zaman dulu, belum tentu juga, ya. Dan, dengan mengenalkan mereka berbagai aktivitas yang mengasyikkan, orang tua gak perlu tarik urat leher untuk melarang mereka terus menerus sama gadgetnya, kok. Coba aja buktikan sendiri :)
Catatan: Walaupun di artikel ini kegiatannya adalah saat traveling, sebetulnya untuk menciptakan kegiatan yang asik gak harus dengan jalan-jalan. Di rumah pun (seharusnya) bisa. Ayo, para orang tua saatnya mulai mencari kegiatan apa saja yang asik untuk anak sebagai pengganti gadget :)
Chi: "Siap-siap, ya, sebentar lagi kita akan jalan ke danau."
Mereka pun langsung mencecar Chi. Ngapain aja di danau? Bisa berenang, gak? Bla ... Bla ... Bla ... Begitu Chi jawab kalau di danau cuma untuk menikmati danau, mereka langsung pada menolak. Eyaampuuun ... urat kedinginan mereka kayaknya udah pada hilang hahaha.
Ketika kami sampai di Tanakita, hujan deras langsung menyambut. Anak-anak pun dengan sukacita langsung mandi hujan. Tentunya harus makan siang dulu sebelum mandi hujan. Sebetulnya pada bawa jas hujan, tapi gak ada satupun yang pakai saat mandi hujan. Mereka kelihatan gembira banget. Main bola, guling-gulingan di rumput yang berlumpur. Rasanya Chi juga jadi pengen ikutan hahaha.
Mereka mulai kelihatan bosan ketika hujan mulai berhenti. Tapi begitu Chi ajak ke danau pada menolak. Akhirnya kami ganti rencana. Mengajak mereka ke sungai untuk bermain air. Mereka pun langsung pada berseru, "SETUJUUU!!"
Sebetulnya, kami sudah menduga kalau anak-anak gak bakal betah diajak ke danau. Kata K'Aie kalau ngajak orang tua baru cocok ke danau. Ajak anak-anak memang harus yang ada unsur petualangannya *siap-siap lutut yang mulai kena faktor U :p*
Gadget Bisa Mempengaruhi Kualitas Tidur
Ketika mereka beraktivitas fisik, ternyata mereka bisa lupa, lho sama gadgetnya. Gak ada satupun anak yang ingat dengan gadget. Setelah makan siang, mereka semua langsung mandi hujan. Kemudian lanjut main air di sungai. Aktivitas ini kami lakukan hingga sore. Bahkan beberapa diantara mereka mengatakan kalau aktivitas seperti akan bikin mereka tidur cepat dengan nyenyak hehehe ...
Tapi rupanya mereka tidur larut malam, bahkan lebih dari pukul 12 malam .. Penyebabnya adalah GADGET!
Chi baru tau keesokan harinya dari cerita mereka. Ketika sudah mengantuk dan masuk ke tenda masing-masing, mulai pada buka gadget. Mata yang tadinya sudah mengantuk, menjadi cerah lagi. Akhirnya mereka baru tidur sangat larut.
Chi pernah nonton tayangan parenting Jo Frost, katanya kalau mau anak bisa tidur cukup dan berkualitas adalah dengan tidak memberikan tv, konsol, handphone di kamar anak. Ketika waktunya tidur harus steril dari benda-benda tersebut. Memang terbukti, kok. Biasanya kalau udah masuk pukul 9 malam Keke dan Nai disterilkan dari benda-benda tersebut. Dan, mereka tidurnya cepat. Bahkan sebelum pukul 9 kadang sudah tidur. Kecuali kalau sudah masuk liburan karena Chi agak melonggarkan aturan saat libur.
Kenapa Mereka Bisa Lupa dengan Gadget?
Selama 2 hari 1 malam kami di Tanakita, mereka bisa berjam-jam terlihat gak pegang gadget. Dan, mereka enjoy aja, tuh. Ini menarik sekali karena mereka itu, kan, generasi yang sangat akrab dengan gadget. Kok, bisa? Ya, itu karena mereka punya kegiatan pengganti yang (lebih) menyenangkan.
Seringkali orang tua merasa khawatir melihat anaknya terus-menerus dengan gadget. Seringkali orang tua merasa bahwa masa kecil mereka lebih indah karena bersih dari gadget. Setiap kali chi melihat ada yang berkata "Masa kecil saya jauh lebih indah. Gak kayak anak-anak sekarang yang gadgetan melulu," rasanya Chi suka pengen usil bertanya. Pengen bertanya, "Kenapa anak-anak gak dikenalkan dengan pengalaman masa kecil yang katanya asik itu?"
Sebagai orang tua juga kadang kita cuma bisa menggali memory masa kecil tapi lupa mengenalkan. Kalau memang masa kecil kita dulu asyik, ayo dong kenalkan kepada anak-anak. Alih-alih mengenalkan, malah bikin banyak alasan. Lapangan udah gak ada, inilah, itulah, banyak sekali alasannya.
Keke dan Nai pernah main engklek di rumah. Iya, di rumah! Lantai garasi kami coret-coret dengan spidol. Gak perlu khawatir, lah, selama masih ada penghapus tinta di bumi hehehe. Lagian di rumah sendiri ini. Melihat mereka senang banget itu jauh lebih asik daripada mikirin gimana bersihinnya, kok.
Permainan kartu, bekel, congklak, kelereng, dan lain-lain adalah permainan yang gak memerlukan area luas. Itu juga bagian dari permainan masa kecil yang asik, kan? Kalau gak memungkin bermain di luar, cari kegiatan yang bisa dilakukan di rumah. Sekarang juga banyak yang jual permainan jadul. Atau beli aja karet gelang di pasar trus ajak anak-anak main lompat karet.
