Pertanyaan tentang Biaya Pendidikan yang Sebaiknya Ditanyakan Orang Tua Saat Survey Sekolah

Saat berkeliling untuk survei sekolah, salah satu hal terpenting yang harusnya menjadi pertanyaan adalah tentang biaya pendidikan. Ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan dari investasi kita pada masa depan anak. Dengan memahami secara rinci apa saja komponen biaya yang ada, kita dapat membuat perencanaan keuangan yang lebih matang dan memastikan pilihan sekolah yang diambil sejalan dengan anggaran keluarga. Pertanyaan ini akan membuka percakapan yang jujur tentang biaya uang pangkal, iuran bulanan, biaya kegiatan ekstrakurikuler, dan potensi biaya tersembunyi lainnya, sehingga kita tidak akan terkejut di kemudian hari.

pertanyaan tentang biaya pendidikan saat survey sekolah

Artikel ini ditulis karena setiap menjelang akhir dan awal tahun ajaran, selalu ada aja kehebohan berulang. Salah satunya tentang biaya pendidikan. Berdasarkan pengalaman pribadi, beberapa elemen biaya sebetulnya bisa diduga hitungannya sejak awal kalau disiapkan dnegan matang atau dicari tau lebih dulu infonya. Sehingga tidak perlu terjadi kehebohan.

"Katanya sekolah gratis, tapi kok ada biaya ini itu yang gak murah?"
"Wajar gak sih kalau ada biaya ini di sekolah?"

Kurang lebih pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Alhamdulillah, selama anak-anak sekolah mulai dari PAUD hingga SMA, hampir semua biayanya bisa diduga. Berdasarkan pengalaman pribadi, orang tua bisa menanyakan tentang biaya pendidikan lebih rinci. Jadinya gak menimbulkan kekagetan dan bisa lebih mempersiapkan biayanya.

 

Berbagai Biaya Sekolah Selain SPP

 

Biaya Seragam

Ketika anak-anak sekolah di swasta, biaya seragam biasanya udah termasuk pembiayaan di awal (uang pangkal). Tapi, biasanya kan ada beli seragam baru kalau udah kekecilan. Bisa tuh sekalian ditanya ke sekolah range harga seragam. Apalagi kalau sekolah swasta biasanya seragamnya punya ciri khas masing-masing. Jadi harus beli di sekolah, kecuali seragam pramuka.
 
Sekolah negeri memang gratis, tapi biasanya gak termasuk seragam. Nah, ini setiap sekolah bahkan daerah bisa punya kebijakan beda-beda. Kalau di Jakarta, ada aturan melarang pungutan uang apapun, termasuk uang kas. Disdik Pemprov Jakarta sangat tegas untuk hal ini. Oiya, ini pengalaman ketika Keke dan Nai masih sekolah, ya. Jadi, gak tau sekarang masih sama atau enggak.
 
Jadi, selain baju olahraga dan batik, orang tua siswa dipersilakan membeli seragam sendiri di luar sekolah. Chi sih lebih seneng kayak gini. Chi lihat keponakan yang sekolah di provinsi lain dan beli seragam di sekolah tuh kayak kurang bagus kualitasnya. Padahal harga sama aja dengan beli di luar. Sedangkan kalau bisa beli sendiri, bisa memilih bahan seragam yang bagus.

Lihat berita terbaru, katanya sekolah negeri gak boleh jualan sama sekali termasuk seragam batik dan olahraga, ya? Tapi, kalau seragaman olahraga dan batik kan biasanya tiap sekolah punya ciri khas. Emang kalau beli terluar bisa ada terus stoknya? Entahlah. Chi gak cari tau lebih lanjut. Karena Keke dan Nai kan udah pada lulus sekolah.

 

Biaya Buku Pelajaran dan Buku Tulis

Ketika anak-anak di SD swasta, ada biaya buku yang dibebankan pada saat daftar ulang dan setiap tahunnya. Ini sudah termasuk buku tulis. Makanya, Chi gak pernah beli buku pelajaran dan buku tulis di luar sekolah ketika anak-anak masih SD.
 
Sebetulnya praktis karena udah tinggal ambil paket di sekolah. Paling sedikit minusnya adalah, seringkali masih banyak buku tulis yang belum terpakai atau masih banyak halaman kosong yang belum ditulis. Tapi, udah dapat lagi ketika kenaikan kelas.
 
