Cara Mengatasi Burnout pada Ibu

 "Arrrgggh! Butuh liburan buat healing! Udah burnout banget!"
 
Sebagai seorang ibu, pernahkan kita merasakan burnout? Ternyata liburan belum tentu bisa mengatasi masalah, lho. 
 
Eits! Jangan langsung kecewa atau bingung. Sebaiknya cari tau dulu tentang ciri-ciri dan cara mengatasi burnout di tulisan ini, ya.

cara mengatasi burnout pada ibu

Kamis (22/12), Chi menyimak webinar Hansaplast dengan tema "Peran Support System sebagai Pertolongan Pertama Atasi Mommy Burnout untuk Optimalkan Pengasuhan Anak". Acara tersebut menghadirkan narasumber:

  1. dr. Mesty Ariotedjo, Sp. A - Dokter Spesialis Anak & Founder Tentang Anak
  2. Grace E. Sameve, M.A., M.Psi. - Psikolog Anak dan Remaja & Principal Child Psychologist Tentang Anak
  3. Conchita Caroline Rajasa – MC & Representasi Hansaplast

 

Tanda-Tanda Ibu Mengalami Burnout

 
tanda-tanda ibu mengalami burnout

Sebelum tau cara mengatasinya, tentu harus mengetahui dulu tanda-tanda burnout pada ibu, yaitu

 

Lelah Berkepanjangan Menjalani Peran sebagai Orangtua

Menjalani peran sebagai ibu seringkali melelahkan. Tetapi, lelah belum tentu burnout.
 
Lelah karena burnout terjadi berkepanjangan. Sudah istirahat, masih juga merasa lelah. Itulah kenapa liburan pun belum tentu menyelesaikan masalah. Karena bisa jadi selama liburan malah semakin burnout atau tetap lelah setelahnya. 
 
Kok, liburan malah semakin burnout?
 
Bisa banget terjadi kalau yang dirasa Ibu hanya seperti memindahkan rutinitas harian. Jadi gak berasa suasana liburannya. Begitupun setelah selesai liburan, Ibu malah jadi semakin bertambah bebannya.
 
Kalaupun Ibu merasa senang saat liburan, bukan berarti permasalah burnout selesai. Bisa jadi hanya memberi jeda sejenak. Selama masalah utamanya belum teratasi, liburan bukan solusi untuk mengatasi burnout.

 

Perbedaan Kondisi Antara Saat Ini dan Sebelumnya

Selalu membandingkan kondisi masa lalu dan sekarang. Semakin dibandingkan, semakin merasa kondisinya lebih buruk dibandingkan sebelumnya. 


'Muak' Menjadi Orangtua

Mulai merasa tidak peduli lagi dengan pengasuhan. Mulai merasa selesai perannya sebagai orangtua.


Mulai Menjaga Jarak Secara Emosional dengan Anak

Harus mulai dipertimbangkan perlu atau tidaknya mencari bantuan mengatasi burnout pada ibu. 
 
Seorang ibu yang burnout mudah terpancing emosi. Terkadang marah-marah ke anak. Tetapi, sebetulnya wajar gak sih marah ke anak? Apalagi ibu kerap merasa feeling guilty setelah marah-marah.

Menurut dr. Mesty, marah ke anak dalam batasan tertentu masih wajar. Merasa bersalah sesudahnya pun juga wajar. Jangan disikapi secara berlebihan.

Anak bisa belajar mengenal emosi melalui kemarahan ibunya. Anak jadi tau mana yang benar dan salah. Anak juga belajar untuk mengontrol dan mengelola emosi bila ibu menunjukkan kemarahan secara wajar. Begitupun setelah marahnya mereda.


Faktor-Faktor Risiko Burnout pada Ibu

Burnout terjadi bila kebutuhan dan tuntutan mengalami ketidakseimbangan

 

Berbagai Perubahan yang Menuntut Proses Penyesuaian

Perubahan menjadi seorang ibu tentu membutuhkan beberapa penyesuaian. Berbagai perubahan yang terjadi bisa mempengaruhi kondisi fisik dan mental ibu.

 

Tuntutan Pengasuhan

Banyak ibu yang merasa harus kuat dan menjalani peran pengasuhan sendiri. Padahal sebetulnya butuh bantuan. Apalagi tuntutan pengasuhannya banyak. Tetapi, tidak ada yang bisa membantu.


