Patah Hati Ibu Ketika Anak Remaja Mulai Menjaga Jarak

By Keke Naima - March 26, 2023

Chi pernah merasa sedih banget ketika Keke mulai puber. Merasakan patah hati sebagai seorang ibu melihat anaknya yang udah remaja mulai menjaga jarak. Gak hanya Keke yang mengalami berbagai perubahan emosi. Chi pun jadi mudah menangis. Sedih!
 
Patah Hati Ibu Ketika Anak Remaja Mulai Menjaga Jarak

Berkecamuk di pikiran tentang perubahan Keke. Menyalahkan diri. Merasa gagal menjadi ibu. Tetapi, juga bingung karena selama ini merasa dekat dengan Keke. Kok, bisa sih Keke jadi kayak agak menjauh. Emangnya Bunda salah apaaaaaa? Pokoknya campur aduk banget perasaan Chi saat itu.

Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan rasa patah hati saat itu?


Menerima Perasaan Patah Hati


Sedih, marah, atau apapun yang dirasakan adalah hal wajar. Manusia kan memang seharusnya memiliki emosi. Gak hanya bahagia aja yang bisa kita terima.

Menerima perasaan patah hati maksudnya untuk belajar menahan diri. Diterima aja dulu rasa sedihnya. Jangan selalu bilang "gak apa-apa", trus suatu saat jadi meledak.

Tapi, sejujurnya memang Chi juga sempat mengeluarkan rasa patah hati itu dengan marah-marah. Kesal karena tiba-tiba kayak berjarak sama Keke. Meskipun udahannya jadi nyesel banget. Harusnya gak usah marah-marah.
 
Nah, karena suka ada rasa menyesal dan feeling guilty setelah marah, makanya coba untuk diredam. Caranya dengan curhat ke suami. Kalau komunikasi dengan suami lancar, insyaAllah udah mampu meredakan rasa sedih karena patah hati.

Nikmati me time. Jangan mikir hal-hal yang bisa bikin sedih ketika me time. Lakukan deh berbagai aktivitas yang bikin hati seneng. Misalnya, Chi seneng nonton berbagai serial, ya udah nikmati aja. Gak usah mikir yang lain-lain dulu.


Memutar Waktu ke Masa Remaja


Dulu, ketika masih remaja, senangnya diperlakukan seperti apa?

Chi lumayan sering berpikir ke masa lalu. Suka mikir dulu ketika usia segitu senangnya diperlakukan seperti apa. Apa aja yang bikin nyaman dan enggak. Seringkali membantu mendapatkan solusi kalau berpikir kayak gini.

Ketika Keke mulai menjauh, pikiran Chi melayang saat masih remaja. Dulu senengnya gimana, ya? Deket gak sama orangtua?

Chi pun teringat pernah dimarahin mamah ketika ketahuan punya diary. Mamah menyangka kalau punya diary berarti semacam main rahasia-rahasiaan sama orangtua. Mamah sangat melarang, diary Chi langsung dirobek.

Di sini, Chi gak bermaksud menyalahkan, apalagi masih kesel, ya. Udah lama banget kejadiannya. Tapi, memang lumayan memberi dampak yan agak panjang. 

Seringkali berpikir, mungkin itulah penyebab Chi gak bisa konsisten menulis diary. Baru juga beberapa lembar, udah Chi sobek sendiri atau dibuang. Makanya takjub nih karena blog bisa bertahan sekian tahun hahaha.

Padahal ya, niatan punya diary saat itu bukan untuk main rahasia-rahasiaan ma orangtua. Tapi, memang pengen aja punya ruang privasi. Terkadang, bukan diisi dengan tulisan. Hanya coret-coretan gak jelas untuk melepas perasaan yang ruwet.

Chi pun teringat pernah menetapkan syarat tidak boleh ada rahasia-rahasiaan ketika sudah dikasih izin untuk punya hp. Password apapun, orangtua harus tau. Ketika sesekali disidak, mereka gak boleh marah.

Tetapi, memang pelan-pelan harus melepaskan aturan itu. Harus mulai menaruh kepercayaan ke Keke dan Nai. Gak ada patokan usia, tetapi Chi dan K'Aie lihat dari kesiapan masing-masing anak. Itu pun gak langsung dilepas gitu aja. Pelan-pelan dan bertahap, lah.