Ketika anak-anak sekolah di negeri, semua buku dipinjamkan. Gratis. Nah ini juga ada plus minusnya. Waktu Keke sekolah di SMP Negeri, banyak buku pelajaran yang udah buluk banget. Makanya, inisiatif sendiri kami beli lagi buku pelajaran yang sama supaya nyaman belajarnya.
 
Nai juga di SMP Negeri, tapi beda sekolah ma Keke. Semua buku pelajaran yang dipinjamkan masih banyak yang bagus. Ketika Keke di SMA Negeri juga kualitas buku yang dipinjamkan masih lumayan. 
 
Namanya juga dipinjamkan, tentu di akhir tahun ajaran harus dikembalikan. Kalau smapai hilang harus ganti. Biasanya ganti buku yang sama, bukan dengan uang. Ada pengeluaran juga buat beli buku tulis karena yang dipinjamkan hanya buku pelajaran.

Ketika Nai di SMA Swasta, buku pelajaran dipinjamkan sekolah. Tetapi, ada biaya LKS, selain buku tulis. Gak mahal sih biaya LKSnya.


Uang Kas

Seperti yang Chi katakan di awal, Disdik Pemprov Jakarta sangat tegas untuk urusan pungutan. Uang kas dengan nominal receh pun gak boleh. Kalau sampai ketahuan Disdik bisa berat sanksinya. Makanya ketika anak-anak sekolah, rasanya gak pernah ngumpulin uang kas. Ketika anak-anak di sekolah swasta juga sama.


Hadiah untuk Wali Kelas

Katanya memberi hadiah untu wali kelas termasuk gratifikasi. Tapi, faktanya setiap kali menjelang hari raya dan terima rapot, terutama saat naik kelas, selalu ada aja perdebatan ini. Ada yang merasa keberatan karena terpaksa iuran dan segala macam kehebohan lainnya. Teman-teman bisa lho tanya ke sekolah tentang hal ini. Siapa tau sekolah punya aturannya.

Jangan malu bertanya tentang hal ini ke sekolah, ya! Karena terkadang orang tua merasa malu, tapi di sisi lain juga terpaksa ketika diminta patungan oleh korlas. Atau merasa minder ketika melihat para orang tua berlomba-lomba memberi hadiah ke wali kelas.

Ketika anak-anak sekolah di swasta, sekolah punya aturan melarang memberi hadiah secara pribadi kepada wali kelas. Tapi, para orang tua tetap memberi patungan setiap menjelang Hari Raya Idulfitri dan akhir tahun.

Caranya uang dikumpulkan ke korlas. Nanti korlas akan setor ke komite. Setelah terkumpul semua, uang akan dihitung lalu dibagi ke semua staff sekolah. Gak hanya walas yang dapat. Dari mulai Kepala Sekolah hingga satpam dan OB pun dapat. Para orang tua juga akan mendapatkan laporan keuangan dari uang yang dikumpulkan. Transparan.

Ketika anak-anak sekolah di negeri, gak ada yang seperti ini. Yup! Jawabannya karena dilarang oleh Disdik Pemprov Jakarta. Pokoknya gak boleh ada pungutan.


Iuran Study Tour dan Perpisahan/Wisuda

Ketika anak-anak di swasta, study tour dilakukan setahun 2x. Kemudian ada acara perpisahaan dan wisuda juga. Semua biaya ini udah dibayarkan di setiap kenaikan kelas. Jadinya, selama masa tahun ajaran berlangsung gak ada iuran ini itu lagi.

Ketika anak-anak di sekolah negeri, gak pernah ada study tour. Yup! Lagi-lagi alasannya karena tidak boleh ada pungutan. Ketika zaman Chi bersekolah di salah satu SMP Negeri di Jakarta tetap ada study tour. Tapi, Chi gak tau dulu prosedurnya seperti apa. Apakah peraturannya yang berubah atau gimana gitu.

Wisuda di sekolah negeri bentuknya hanya pelepasan sangat sederhana. Biasanya dilakukan di aula sekolah. Kalau pun ada acara wisuda atau perpisahan yang meriah, itu murni inisiatif orang tua. Sekolah gak terlibat sama sekali. Bahkan pihak sekolah hadir pun tidak karena khawatir disangkutpautkan.