Penilaian Terhadap Diri Sendiri

Merasa tidak yakin bisa melakukan peran sebagai seorang ibu karena berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi


Perfeksionis

Menuntut diri sendiri harus menjadi ibu yang sempurna. Sehingga jadi berekspektasi kalau suami dan anak juga harus sempurna. Ketika hal tersebut tidak terjadi, kekecewaan pun timbul. Lama-kelamaan menjadi burnout.


Keterbatasan Support System

Support system sebetulnya tidak hanya Ayah. Orangtua, teman, kerabat, dan tetangga juga bisa menjadi support sytem. 

Untuk meminimalisir burnout, Ibu memang sebaiknya mengenali kebutuhan dan kemampuan diri sendiri. Jangan terlalu berekspektasi tinggi atau menuntut kesempurnaan. Karena justru jadinya tidak fokus pada solusi.

Hati-hati juga dengan media sosial! Seringkali ibu membandingkan dirinya dengan kehidupan orang lain. Misalnya, melihat konten seorang ibu yang udah bisa langsung pakai high heels sesaat setelah melahirkan. Langsung deh merasa baper, menganggap diri sendiri gak sehebat ibu tersebut. 
 
Jangan langsung merasa jadi kayak 'remahan rengginang' hanya karena melihat konten medsos ya, Bu. Setiap ibu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing, lho. Fokus saja pada diri sendiri. Jangan selalu membandingkan dengan ibu lainnya.


It Takes A Village to Raise A Child


Membesarkan anak membutuhkan orang 'sekampung'. Maksudnya tidak hanya orangtua yang berperan dalam pengasuhan. Itulah kenapa butuh support system yang baik supaya Ibu terhindar dari burnout.
 
Sepasang suami istri yang baru menjadi orangtua sebetulnya bisa sama-sama merasa bingung dengan peran barunya. Hanya terkadang jadinya mengambil sikap yang berbeda. 
 
Psikolog Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi menjelaskan, “Sebagai sosok terdekat, para suami memiliki andil yang sangat penting untuk membantu istri atau ibu dalam menjalani berbagai peran di kesehariannya. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan pemahaman atau kepekaan terhadap ibu agar dukungan yang diberikan sesuai, misalnya dengan memperhatikan apakah ada situasi yang mungkin membebani ibu, misalnya: apakah ibu sedang ada deadline pekerjaan atau si Kecil sedang susah makan, dan sebagainya. Selain itu, coba amati apakah ibu terlihat berbeda dari biasanya, misalnya jadi lebih sering menguap, terlihat bersedih atau mudah terpancing emosi. Di saat yang sama, suami sebaiknya mencoba membangun budaya komunikasi dengan istri atau ibu dimana jika diperlukan, suami dapat mengajukan klarifikasi atau pertanyaan. Tindakan-tindakan kecil suami yang sesuai dengan kebutuhan ibu sangat berarti bukan hanya untuk membantu ibu menyelesaikan salah satu tugasnya, tetapi juga bisa mendukung kesejahteraan ibu karena ibu menjadi lebih yakin bahwa ia tidak pernah sendiri.”


Peran Suami

Menurut Grace E. Sameve, M.A., M.Psi., suami generasi millenial sebetulnya lebih partisipatif dalam mengambil peran sebagai orang Ayah. Tentu ini menjadi kabar gembira. Karena dulu sosok Ayah hanya berperan dalam mencari nafkah. Urusan pengasuhan menjadi tugas Ibu.

Tetapi, kenapa masih terjadi permasalahan antara Ayah dan Ibu untuk urusan pengasuhan?

Itu karena sejak kecil tidak dikenalkan/diajarkan sosok Ayah yang aktif mengasuh anak-anaknya. Jadi, para Ayah milenial ini ingin berperan aktif, tetapi tidak tau caranya. Di sisi lain juga khawatir yang dilakukannya menjadi salah dan malah menyakiti hati istri.
 
Ayah harus hadir secara penuh. Jangan hanya hadir secara fisik. Misalnya, terlihat ada di samping istri, tetapi cuek dengan kerepotannya mengasuh anak. Tawarkan bantuan meskipun tidak diminta oleh istri.