Bertanya Langsung ke Anak


Bunda: "Ke, kenapa sekarang kalau lagi ada masalah kayak gak langsung cerita ke Bunda."
Keke: "Gak apa-apa. Emang Keke ada masalah apa?"
Bunda: "Ya, gak tau. Makanya Bunda nanya. Ya, meskipun Keke gak cerita, Bunda kan tau."
Keke: "Iya gitu?"
Bunda: "Iya, lah. Bunda kan ibumu. Bisa tau dari ekspresi wajah anak-anaknya lagi seneng, sedih, atau apapun. Meskipun anaknya gak cerita atau berusaha nutupin."
Keke: "Keke suka serba salah. Kalau Keke ceritain lagi ada masalah, Bunda suka kelihatan sedih. Padahal gak pengen bikin bunda sedih."

Nah! Ternyata gak hanya Chi yang bisa mengenali dan merasakan ekspresi anak-anak. Keke pun begitu. Meskipun Chi berusaha menutupinya. Tapi, bagi Keke masih kelihatan sedihnya. Ya gimana gak sedih kalau anak lagi punya masalah.

Tapi, memang harus tunggu waktu yang tepat untuk berdiskusi. Terkadang, belum tentu anak mau langsung jawab. Tarik ulur aja, deh.

Memang butuh waktu dan proses untuk mendapatkan jawabannya. Tetapi, tetap lebih penting bertanya ke anak. Daripada bermain-main sama pikiran sendiri. Akhirnya menduga-duga gak jelas. Malah jadinya berprasangka yang enggak-enggak.

Setelah mendapatkan jawaban Keke, Chi bilang sebagai ibu memang wajar ikut merasakan apa yang dirasakan anak. Tetapi, Chi malah semakin sedih kalau Keke menjauh karena alasan itu.

Intinya, Chi kasih Keke mulai kasih ruang privasi. Gak perlu semua hal harus diceritakan ke ayah atau bundanya lagi. Keke juga jadi bisa belajar mengelola dan mengatasi perasaannya sendiri. Tapi, kami juga bilang, orangtua akan selalu siap mendengarkan kapanpun Keke mau cerita.
 
Kami memberikan juga berbagai batasan. Ada hal-hal yang memang tidak boleh dilakukan. Jangan coba-coba melewati batas itu. Apalagi kalau sampai ketahuan gak cerita-cerita.
 
[Silakan baca: Kepercayaan]


Anak Menjaga Jarak Bukan Berarti Gak Sayang


Pada akhirnya, setelah bisa menerima, Chi pun menyadari satu hal. Ketika anak terasa menjaga jarak, bukan berarti gak sayang. Itu hanyalah salah satu fase dalam hidupnya. Apalagi anak abege kan mulai berasa gede. Pengen punya ruang sendiri.

Justru kalau kita nuduh-nuduh gak sayang mau orangtua, bakal menyakiti hati anak. Kalau terus-terusan dituduh begitu, anak bisa semakin menjauh. Padahal justru bukan itu yang kita mau, kan?
 

Chi juga harus sadar kalau bukan lagi jadi ibu yang ke mana-mana selalu diikuti anak. Sampe ke WC pun ditungguin di depan pintu hehehe. Usia anak semakin bertambah. Gak mungkin lah mereka akan ngikutin terus ibunya kayak masih kecil.

Buat Chi sekarang, selama mereka masih mau bercerita tentang aktivitas dan lain sebagainya, itu tandanya sayang ma orangtua. Ya meskipun udah gak kayak mereka masih kecil yang segala-gala diceritain. Sampai susah nyuruh brentinya karena ngoceh terus hehehe.


Sabar, Situasi Ini Hanya Sementara


ketika anak mulai berjarak dengan orang tua

Sabar, situasi ini hanya ujian eh sementara 😄. Maksudnya, coba pakai feeling kita sebagai orangtua. Sesekali introspeksi. Selama ini bonding kita ke anak tuh gimana? Deket, biasa aja, atau memang jauh sejak kecil?
 
Kedekatan dengan anak tuh gak bisa dipaksa. Chi setuju dengan opini kalau bonding harus dijalin sejak anak lahir. Gak bisa ujug-ujug anak dipaksa untuk dekat sama orangtuanya. Semuanya butuh proses. 
 
Kalau sewaktu-waktu terasa agak berjarak, jangan pula langsung disimpulkan kalau bonding udah putus. Ibaratnya tali, gak mungkin deh mendadak putus. Kalaupun iya, pasti ada penyebabnya.
 
Ya mungkin hanya longgar sejenak. Apapun itu, harus dicari penyebabnya. Jangan sampai semakin longgar dan akhirnya malah lepas.