Karena murni inisiatif orang tua, sifatnya gak memaksa. Keke gak ikutan acara prom night di sekolahnya. Alasan dia karena kurang mengenal teman-teman di SMA. Ya hampir selama SMA kan belajarnya di rumah karena pandemi. Gak apa-apa gak ikut. Pemberian ijazah dan lain-lainnya gak akan dipersulit. Kan, memang gak ada urusannya ma sekolah.

Cuma memang Chi perhatiin masih banyak orang tua yang gak tau aturan ini. Suka ada aja yang terpaksa ikut karena khawatir urusan sekolah dipersulit. Padahal enggak lho. Di Jakarta memang sekolah dilarang minta iuran apapun ke orang tua murid.

 

Biaya Ulang Tahun

Ini juga bisa ditanyakan ke sekolah. Ada sekolah yang membolehkan perayaan ulang tahun, ada yang tidak. Sekolah yang membolehkan juga ada yang pakai persyaratan, ada yang bebas.

Ketika Keke dan Nai sekolah di swasta peraturannya melarang perayaan ulang tahun. Jadi, memang gak pernah ada acara ulang tahun di sekolah. Kalau pun ada orang tua yang merayakan ulang tahun anaknya, biasanya mengundang ke rumah atau resto.

Salah seorang kerabat, anak sekolah di salah sekolah swasta. Katanya, di sekolahnya boleh merayakan ulang tahun. Tapi, ada aturan minimal harga per goodie bag. Pastinya gak murah. Jadi, paling enggak dikalikan sejumlah teman sekelas aja.

Adik Chi juga pernah sekolah di swasta. Dibolehin banget merayakan ulang tahun. Bahkan gak ada batasan. Jadinya, banyak orang tua yang jor-joran dengan goodie bag. Pokoknya banyak yang wow goodie bagnya hehehe.


Biaya Bimbel 

Anak-anak bimbel ketika mereka sekolah di negeri. Kami merasa hanya mengandalkan belajar di sekolah masih kurang banget. Salah satu penyebabnya adalah beberapa kali ada jam kosong atau guru yang hanya memberi tugas. Sedangkan ketika mereka sekolah di swasta tuh bener-bener belajar selama jam pelajaran.

Jumlah murid per kelas juga cukup mempengaruhi. Jumlah murid per kelas di sekolah negeri lumayan banyak. 36 murid per kelas. Sedangkan di sekolah swasta paling setengahnya.


Makanya, anak-anak selalu bimbel ketika mereka sekolah di negeri. Tapi, ini sifatnya opsional banget ya. Bukan berarti sekolah di negeri wajib bimbel. Kembali ke keputusan masing-masing. Kalau kami merasa sangat perlu.

Biaya bimbel juga bervariatif. Keke lebih suka bimbel tatap muka langsung daripada daring. Biayanya kurang lebih sama lah kayak dia sekolah di swasta menegah ke atas. Sedangkan Nai lebih suka bimbel daring. Biayanya tentu jauh lebih murah.

Silakan baca: SMA di Brain Academy


Biaya Sosial di Sekolah Swasta


Chi pernah membaca beberapa pendapat orang tua yang gak jadi menyekolahkan anak di swasta. Alasannya, kalau hanya biaya pendidikannya sanggup memenuhi. Tapi, gak sanggup dengan biaya sosialnya.

Menurut pengalaman Chi, biaya sosial tergantung lingkungan sekolah dan kitanya juga. Alhamdulillah, orang tua di sekolah anak-anak ketika di swasta pada baik-baik. Ya memang tetap ada yang nge-gank. Tapi, gak pernah kedengeran nyinyir ke orang tua yang gak pernah ikutan ngumpul. Kalau pun ada, Chi termasuk cuek sih. Bodo amat hahahha!

Pernah salah satu orang tua murid cerita ke Chi. Katanya, gak sreg banget dengan sekolah swasta anak pertamanya (sambil menyebut salah satu sekolah swasta ternama). Borju banget pergaulannya. Makanya, anak keduanya beda sekolah ma anaknya. Dia seneng dengan sekolah anak keduanya, meskipun ternama juga tapi gak borju.

Berdasarkan pengalaman, biaya sosialita gak hanya terjadi di swasta. Sekolah negeri juga ada kok orang tua yang nge-gank. Ya kembali ke kitanya lagi. Kalau Chi sih memang memilih untuk gak aktif di sekolah. Sekadar menjaga hubungan baik. Jadi, gak terbukti juga sekolah swasta otomatis biaya sosialnya lebih gede.