Bisa juga berinisiatif langsung membantu. Misalnya bantu mencuci peralatan makan/minum yang kotor dan pekerjaan rumah lainnya. Bisa juga membantu menggantikan popok di tengah malam.

  1. Hadir secara penuh dan tingkatkan perhatian
  2. Berinisiatif tunjukkan dukungan dan tawarkan bantuan
  3. Bangun komunikasi rutin 2 arah dan bijak dalam berbicara
  4. Tentukan prioritas
  5. Jaga kondisi kesehatan fisik dan mental

 

Peran Ibu

Banyak Ibu yang merasa urusan pengasuhan adalah tanggung jawab dirinya sepenuhnya. Mungkin karena mengikuti generasi-generasi di atasi. Sehingga mindset tersebut terus ada.
 
Beberapa ibu ada yang menolak bantuan, termasuk dari suami. Karena merasa pengasuhan adalah tugasnya. Bahkan ada juga yang memendam segala rasa lelah menjadi seorang ibu. Baru menyadari burnout setelah gejalanya semakin parah.

Beberapa Ibu memaksakan diri untuk menjadi sempurna. Apalagi kalau selalu membandingkan dengan ibu-ibu lainnya. Jadinya gak fokus kepada solusi. Tidak memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.

Karena berpikiran kalau pengasuhan adalah tanggungjawab penuh ibu, jadinya kurang/tidak mengapresiasi hal-hal yang dilakukan Ayah. Ibu membuat standarnya sendiri. Sehingga malah kerap menyalahkan pasangan bila dirasa gak sesuai ekspektasi. Padahal sebetulnya suami juga sedang berusaha menjadi sosok Ayah yang baik.

  1. Tingkatkan kepekaan terhadap diri sendiri
  2. Berorientasi pada solusi
  3. Belajar menerima bantuan
  4. Belajar apresiasi pada hal-hal kecil

 

Peran Keluarga dan Teman

Keluarga, teman, bahkan orangtua juga bisa menjadi support system. Tapi, harus bersikap hati-hati, ya. Jangan malah terkesan menggurui, apalagi memaksakan. Jaga omongan juga. Harus bijak dalam bicara.

Keadaan setiap keluarga kan bisa berbeda-beda. Jangan sampai maksud hati ingin membantu malah jadinya salah. Akhirnya malah Ibu merasa burnout karena dikelilingi dengan support sytem yang kurang baik.

  1. Sampaikan kesediaan kita untuk mendukung, tetapi hindari pemaksaan
  2. Berinisiatif tunjukkan berbagai dukungan praktis
  3. Bijak dalam berbicara

 

Kampanye #SepenuhnyaUntukIbu Hansaplast Ajak Atasi Mom Burnout 

 
peran support system mengatasi ibu burnout

dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, Dokter Spesialis Anak, Founder @tentanganakofficial, & Mom Influencer berbagi pengalaman, “Sebagai seorang ibu, Aku merasa harus kuat menjalani tanggung jawabku untuk keluarga. Terkadang sungkan meminta bantuan orang lain karena tidak mau merepotkan orang lain. Di sisi lain, Aku juga ingin tetap memiliki aktualisasi diri. Dengan sebegitu banyaknya tanggung jawabku, kadang Aku mengalami stres dan kelelahan fisik dan emosi. tetapi Aku sadar betul bahwa ibu yang bahagia penting bagi perkembangan anak."
 
Lebih lanjut dr. Mesty mengatakan support system dari suami dan keluarga dekat memiliki peran yang sangat penting agar dirinya bisa mengatasi burnout. Bersama-sama mewujudkan kasih sayang untuk anak agar memiliki kemampuan bereksplorasi yang baik.
 
Nah, pada saat bereksplorasi selalu ada kemungkinan anak terluka. Sehingga orangtua wajib mempersiapkan 2 hal yaitu
 
  1. Selalu menyediakan kotak P3K di rumah
  2. Memahami langkah P3K pada anak dan keluarga

Pada prinsipnya pertolongan luka pada anak adalah bersihkan luka dengan air mengalir atau antiseptik agar mencegah infeksi, lindungi luka dari kotoran dan bakteri dengan plester atau kasa. Penting jika luka terlihat dalam dan perdarahan tak kunjung berhenti segera bawa anak ke fasilitas kesehatan.
 
