Pertanyaan tentang Biaya Pendidikan yang Sebaiknya Ditanyakan Orang Tua Saat Survey Sekolah

Saat berkeliling untuk survei sekolah, salah satu hal terpenting yang harusnya menjadi pertanyaan adalah tentang biaya pendidikan. Ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan dari investasi kita pada masa depan anak. Dengan memahami secara rinci apa saja komponen biaya yang ada, kita dapat membuat perencanaan keuangan yang lebih matang dan memastikan pilihan sekolah yang diambil sejalan dengan anggaran keluarga. Pertanyaan ini akan membuka percakapan yang jujur tentang biaya uang pangkal, iuran bulanan, biaya kegiatan ekstrakurikuler, dan potensi biaya tersembunyi lainnya, sehingga kita tidak akan terkejut di kemudian hari.

pertanyaan tentang biaya pendidikan saat survey sekolah

Artikel ini ditulis karena setiap menjelang akhir dan awal tahun ajaran, selalu ada aja kehebohan berulang. Salah satunya tentang biaya pendidikan. Berdasarkan pengalaman pribadi, beberapa elemen biaya sebetulnya bisa diduga hitungannya sejak awal kalau disiapkan dnegan matang atau dicari tau lebih dulu infonya. Sehingga tidak perlu terjadi kehebohan.

"Katanya sekolah gratis, tapi kok ada biaya ini itu yang gak murah?"
"Wajar gak sih kalau ada biaya ini di sekolah?"

Kurang lebih pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Alhamdulillah, selama anak-anak sekolah mulai dari PAUD hingga SMA, hampir semua biayanya bisa diduga. Berdasarkan pengalaman pribadi, orang tua bisa menanyakan tentang biaya pendidikan lebih rinci. Jadinya gak menimbulkan kekagetan dan bisa lebih mempersiapkan biayanya.

 

Berbagai Biaya Sekolah Selain SPP

 

Biaya Seragam

Ketika anak-anak sekolah di swasta, biaya seragam biasanya udah termasuk pembiayaan di awal (uang pangkal). Tapi, biasanya kan ada beli seragam baru kalau udah kekecilan. Bisa tuh sekalian ditanya ke sekolah range harga seragam. Apalagi kalau sekolah swasta biasanya seragamnya punya ciri khas masing-masing. Jadi harus beli di sekolah, kecuali seragam pramuka.
 
Sekolah negeri memang gratis, tapi biasanya gak termasuk seragam. Nah, ini setiap sekolah bahkan daerah bisa punya kebijakan beda-beda. Kalau di Jakarta, ada aturan melarang pungutan uang apapun, termasuk uang kas. Disdik Pemprov Jakarta sangat tegas untuk hal ini. Oiya, ini pengalaman ketika Keke dan Nai masih sekolah, ya. Jadi, gak tau sekarang masih sama atau enggak.
 
Jadi, selain baju olahraga dan batik, orang tua siswa dipersilakan membeli seragam sendiri di luar sekolah. Chi sih lebih seneng kayak gini. Chi lihat keponakan yang sekolah di provinsi lain dan beli seragam di sekolah tuh kayak kurang bagus kualitasnya. Padahal harga sama aja dengan beli di luar. Sedangkan kalau bisa beli sendiri, bisa memilih bahan seragam yang bagus.

Lihat berita terbaru, katanya sekolah negeri gak boleh jualan sama sekali termasuk seragam batik dan olahraga, ya? Tapi, kalau seragaman olahraga dan batik kan biasanya tiap sekolah punya ciri khas. Emang kalau beli terluar bisa ada terus stoknya? Entahlah. Chi gak cari tau lebih lanjut. Karena Keke dan Nai kan udah pada lulus sekolah.

 

Biaya Buku Pelajaran dan Buku Tulis

Ketika anak-anak di SD swasta, ada biaya buku yang dibebankan pada saat daftar ulang dan setiap tahunnya. Ini sudah termasuk buku tulis. Makanya, Chi gak pernah beli buku pelajaran dan buku tulis di luar sekolah ketika anak-anak masih SD.
 