Pilih Biaya Sekolah Swasta atau Negeri?


Ya tentu ini kembali ke pertimbangan masing-masing. Dihitung-hitung jumlah biaya yang dikeluarkan sama aja, terutama untuk Keke yang biaya bimbelnya lumayan banget.

Enaknya di swasta itu semua biaya udah terhitung sejak awal. Gak ada tambahan biaya ini itu selama masa tahun ajaran berlangsung. Pokoknya setiap daftar ulang langsung aja bayar sesuai yang ditentukan sekolah. Setelah itu tinggal bayar SPP per bulan.


Tapi, kami juga bersyukur banget sekolah negeri di Jakarta punya Disdik yang tegas banget urusan biaya. Selama anak-anak bersekolah di negeri, gak ada biaya ini itu, termasuk iuran kas. Makanya, berbagai cerita pengalaman orang tua yang kena berbagai biaya tambahan tak terduga hingga terasa memberatkan tuh gak kami alami. Bener-bener gratis ketika sekolah negeri di Jakarta.

Tips dari Chi, bawa buku catatan berisi berbagai pertanyaan seputar biaya pendidikan dan lainnya saay survey sekolah. Karena terkadang ketika survey, suka ada aja yang luput ditanyakan. Kalau bawa catatan, setidaknya meminimalisir risiko kelupaan.

Baidewei, beberapa sekolah swasta udah mulai buka pendaftaran. Selamat survey sekolah. Semoga dapat sekolah terbaik untuk anak!

Post a Comment

35 Comments

  1. Ini sih tutorial lengkap banget yang bisa dipakai oleh para parents buat cari tahu sekolah swasta mana yang bisa dipertimbangkan. Keren banget deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan lupa bawa catatan pertanyaan kalau survei sekolah, ya

      Delete
  2. Sama banget dengan aku. Kedua sekolah di institusi yang berbeda. Satu swasta dan satunya negeri. Waktu itu aku memutuskan untuk bersosialiasi secukupnya aja. Saling kenal, sesekali ikut kegiatan, tapi lebih banyak enggaknya. Bukan sombong. Tapi memang ada kerjaan lainnya yang menuntut untuk di rumah atau ke tempat lain. Sejauh itu aman-aman aja.

    Jika ada urunan, saya sering banget meneliti dulu. Jika alasannya "memberi kado atau buah tangan ke guru" saya sering ngeles mau ngasih sendiri. Ya itu wire jewelry yang aku bikin sendiri. Beres dah hahahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau saya memilih urunan, meskipu pernha juga ngasih sendiri hehehe. Ya pokoknya tetap harus dihitung ya, Mbak :D

      Delete
  3. Bener deh, sering kali orang tua fokus cuma ke SPP padahal masih banyak biaya lain yang nyelip, kayak seragam, buku, sampai study tour. Kalau gak siap, bisa bikin kaget di tengah jalan. Penting banget buat selalu bawa catatan khusus waktu survey sekolah biar gak ada yang kelewat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya hehehe. Banyak faktor lain yang harus ada duitnya :D

      Delete
  4. Bagus tulisannya MbakMyra,
    Anak-anak saya wajibkan sekolah swasta dari TK sampai SD untuk melatih disiplin
    sesudah itu boleh melanjutkan ke SMP dan SMA negeri, kalo bisa sekolah favorit
    dan seperti kata Mbak Myra, baju seragam sekolah negeri itu kualitasnya jelek banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya malah tadinya mau swasta terus. Tapi, akhirnya SMP dan SMA memilih negeri. Kecuali, pilihan Nai di swasta karena terpaksa. Gara-gara aturan PPDB diubah hehehe

      Delete
  5. Penting banget untuk tahu elemen biaya apa saja—dari uang pangkal, SPP bulanan, biaya ekstrakurikuler, hingga potensi ‘jangan-jangan’ yang bisa bikin dompet kaget—supaya gak ada drama di bulan-bulan awal sekolah.

    Kalau aku, waktu dulu survey sekolah, sempat mikir: “Wuih, ini cuma uang pangkal doang yah… tapi ternyata ada biaya kegiatan tambahan, antar-jemput, bahkan biaya tahunan yang baru ketahuan belakangan…” Posts ini jadi pengingat banget buat selalu tanya secara detail, jangan sampai “gengsi” atau malu sampai dompet nangis nanti. Sana sini ada aja cerita orang tua yang kesel di akhir karena biaya tersembunyi, ya kan?