Kotak P3K di rumah harus rutin dicek. Apakah isinya masih lengkap? Apakah sudah ada yang kedaluarsa? Tidak harus Ibu yang melakukan. Ayah bisa melakukan rutinitas ini.
 
Pastikan ada juga produk perawatan luka untuk membantu pemulihan, seperti Hansaplast Salep Luka dan Hansaplast Plester Bekas Luka. Hansaplast Salep Luka adalah salep serbaguna yang mengandung petroleum jelly murni dan bahan tambahan seperti Panthenol dan Glycerin untuk memelihara dan menenangkan kulit serta mempercepat penyembuhan luka serta membantu luka ringan sembuh 2x lebih cepat dan dengan risiko luka membekas yang lebih rendah. Hansaplast Plester Bekas Luka adalah plester transparan berperekat yang terbuat dari polyurethane, serta telah yang terbukti secara klinis membantu menyamarkan, mencerahkan dan menghaluskan tampilan bekas luka dalam 8 minggu pemakaian dimana hasil pertama dapat terlihat setelah 3-4 minggu pemakaian.

#SepenuhnyaUntukIbu merupakan kampanye Hansaplast untuk para Ibu. Sebagai brand pertolongan pertama yang sudah sangat bereksistensi di Indonesia, Hansaplast tidak ingin menyembuhkan luka secara fisik. Kampanye ini bertujuan menyembuhkan 'luka' mommy burnout. Agar para Ibu kembali pulih baik secara fisik maupun emosional.
 
Semangat untuk para ibu! Semoga kita semua terhindar dari burnout, ya. Aamiin

Post a Comment

24 Comments

  1. Menuntut diri sendiri untuk menjadi ibu sempurna akhirnya bikiin stress, mending menjadi ibu bahagia aja ya yang insya Allah bisa membersamai keluarga dengan bahagia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahagia dengan menerima kelebihan dan kekurangan yang ada

      Delete
  2. Setuju. Hati-hati dengan media sosial. Kalau gak kuat bisa bikin suasana hati berantakan, akhirnya baper berkepanjangan, malah stress.

    Merasa tidak baik sepanjang waktu tidak sehat untuk hidup. Ibu yang mengalami burnout harus segera mencari solusi tepat untuk mengatasinya.

    Nah baru ingat nih, di kotak P3K udah minta diisi lagi sama perlengkapan untuk pengobatan luka dan teman-temannya. Yang lama seingatku udah kadaluarsa.

    ReplyDelete
  3. Embyuurrr, namanya liburan apalagi klo dilakoni pas peak season....bukannya healing, malah makin spaneng

    Rame macettt d mana mana.
    Antreannya juga aduhh mak.

    Iyes, kudu tau yaaa kek gimnaa atasi burn out dgn baik dan benar

    ReplyDelete
  4. Betul banet mak Chi, support system dalam mengasuh anak memang nomor satu ya. Kalau lelah, bisa minta tolong, bisa ngomong baik baik ke suami minta bantuan untuk mengurus sebentar anak-anak. Istiarah adalah kunci..makasih sharingnya mak Chi

    ReplyDelete
  5. burn out ini memang bener - bener harus segera diatasi ya mba, karena memang dampaknya bisa ke mana - mana. Aku kalau udah mulai merasa capek hati karena pekerjaan or yang lain - lain, langsung deh cari cara untuk balancing and improving the mood..

    ReplyDelete
  6. Justru sebenernya ketika liburan ibu-ibu malah makin lelah lho, liburan hanya berlaku buat anak2 kalo ibu mah tetep weh capek hahaha. Memang jadi ibu mah jangan pengen segalanya serba sempurna yah biar gak burnout. Berusaha untuk lebih selaw aja

    ReplyDelete
  7. Kadang kalau mau nurutin maunya orang-orang itu bikin kesel juga, ini juga salah satu yang memicu banyak ibu yang suka berasa lelah. Karena bagaimana pun yang tau bagaimana tentang cara asuh untuk anak kita itu ya kita sendiri.

    ReplyDelete
  8. Ah iya
    Jadi ibu banyak tanggung jawabnya
    Jadi sering burn out juga
    Kalo burn out bisa menepi sejenak untuk me time ya mbak

    ReplyDelete
  9. Ah bener banget, jangan merasa jadi remahan rengginang lihat konten ibu lain di medsos, itu kan cuma konten, belum tentu kan dalam realitanya dia seperti yang ada di konten itu.

