Webinar Pesantren Tahfidz Ar Rahman - Sekolah Terbaik Membentuk Karakter, Bukan Sekadar "Angka"

Masih lanjutan dari postingan sebelumnya, webinar yang diadakan oleh Pondok Pesantren Tahfidz Ar Rahman, Tangerang. Webinar diadakan dalam 2 sesi. Sesi pertama tentang "Kiat Sukses Memilih Sekolah Terbaik untuk Anak" menghadirkan narasumber Mr Zayn Ali, Pakar Pendidikan. Narasumber memberikan 4 tips yang harus dipertimbangkan saat orang tua sedang mencari sekolah yang tepat untuk anak.
 
sekolah terbaik membentuk karakter bukan sekadar angka

Sesi kedua menghadirkan narasumber Intan Erlita M.Psi, Psikolog, dengan tema "Sekolah Terbaik Membentuk Karakter, Bukan Sekadar "Angka". Di sesi kedua ini membahas tentang psikologisnya. Alasan memilih sekolah terbaik jangan sekadar mengejar prestasi akademis. 
 


Pendidikan Karakter Lebih Penting dari Nilai Akademis


pendidikan karakter membentuk moral para lulusan

Menurut Intan Erlina, umumnya berbagai kejahatan besar yang terjadi di dunia dilakukan oleh orang pintar. Kalau orang yang tidka pintar, paling hanya melakukan kejahatan kecil, seperti maling sendal atau semacamnya. Melakukan kejahatan besar butuh strategi lebih rumit. Orang pintar yang bisa melakukan.

Bukan berarti mengejar prestasi akademis menjadi hal yang gak penting. Tetapi pintar saja tidak cukup. Butuh manusia yang berkarakter agar mampu menghadapi dunia nyata.Tanpa karakter dikhawatirkan bisa menjadi boomerang bagi anak. Hanya menjadi manusia pintar, tapi gak bermoral.

Pendidikan karakter menjadi moral kompas bagi para siswa. Agar setelah lulus sekolah tidak hanya menjadi pintar, tetap menjadi manusia yang bermoral.
 
Selain itu, teknologi AI semakin canggih. Bila hanya mengejar prestasi akademis akan terus bersaing dengan teknologi ini. Padahal ada satu yang gak akan bisa dilakukan AI yaitu memiliki karakter. 


Pembentukan Karakter Dimulai dari Keluarga


lingkungan membentuk karakter anak

Membentuk karakter anak harusnya dimulai dari lingkungan rumah. Kemudian lanjut ke lingkungan sekolah lalu ke sekitar.

Rumah dan sekolah merupakan tempat anak membentuk karakter. Setelah lulus sekolah, anak akan berhadapan dengan dunia nyata. Bagaimana anak mampu menghadapi dunia dengan tangguh.

Orang tua sebaiknya mencari sekolah yang nilai-nilai karakternya sama dengan di rumah. Contohnya, bila anak disekolahkan di sekolah Islam baik yang pesantren atau bukan. Biasanya di sekolah rutin melakukan shalat berjamaah. Tetapi, orang tua tidak melakukan hal yang sama. Bahkan tidak pernah menyuruh shalat. Biasanya anak cenderung melakukan yang menurutnya paling enak. Kemungkinan besar, anak memilih tidak shalat.

Oleh karena itu, ketika menyekolahkan anak tujuannya bukan untuk menyerahkan pengasuhan ke sekolah. Orang tua tetap harus ikut aktif. Samakan pendidikan karakternya dengan sekolah.

Ketika survey sekolah, jangan hanya melihat fasilitas sekolah. Lihat apakah sekolah mendukung minat dan bakat para siswa, seperti apa guru-guru di sekolah tersebut, dan lain sebagainya.


Generasi yang Sadar akan Kesehatan Mental


pendidikan karakter lebih penting dari prestasi akademis

Hal positif dari generasi muda sekarang ini adalah banyak yang sadar akan pentingnya kesehatan mental. Pengaruh masifnya informasi tentang mental health di berbagai platform media sosial.

Tetapi, sayangnya masih banyak yang melakukan self diagnose, bukan berkonsultasi ke ahli. Bahkan banyak juga yang meromantisasi kesehatan mental.

Pada sesi tanya jawab, ada seorang penanya mengatakan anaknya sedikit-sedikit bilang kena mentalnya bila dibilangin orang tua. Bagaimana membedakan anak benar-bener terganggu kesehatan mentalnya dan tidak?

Intan Erlita menyarankan orang tua untuk selalu peka dengan perubahan perilaku anak. Bila tingkah lakunya masih normal, makan masih teratur, prestasi sekolah masih baik, dan lain sebagainya kemungkinan besar masih baik-baik saja. Mungkin anak sebetulnya hanya butuh curhat. Butuh didengarkan.


Lulusan yang Berdaya Siap Berkontribusi Menghadapi Dunia


lulusan  berdaya siap berkontribusi menghadapi dunia

Seringkali kita menyimak di mana anak-anak generasi sekarang ketika tidak betah dengan kerjaannya langsung keluar begitu aja. Semua kontak rekan sekantor langsung diblok. Alasannya karena menjaga kesehatan mental.

Padahal itu menandakan ada sesuatu yang 'hilang'. Generasi sekarang cenderung serba instan. Kurang diajarkan problem solving. Hanya fokus ke nilai akademis.

Akhirnya, begitu lulus sekolah dan menghadapi dunia nyata jadi sering terkaget-kaget. Kurang adaptif. Kemudian melakukan hal-hal yang serba instan sebagai solusi.

Sekolah yang terbaik sejatinya tidak hanya menciptakan lulusan dengan prestasi akademis setinggi mungkin. Tetapi, juga membangun individu yang tangguh dalam menghadapi dunia nyata, bukan sekadar piawai menjawab soal.

Post a Comment

0 Comments