Sebetulnya praktis karena udah tinggal ambil paket di sekolah. Paling sedikit minusnya adalah, seringkali masih banyak buku tulis yang belum terpakai atau masih banyak halaman kosong yang belum ditulis. Tapi, udah dapat lagi ketika kenaikan kelas.
 
Ketika anak-anak sekolah di negeri, semua buku dipinjamkan. Gratis. Nah ini juga ada plus minusnya. Waktu Keke sekolah di SMP Negeri, banyak buku pelajaran yang udah buluk banget. Makanya, inisiatif sendiri kami beli lagi buku pelajaran yang sama supaya nyaman belajarnya.
 
Nai juga di SMP Negeri, tapi beda sekolah ma Keke. Semua buku pelajaran yang dipinjamkan masih banyak yang bagus. Ketika Keke di SMA Negeri juga kualitas buku yang dipinjamkan masih lumayan. 
 
Namanya juga dipinjamkan, tentu di akhir tahun ajaran harus dikembalikan. Kalau smapai hilang harus ganti. Biasanya ganti buku yang sama, bukan dengan uang. Ada pengeluaran juga buat beli buku tulis karena yang dipinjamkan hanya buku pelajaran.

Ketika Nai di SMA Swasta, buku pelajaran dipinjamkan sekolah. Tetapi, ada biaya LKS, selain buku tulis. Gak mahal sih biaya LKSnya.


Uang Kas

Seperti yang Chi katakan di awal, Disdik Pemprov Jakarta sangat tegas untuk urusan pungutan. Uang kas dengan nominal receh pun gak boleh. Kalau sampai ketahuan Disdik bisa berat sanksinya. Makanya ketika anak-anak sekolah, rasanya gak pernah ngumpulin uang kas. Ketika anak-anak di sekolah swasta juga sama.


Hadiah untuk Wali Kelas

Katanya memberi hadiah untu wali kelas termasuk gratifikasi. Tapi, faktanya setiap kali menjelang hari raya dan terima rapot, terutama saat naik kelas, selalu ada aja perdebatan ini. Ada yang merasa keberatan karena terpaksa iuran dan segala macam kehebohan lainnya. Teman-teman bisa lho tanya ke sekolah tentang hal ini. Siapa tau sekolah punya aturannya.

Jangan malu bertanya tentang hal ini ke sekolah, ya! Karena terkadang orang tua merasa malu, tapi di sisi lain juga terpaksa ketika diminta patungan oleh korlas. Atau merasa minder ketika melihat para orang tua berlomba-lomba memberi hadiah ke wali kelas.

Ketika anak-anak sekolah di swasta, sekolah punya aturan melarang memberi hadiah secara pribadi kepada wali kelas. Tapi, para orang tua tetap memberi patungan setiap menjelang Hari Raya Idulfitri dan akhir tahun.

Caranya uang dikumpulkan ke korlas. Nanti korlas akan setor ke komite. Setelah terkumpul semua, uang akan dihitung lalu dibagi ke semua staff sekolah. Gak hanya walas yang dapat. Dari mulai Kepala Sekolah hingga satpam dan OB pun dapat. Para orang tua juga akan mendapatkan laporan keuangan dari uang yang dikumpulkan. Transparan.

Ketika anak-anak sekolah di negeri, gak ada yang seperti ini. Yup! Jawabannya karena dilarang oleh Disdik Pemprov Jakarta. Pokoknya gak boleh ada pungutan.


Iuran Study Tour dan Perpisahan/Wisuda

Ketika anak-anak di swasta, study tour dilakukan setahun 2x. Kemudian ada acara perpisahaan dan wisuda juga. Semua biaya ini udah dibayarkan di setiap kenaikan kelas. Jadinya, selama masa tahun ajaran berlangsung gak ada iuran ini itu lagi.