    Semoga kita dijauhkan dari kondisi burnout ya mbak, kalaupun nampak ada gejala bisa segera cari solusi untuk mengatasinya

    ReplyDelete
  10. Iyaa kadang kalau kebanyakan kerja dan urus ini itu di rumah akhirnya merasa lelah menumpuk ya yang nggak bisa disembuhkan dengan liburan ya ternyata namanya burnout..

    ReplyDelete
  11. Iyeeee jd emak2 juga ada masa lelahnya. Untung selalu ada pasangan yang support buat bisa me time sejenak ya mbak.
    Aku juga selalu sedia Hansaplast sepaket di rumah soalnya sering terjadi kecelakaan kecil kek jatuh lha, kena pisau lha, atau dicakar kuing hehe.

    ReplyDelete
  12. wah burnout itu memang tidak mengenakan, terutama untuk seorang ibu makanya ketika hal tersebut datang dan menyerang harus tau bagaimana mengatasinya

    ReplyDelete
  13. Begitu banyak hal yang harus diperhatikan dalam berkeluarga ya Mbak Chi. Untuk ibu memang kesehatan mental itu penting. Burnout berkepanjangan bisa bikin seorang ibu merasa depresi dan frustrasi jadi memang harus ditangani dengan baik.

    ReplyDelete
  14. Faktor pencetus burn out seorang ibu banyak memang ya mba. Healing juga belum tentu bisa menyembuhkan, bisa aja jadi pencetus baru malah. Dukungan orang terdekat, terutama suami itu bisa mengurangi pencetus burn out. Ada yang bantuin ngerjain urusan rumah, jagain anak atau apa lah yang penting ibu merasa tugasnya nggak kebanyakan dan merasa terabaikan

    ReplyDelete
  15. Pernah banget mengalami ini, sedih dan takut saat Support System enggak ada, dulu zaman kakak nikah aku yang jagain keponakan atau ibuku, pas aku nikah enggak ada Support System hiks... sedih tapi kini udah bangkit strong!

    ReplyDelete
  16. Menikah, jadi Ibu, kebanyakan akan melepas segala hal dan kudu lewogo. Makanya kudu jaga pikiran dan fisik agar tidak stres. Suami, ayah, kudu ikut berperan juga karena rumah tangga kan dibangun berdua

    ReplyDelete
  17. Beruntung bagi yang punya support system yang baik sehingga bisa tetap lakukan hal yang disukai tanpa harus merasa bersalah dengan diri sendiri. Burn out memang perlu diperhatikan agar tidak stress atau jadi gila dengan kondisi.

    ReplyDelete
  18. perfeksionis dalam diri ibu malah bisa berbalik membuat burnout yaa karena mengasuh anak itu ada aja yang meleset dari teori.
    ibu perlu menerima, memaafkan, juga berterima kasih pada diri sendiri.
    support system juga penting banget karena kita ga bisa melakukan semuanya sendirian.

    ReplyDelete
  19. Aku kalau burnout biasanya pergi dulu sesaat, ke mal, ngafe atau nonton atau meet up sama temen. Setelah itu lega. Ibu harus bahagia

    ReplyDelete
  20. memang jadi ibu itu rentan sekali burn out, soalnya rasa lelah serta tuntutan-tuntutan hampir setiap hari hadir dan memenuhi hari-hari seorang ibu. jadi serba salah. kalau gak memenuhi tuntutan tersebut, kadang kita jadi sedih sendiri, tapi kalau dipaksa mencapai tuntutan tersebut kitanya burn out. aah, memang butuh support system yang baik sih yaa jadi seorang ibu itu.

    ReplyDelete
  21. Bagian pada "Peran Suami" saya baca pelan-pelan. Makasih banyak ya, Teh.

    ReplyDelete
  22. kalau saya kadang masih bingung apakah sudah masuk ke burn out atau tidak karena kadang kalau sudah kesal sama kelakuan anak saya jadi ngamuk-ngamuk dan tantrum. ujung-ujungnya saya menyesal sendiri karena sudah ngamuk ke anak. huhu

    ReplyDelete
  23. aku selalu nyetok di kotak P3K di rumah produk Hansaplast, meskipun burn out atau enggak keluarga di rumah harus dipastika selalu aman ya mak

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^