Beli sepatu sekolah menjelang tahun ajaran dimulai memang masih menjadikegiatan tahunan kami. Bukan karena tahun ajarannya, tapi memang sepatu mereka yang mulai sempit. Penyebabnya karena kami kalau beli sepatu memang selalu cari size yang pas dengan kaki. Kami gak suka beliin sepatu anak dengan 1 nomor lebih besar apalagi lebih supaya kepakenya lebih lama. Buat kami pake sepatu kebesaran sama gak nikmatnya kayak pake sepatu kekecilan. Tapi karena selalu beli dengan nomor yang pas, jadinya tiap tahun masih harus beli sepatu.

Cari sepatu itu gak gampang. Seringkali kami harus beberapa kali datang ke mall baru nemuin sepatu yang sreg. Beberapa hari sebelum bulan Ramadan, Chi sekeluarga pergi ke Pondok Indah Mall (PIM) untuk cari sepatu sekolah buat Keke-Nai. Lagi duduk-duduk di area sepatu, datenglah seorang bapak sambil menggendong anak laki-laki. Perkiraan Chi, anaknya ini berumur 2-3 tahun. Disamping bapak tersebut ada seorang bapak lagi yang terlihat lebih tua, mungkin itu kakeknya.

Bapak yang lebih tua itu lalu mengambil sepasang sepatu anak. Lalu sepatu tersebut dipakai ke kaki anak laki-laki yang sedang digendong itu. Ternyata anak tersebut langsung menangis keras sambil menghentak-hentakkan kaki karena gak mau dipakaikan sepatu.

Bapak Tua : "Oh, gak suka, ya, sama sepatunya. Ya, udah di taro lagi, ya ..."

Ketika sepatu tersebut ditaro, anak kecil itu bukannya berhenti menangis justru tangisannya semakin keras sambil menunjuk-nunjuk ke arah sepatu yang barusan di taro.

Bapak Tua : "Loh, kok malah tambah kenceng nangisnya? Jadi mau sepatu ini? Ya, udah diambilkan lagi."

Sang kakek mangambil sepatu itu lagi, tapi pas mau dipakai ke kaki anak itu malah menolak. Akhirnya sang kakek memberikan sepatu itu ke tangan cucunya. Tiba-tiba ...

Plak!

Mendaratlah sepasang sepatu mungil itu ke badan Chi ... Sakit, sih, enggak karena sepatu anak-anak. Cuma kaget aja.

Sang kakek mengambil sepatu itu dan mengembalikan ke tempatnya. Setelah melempar sepatu, mendadak tangisan si anak berhenti. Dan bapak yang dari tadi menggendong anak tersebut berkata, "Oh dia kalau lagi marah emang gitu, Pak. Barang yang bikin dia kesel harus dilempar dulu baru brenti nangisnya ..." Mereka pun berlalu, tanpa mengucapkan maaf sedikitpun ke Chi. Hmmmm ....

Jujur aja, saat itu emang Chi ada sedikit rasa kesal. Dan sempet heran juga pas denger ucapan bapak yang menggendong anaknya itu. Seolah-olah melempar benda untuk melampiaskan rasa marah itu sesuatu yang dibenarkan. Tapi biarin aja, lah, jadi problem mereka. Mungkin Chi sedikit kesal karena Nai ada di sebelah Chi saat itu. Dan itu bukan pemandangan yang bagus buat dia.

Chi akhirnya bilang ke Nai, "Jangan kayak gitu, ya, Nak! Gak boleh melempar barang-barang kalau lagi kesal. Apalagi kalau sampe kena orang lain, Ima wajib meminta maaf." Nai pun mengangguk.

Tentu aja Chi bilang gitunya setelah mereka menjauh, hilang dari pandangan. Karena biar gimana, Chi coba menjaga etika aja. Gak enak kalau mereka sampai mendengar, walaupun mungkin kita berada di posisi yang benar sekalipun. Lagian walaupun Keke-Nai gak pernah ngamuk seperti itu di mall, tapi kayaknya mengurusi anak yang lagi ngamuk itu udah kesulitan sendiri buat orang tua. Apalagi kalau terjadinya di depan umum. Jadi Chi rasa gak perlu kita menambah-nambahi beban mereka :)