Alhamdulillah, Chi dan Keke mulai dekat lagi. Chi jadi percaya, kalau memang bonding awalnya sudah erat, insyaAllah berjarak itu hanya sementara. Pelan-pelan akan dekat lagi

Setelah bisa memahami semuanya, Chi pun mudah sakit hati ketika Nai mulai puber. Sudah bisa memahami kalau ini hanyalah satu fase. Tetap, ada jungkir baliknya, tapi gak nge-drama banget. Alhamdulillah fase ini pun sudah dilewati.

Gak berkepanjangan sakit hatinya. Alhamdulillah. Kembali dekat sama Keke dan Nai. Meskipun udah gak dikutin ke manapun lagi. Tapi, akhirnya kan sekarang jadi bisa pacaran berdua aja sama K'Aie hahaha!

  • Share:

You Might Also Like

26 comments

  1. Aku belum mengalami fase itu sih mbak krn anakku masih pd kecil. Tapi, denger cerita teman yg pnya anak remaja memang hal seperti jd jaga jarak itu memang ada. Musti diajak traveling kali mbak, tp solo trip berdua aja hehehe. Dulu sih aku sama adikku negitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya, harus diawali dengan introspeksi dulu. Kalau sejak kecil bondingnya memang udah bagus, jaga jarak ketika beranjak remaja bisa jadi hanya sebuah fase. Mungkin anak pengen merasakan privasi. Gak ngikutin orangtuanya terus.

      Tapi, kalau dari kecilnya udah gak dekat, semakin besar bisa semakin jauh. Saya rasa effortnya harus lebih besar kalau mau deket lagi sama anak.

      Delete
  2. Bayanginnya aja udah buat aku mikir gimana nanti aku yaa ??
    Setuju kalau bonding itu dipupuk sedari kecil sedini mungkin.. Kadang pas anak anak kecil pengen cepet besar biar bisa punya 'ruang' tapi bayangin nak anak remaja, terus dewasa nanti mereka yang justru butuh ruang rasanya nyesssss..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tetap jalani aja sebaik mungkin, Mbak. InsyaAllah, bisa tetap dekat dengan anak :)

      Delete
  3. Tapi rata-rata memang anak saat beranjak remaja memang gitu ya. Anak laki-laki aja yang biasa sekolah diantar, kini jadi ogah-ogahan kalau diantar ibunya. Tapi saya sepakat, walaupun bisa jadi hanya sekadar fase, tetap harus dicarikan penyebabnya dan jangan sampai lepas begitu saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, karena remaja lagi masa pencarian jati diri. Merasa udah gede juga. Trus, orangtuanya baper. Padahal salah satu perkaranya mungkin hanya karena anak udah mulai menolak dianterjemput.

      Delete
  4. Anak remaja sudah mulai punya dunianya sendiri. Akan jadi jarak kalau ortunya gak mau ngerti. Akhirnya cari-cari deh ke orang lain. Well makasih sharingnya, Mbak. Kita hanya perlu menikmati prosesnya ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Makanya memang sebaper apapun, orangtua harus mencari tau penyebab dan solusinya.

      Delete
  5. Aku punya adik laki2 yang sekarang mulai beranjak dewasa, usia 17 tahun. Rasanya juga dia mulai berubah. Mulai berani melawan orang tua, berani ga nurut kalo dibilangin. Pokoknya berubah, nggak seperti adik manis yang aku gendong timang2 dulu.

    Sampai sekarang, orang tua di rumah, terutama ibu, masih kayak shock gitu dengan perubahan dia. Patah hati banget, sampai sering nangis.. Hikss :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saran saya, harus dicari solusinya. Apa ada pengaruh dari luar atau memang sejak awal gak dekat dengan orangtua? Semoga aja ini hanya salah satu fase yang kemudian bisa segera diatasi, ya. Aamiin

      Delete
  6. Suka pas anaknya jawab jujur bhw alasan dy gak cerita ya karena gak mau lihat bundanya sedih. Ini juga yg sering aku lakuin meskipun aku dewasa. Sbnry bukan gak mau cerita, hanya gak mau membenani saja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jawaban Keke sempat menohok saya. Alasannya memang bisa diterima banget. Karena saya juga gampang larut dalam emosi. Tetapi, di sisi lain juga khawatir anak jadi jauh kalau jarang curhat. Ya, memang sebagai orangtua juga perlu banyak belajar.