    ReplyDelete
  6. Sekarang sekolah negeri biayanya udah sama dengan swasta sih.
    Ngga bayae SPP tapi iuran ini itu nya banyak bangeet (pengakuan temen saya begitu)
    Jadi keknya smeentara ini kalau masih mampu, aku better pilih swasta yang fullday sekalian deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pengalaman saya, totalan di sekolah negeri memang akhirnya sama kayak swasta. Yang bikin mahal adalah bimbelnya. Sedangkan ketika anak di swasta, merasa gak butuh bimbel

      Delete
  7. Kalau menanyakan diawal yg hadiah untuk guru biasanya sekolah bilang ga boleh minimal ga tahu, tapi nanti pas sudah masuk, para ortu sekelas yang ngide ngasih kado ini itu.
    Pengalaman dari anak sekolah di dua SDIT sih gitu, jadi ngikut ajalah mana baiknya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapi, palinga gak bisa menanyakan dulu di awal. Supaya tau aturan sekolah seperti apa. Kalau pengalaman saya, sekolahnya memang tegas. Gak boleh ngasih ya beneran memang gak boleh. Makanya gak ada orangtya yang ngide hehehe

      Delete
  8. Nah ini yang sering enggak detil dipikirkan oleh orangtua..terutama sekolah swasta..dikira hanya SPP dan yang wajib saja, padahal kadang di beberapa sekolah ada biaya lain-lain yang dikenakan nantinya. Belum lagi biaya sosial...ujung-ujungnya ngeluh , padahal dari awal enggak mau nanya detil

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lebih baik cerewet di awal kan ya. Banyak nanya daripada nanti jadi mengeluh terus hihihi

      Delete
  9. Aku tinggalnya di daerah. Nggak banyak sekolah swasta di sini. Kecuali sekolah dari pesantren gitu. Jadi soal biaya sudah terprediksi gitu. Palingan biaya seragam, uang kas atau kalau memang ada kegiatan di sekolah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus itu kalau biaya sekolahnya udha mudah terprediksi

      Delete
  10. bener, biaya buku menjadi salah satu concern :D

    ReplyDelete
  11. Biaya sosial ini bisa jadi malah lebih tinggi dari biaya pendidikannya sendiri. Ini nggak cuma soal orangtuanya bergaul, tapi lebih ke pergaulan anak-anaknya juga: biaya ulang tahun, misalnya. Kalau di kelas ada 30 anak, sekali ultah bisa habis Rp50ribu - Rp100 ribu untuk kado (tergantung kondisi), bayangkan berapa yang harus dipersiapkan orangtuanya hahaha.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makanya penting juga menanyakan aturan ulang tahun di sekolah. Kalau di sekolah anak-anak saya memang gak boleh membuat acara ulang tahun. Makanya anak saya jarang ke acara ulang tahun ketika mereka kecil

      Delete
  12. Bener-benar penting hal tersebut. Saya baru merasakan mencari TK anak pertama saja surveynya hampir setahun. Selektif memilih sekolah mana yang terbilang bagus tapi gak mengeluarkan budget.

    ReplyDelete
  13. Bener banget sebelum menentukan sekolahan alangkah baiknya orangtua melakukan survey terhadap sekolah yang dituju, tidak ada salahnya jug amenanyakan rincian biaya langsung kepada guru agar orangtua bisa mendapatkan gambaran yang jelas dan benar...

    ReplyDelete
  14. Waktu anak saya sekolah di SD Swasta, salah satu peraturannya adalah tidak boleh memberikan hadiah kepada wali kelas atau guru siapapun di sekolah dalam bentuk apapun, dan alhamdulillah semua orang tua pun kompak, tidak ada yang tetiba caper mau ngasih sesuatu beda sendiri. jadinya ke kita pun nyaman kalau kompak semua

    ReplyDelete
  15. Topik ini relatable banget buat para orang tua. Memang saat survey sekolah, biaya jadi salah satu pertanyaan krusial. Penting sekali riset dari awal biar nggak kaget di tengah jalan.