Sekarang di sekolah-sekolah berbagai pemainan tradisional dikenalkan. Di sekolah Keke dan Nai seperti itu. Mereka selalu seneng banget kalau abis main benteng di sekolah. Lapangan sekolah memang gak memungkinkan untuk bermain sepakbola. Tapi mereka masih punya lapangan futsal.
Iya, masa kecil orang tua memang asik karena banyak permainan yang asik. Dan, anak-anak sekarang juga tetap bisa menikmatinya. Chi sudah membuktikannya berkali-kali terhadap Keke dan Nai. Begitu juga ketika kami ke Tanakita, Keke dan teman-temannya bisa sampai berjam-jam tidak ingat dengan gadget. Itu karena mereka mereka menemukan aktivitas pengganti yang (lebih) asik.
Kalau memang tidak ingin anak-anak tergantung dengan gadget, salah satu caranya memang harus cari kegiatan pengganti seperti yang Chi uraikan di atas. Anak seusia mereka itu lagi butuh banyak aktivitas. Jangan cuma dilarang tapi trus gak dikasih kegiatan pengganti. Kalau sampai mereka cari kegiatan gak jelas, kan, malah jadi repot juga. Kita juga dulu begitu, kan? Cuma aja dulu memang aktivitas lebih beragam. Lagi gak bisa kegiatan ini, bisa kegiatan lain. Tapi kalau semuanya dilarang sama orangtua juga pasti bakal bingung juga.
Chi dan K'Aie gak pernah melarang anak-anak untuk mengenal gadget. Biar bagaimana, gadget sudah jadi bagian dari era mereka. Yang bisa kami lakukan adalah mengontrol. Jangan kebablasan dalam segala hal. Pokoknya sebisa mungkin ambil sebanyak-banyak manfaat gadget dan jauhkan kerugiannya.
Malah Chi rasa sekarang Keke dan Nai lebih kaya pengalaman dibandingkan kami. Mereka akrab dengan gadget. Tapi beberapa permainan tradisional zaman orang tuanya kecil juga mereka merasakannya. Berarti kalau dibilang anak-anak zaman sekarang gak seperti anak-anak zaman dulu, belum tentu juga, ya. Dan, dengan mengenalkan mereka berbagai aktivitas yang mengasyikkan, orang tua gak perlu tarik urat leher untuk melarang mereka terus menerus sama gadgetnya, kok. Coba aja buktikan sendiri :)
Catatan: Walaupun di artikel ini kegiatannya adalah saat traveling, sebetulnya untuk menciptakan kegiatan yang asik gak harus dengan jalan-jalan. Di rumah pun (seharusnya) bisa. Ayo, para orang tua saatnya mulai mencari kegiatan apa saja yang asik untuk anak sebagai pengganti gadget :)
16 comments
Kalau ada aktivitas yg seru anak-anak bisa lupa sm gadgetnya. Mungkin permainan tradisional kudu dihidupkan lagi biar anak2 banyak gerak juga.
ReplyDeleteNyengir pas baca mata mereka cerah lagi setelah bermain gadget :)
di sekolah anak-anak saya, permainan tradisional sudah dikenalkan. Sepertinya untuk kurikulum tematik, permainan tradisional memang dikenalkan
Deletewah seru banget bisa liburan ke tanakita, bisa alternatif liburan buat anak-anak niy mba.
ReplyDeleteayo main ke sini, Mbak :)
DeleteSetuju deh,mbak. Kalo melarang ya harus diganti dg mengajak anak2 berpetualang. Anak2ku masih mnegalami mainan air di kolam belakang rumah, engklek, gobak sodor sama anak tetangga. Orang tuanya pun kadang ikut main, hahahaa. Asik jadinya, berasa kembali jadi anak2.
ReplyDeleteJiwa anak-anak sepertinya memang agak susah menerima larangan. Mending diarahkan hehehe
DeleteAsal ortu mau dan terus berusaha mengenalkan kegiatan outdoor ama permainan tradisional, no gejet, no problem, ya.
ReplyDeleteyup! Harus mau cape dan kreatif pokoknya :D
DeleteKalo kegiatannya seru kayak gitu,,,siapa pun bisa lupa gadget kayak mbak...setuju gak...?hehehhehe
ReplyDeletesetuju, sih. Tapi, ya, gak harus dengan jalan-jalan, kok. Di rumah juga bisa bikin kegiatan yang asik :)
Deleteadik saya sudah kecanduan, malah sekarang tempat mainnya tekat colokan aja :D
ReplyDeletesemoga bisa mengurangi durasi main gamenya, Mas :)
DeleteMbak Chiiiii ... ajak anakku juga dooong. Ha..ha....
ReplyDeleteaku tuh pengen banget deh suatu saat bisa ajak anak-anak nginep di sini :)
ayo main ke sini, Mbak :)
Deleteeh bener lho mak. anak bisa lupa gadget kalau ada yang menarik mereka. baruuu kemarin saya ajak anak-anak bikin tas kertas, jam tangan kertas, sedari siang sampai sore mereka nggak nyetel TV padahal biasanya pulang sekolah langsung nyalakan TV.
ReplyDeletecuma tiap hari memang ortu harus kreatif bikin acara seru. pas kapan hari itu saya ajak mereka main ke sawah sampai kotor, naik motor bertiga ke pegunungan.
saya amati anak saya bosan dengan satu kegiatan baru itu dalam dua hari. misal hari ini bikin tas kertas, besoknya masih menggebu. lusa udah ga mau bikin lagi.
tfs ya mak.
sama-sama, Mbak
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^