Ketika anak-anak di sekolah negeri, gak pernah ada study tour. Yup! Lagi-lagi alasannya karena tidak boleh ada pungutan. Ketika zaman Chi bersekolah di salah satu SMP Negeri di Jakarta tetap ada study tour. Tapi, Chi gak tau dulu prosedurnya seperti apa. Apakah peraturannya yang berubah atau gimana gitu.

Wisuda di sekolah negeri bentuknya hanya pelepasan sangat sederhana. Biasanya dilakukan di aula sekolah. Kalau pun ada acara wisuda atau perpisahan yang meriah, itu murni inisiatif orang tua. Sekolah gak terlibat sama sekali. Bahkan pihak sekolah hadir pun tidak karena khawatir disangkutpautkan.

Karena murni inisiatif orang tua, sifatnya gak memaksa. Keke gak ikutan acara prom night di sekolahnya. Alasan dia karena kurang mengenal teman-teman di SMA. Ya hampir selama SMA kan belajarnya di rumah karena pandemi. Gak apa-apa gak ikut. Pemberian ijazah dan lain-lainnya gak akan dipersulit. Kan, memang gak ada urusannya ma sekolah. 
 
Cuma memang Chi perhatiin masih banyak orang tua yang gak tau aturan ini. Suka ada aja yang terpaksa ikut karena khawatir urusan sekolah dipersulit. Padahal enggak lho. Di Jakarta memang sekolah dilarang minta iuran apapun ke orang tua murid.


Biaya Bimbel

Anak-anak bimbel ketika mereka sekolah di negeri. Kami merasa hanya mengandalkan belajar di sekolah masih kurang banget. Salah satu penyebabnya adalah beberapa kali ada jam kosong atau guru yang hanya memberi tugas. Sedangkan ketika mereka sekolah di swasta tuh bener-bener belajar selama jam pelajaran.

Jumlah murid per kelas juga cukup mempengaruhi. Jumlah murid per kelas di sekolah negeri lumayan banyak. 36 murid per kelas. Sedangkan di sekolah swasta paling setengahnya.

Makanya, anak-anak selalu bimbel ketika mereka sekolah di negeri. Tapi, ini sifatnya opsional banget ya. Bukan berarti sekolah di negeri wajib bimbel. Kembali ke keputusan masing-masing. Kalau kami merasa sangat perlu.

Biaya bimbel juga bervariatif. Keke lebih suka bimbel tatap muka langsung daripada daring. Biayanya kurang lebih sama lah kayak dia sekolah di swasta menegah ke atas. Sedangkan Nai lebih suka bimbel daring. Biayanya tentu jauh lebih murah.

Silakan baca: SMA di Brain Academy


Pilih Biaya Sekolah Swasta atau Negeri?


Ya tentu ini kembali ke pertimbangan masing-masing. Dihitung-hitung jumlah biaya yang dikeluarkan sama aja, terutama untuk Keke yang biaya bimbelnya lumayan banget.

Enaknya di swasta itu semua biaya udah terhitung sejak awal. Gak ada tambahan biaya ini itu selama masa tahun ajaran berlangsung. Pokoknya setiap daftar ulang langsung aja bayar sesuai yang ditentukan sekolah. Setelah itu tinggal bayar SPP per bulan.

Tapi, kami juga bersyukur banget sekolah negeri di Jakarta punya Disdik yang tegas banget urusan biaya. Selama anak-anak bersekolah di negeri, gak ada biaya ini itu, termasuk iuran kas. Makanya, berbagai cerita pengalaman orang tua yang kena berbagai biaya tambahan tak terduga hingga terasa memberatkan tuh gak kami alami. Bener-bener gratis ketika sekolah negeri di Jakarta.

Tips dari Chi, bawa buku catatan berisi berbagai pertanyaan seputar biaya pendidikan dan lainnya saay survey sekolah. Karena terkadang ketika survey, suka ada aja yang luput ditanyakan. Kalau bawa catatan, setidaknya meminimalisir risiko kelupaan.

Baidewei, beberapa sekolah swasta udah mulai buka pendaftaran. Selamat survey sekolah. Semoga dapat sekolah terbaik untuk anak!

Post a Comment

0 Comments