      Delete
  7. Jangankan anak beranjak remaja ini baru sembilan tahun aja, udah ga mau diajak foto bareng, udah ga mau ikut cara ayah ibunya. Padahal dulu kemana-mana nempel terus. Sedih juga lho... Gimana nanti remaja dan dewasanya?
    Tapi itulah, memberikan pengertian dan kita share dari awal, sehingga ana dan kita orang tua udah mulai bisa cerita, terbuka dan satu sama lain tahu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semakin anak besar, memang kuantitas kebersamaan bisa berkurang. Awalnya juga saya sempat baper. Tapi, setelah dipikir lagi, kuantitas berkurang bukan berarti kualitas berkurang. Akhirnya saya pun bisa menerima. Malah sekarang jadi bisa pacaran lagi sama suami :D

      Delete
  8. Semoga saat terjadi jarak itu, maka secepat itu juga ada penyelesaian yang melegakan hati dengan komunikasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, sebaiknya memang segera dicari penyebab. Dan mulai mencari solusinya

      Delete
  9. Menjadikan anak untuk dekat dengan orang tua menjadi hal penting yang perlu disadari sejak dini. Jangan sampai ketika anak menghindar atau tidak dekat dengan orang tua, orang tua baru menyadarinya ketika anak jauh.

    Selain membangun kedekatan, keterlekatan tidak kalah penting

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Harus selalu introspeksi. Jangan sampai jadi kayak layang-layang putus. Susah nanti nangkepnya.

      Delete
  10. aku kawatir nih mba kalo nanti anakku udah gede juga jaga jarak. tapi aku pun berusaha mengantisipasi dengan merajut bonding yang baik sejak masa kecil seperti sekarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin jaga jarak ini bisa terjadi sama siapapun. Tapi, selama bonding terus dirajut, insyaAllah hanya fase sementara

      Delete
  11. Memang masing-masing anak itu karakternya berbeda ya, kak Chie..
    Aku salut banget kak Chie menuangkannya di blog, sehingga banyak pembaca yang bisa mengambil hikmah dari kisah kak Chie.

    Aku sendiri sempet galau jugan nih.. karena masa peralihan dari anak-anak ke remaja ini cukup mengangetkan, ternyata bukan hanya dari pov orangtua, tapi juga sang anaknya sendiri pun butuh adaptasi sama perasaannya, semacam memahami diri sendiri.

    Jadi kalau aku, karena anakku perempuan, aku gak pernah langsung tembak kaya kak Chie sama mas Keke. Tapi dengan ngajak ngobrol, jadi paham bahwa mereka pun butuh waktu dan sebenarnya (semoga iyaya) kalau mereka dalam kondisi baik-baik aja.

    Barakallahu fiikum.
    Semoga Allah jaga keluarga, suami dan anak-anak untuk tetap pada fitrah kebaikannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari pengalaman saya pribadi, anak akan merasa tenang selama orangtua selalu ada untuknya. Jadi, meskipun berasa kayak berjarak sebetulnya bukan karena musuhan. Tapi, memang butuh privasi aja.

      Saya pun sebagai anak juga pernah merasakan itu. Berjarak dg orangtua, bukan berarti sebel. Tapi, pastinya senneg banget ketika butuh, orangtua mau memahami.

      Delete
  12. Waduh aku nih yang sepertinya akan memasuki fase ini karena mas Deniz usianya sudah beranjak remaja. Mesti siapin mental dan juga kesabaran ya, dan katanya emang harus lebih banyak bonding juga ya mbak biar mereka tetap ngerasa nyaman dengan orangtua?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya merasa lebih jumpalitan ketika anak-anak masuk masa puber dibandingkan ketika mereka masih kecil. Tapi, memang bonding harus dijalin sejak kecil. InsyaAllah, sejumpalitan apapun, anak-anak tetap terkontrol dan dekat dengan orangtua

      Delete
  13. Hihihi, plusnya asyik banget, ya, kan, Kak? Ruang privasi yang mungkin terkesan berat memberikannya nyatanya memang inilah perkembangan yang dijalani sehingga bagi yang bisa melewati malah bisa bikin kian erat bondingnya, ya, Kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup! Ya, terkadang butuh kebesaran hati orangtua untuk mau 'melepas' anak. Dalam artian, gak bisa menuntut anak selalu ada di dekat orangtua secara fisik. Semakin besar, semakin butuh privasi. Jadi jaga jarak sebetulnya gak selalu berarti negatif.

      Delete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^