    ReplyDelete
  16. Aku setuju Mbak Myra! tahu biaya pendidikan itu kunci supaya nggak ada kejutan di kemudian hari. Sebagai orang tua, kadang suka malu tanya detail biaya, padahal itu penting. Dengan ada panduan pertanyaan pas survei sekolah, bakal lebih percaya diri & juga bisa bandingin sekolah satu ke yang lain.

    ReplyDelete
  17. Nah hal ini juga sering aku denger keluhan perihal pendidikan anak "katanya sekolah gratis ko ada biaya lain-lainnya" yg ujungnya menimbulkan persepsi negatif utk lembaga pendidikan. Kalau kaya uang buku, gedung, kas dan beberapa lain yg aku tangkap beberapa orang tua masih memaklumi tapi trend hadiah utk guru di tiap moment aku sering bgt denger keluhan

    ReplyDelete
  18. Bener banget lagi aku pernah sekolah di negeri dan di swasta mba dan emang beragam ada yang negeri borju ada yang swasta borju. Lain hal sama Jakarta, kalau Bogor termasuk masih ada aja pungutan di luar yang wajib kadang bikin aku anak sekolah pun merasa duh kasian ortu ku.

    Sebenernya kalau pungutan atau biaya inti sih udah bisa di persiapkan dari jauh hari kayak pas survey udah langsung bersiap. Beberapa ortu emang punya dana khusus buat pendidikan anak. Butuh persiapan, survey yang matang dan berani nanya juga ya ke pihak sekolah supaya lebih jelas pungutan di luar yang wajib.

    ReplyDelete
  19. Saya pun merasakan perbedaan antara saya sekolah dengan zaman anak sekolah. Misalnya dulu ga perlu beli buku pelajaran, karena pakai punya kakak atau pinjam tetangga kakak kelas. Terus ga ada baju batik. Seragam pokok, baju olahraga dan Pramuka. Terus ga ada ngasih kado buat guru pas kebaikan kelas. Juga ga ada wisuda segala. Paling perpisahan sekolah. Nah biaya tambahan ini memang harus disiapkan. Apalagi kalau ada anak yang bersamaan sekolah.

    ReplyDelete
  20. Betul banget, bawa buku catatan atau catatan daftar pertanyaan dalam bentuk lain biasanya akan lebih membuat kita siap dan nggak mudah lupa sama pertanyaan-pertanyaannya. Waktu TK dulu sampai biaya study tour dan lomba sudah disampaikan di awal sebelum mendaftar (palingan biaya lomba yang se-kota gitu yang biayanya masih menunggu ketetapan yang diinfokan aja bahwa biasanya akan ada lomba).

    ReplyDelete
  21. Dari pengalaman anak-anak, kebetulan sejak SMP kami pilih sekolah swasta, untuk biaya masih wajar karena siswa satu kelas juga isinya sedikit. Malah di sekolah anakku nggak ada tuh iuran untuk wali kelas kalo kenaikan, aturan dari sekolah nggak boleh ngasih bingkisan dalam bentuk apapun pada guru. Kalo uang perpisahan memang lumayan bayarnya tapi karena dicicil tiap bulan jadi nggak terasa juga.

    ReplyDelete
  22. ALhamdulillah.. ternyata memang kebantu banget dengan tidak memperbolehkan adanya pungli di sekolah ini. Dan ketika aturan dijalankan sesuai dengan keputusan pemerintah, semua bisa bersinergi dengan baik.

    Memang sekolah itu tergantung anak dan orangtuanya juga siih..
    Kalo yang niat sekolah mah yaa.. fokus sekolah aja. Gak akan ngikutin gaya hidup beserta lain-lainnya. Toh, mereka uda di circle yang sama.

    ReplyDelete
  23. Bener banget nih, saat survey sekolah anak penting buat tanya biaya sekolah. Pokonya harus detail dari SPP, uang seragam, uang pangkal, uang kegiatan, dan lainnya. Dengan begini kita bisa mempersiapkan dana pendidikan dengan tepat.

    ReplyDelete
  24. Urusan biaya2 di luar SPP & buku karna sekolah di swasta seringnya menjadi semacam printilan tdk terduga, tapi nominalnya kadang ngga sedikit. Kalo di sekolah anak saya, ada biaya ekskul tiap bulan, biaya renang, biaya piknik, biaya perpisahan utk kls 6. Yg penting transparan dan ngga mendadak.

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^