Bangga dengan Prestasi Akademis Anak, Yay or Nay? - Paling enggak setiap 6 bulan sekali di timeline FB diramaikan dengan status tentang rapor anak-anak. Mungkin karena lingkaran pertemanan Chi kebanyakan sudah menjadi orang tua, jadi status tentang rapor pun banyak ditemukan.
Ada beberapa orang tua yang bersyukur dan bangga dengan nilai akademis anak-anaknya. Bahkan menyebutkan ranking segala. Chi pun kadang gitu, sih. Tapi lebih seringnya Chi tuangkan di blog biar lebih puas nulisnya 😂 Tapi, merasa bangga dengan prestasi anak boleh gak, sih?
Kalau Chi sih Yay selama itu hanya ungkapan kebanggan yang wajar. Contohnya kalau ada status seperti ini, "Alhamdulillah, anak saya ranking 2 dengan nilai yang sangat baik. Terima kasih, Nak. Bunda banga sama kamu." Kalau menurut Chi, status seperti itu masih wajar. Kebanggaan adalah sebuah rasa. Kalau kita bisa kesal dengan anak, kenapa juga kita gak boleh bangga dengan anak? Apalagi kalau sebagai orang tua juga tau, apa yang dicapai anaknya adalah buah dari perjuangan selama sekian bulan. Anaknya sudah rajin belajar, wajarlah kalau dihargai usahanya. Gak harus dengan hadiah ini itu, dengan berterimakasih pun sudah cukup.
Menghargai Setiap Usaha Anak
Chi berpendapat seperti ini bukan karena Keke dan Nai nilainya
bagus-bagus, lho. Ketika SD, nilai Keke dan Nai memang selalu bagus.
Selalu di atas angka 90 untuk semua mata pelajaran. Alhamdulillah. Tapi
ketika Keke di SMP, angka 7 dan 8 juga mulai ikut mewarnai. Mulai
bersahabat dengan yang namanya remedial hahaha. Malah ada yang sebatas
nilai KKM di raportnya 😂
Kecewa? Enggak juga, hanya sedikit kaget karena belum terbiasa.
Chi tau persis gimana usaha Keke. Terbiasa menjadi siswa sekolah swasta dari TK hingga SD membuat dia harus beradaptasi cukup keras ketika di SMP masuk negeri. Biar gimana budaya pendidikan swasta dan negeri itu berbeda. Ada masa di mana dia merasa kesal hingga ingin pindah lagi ke swasta. Apalagi ditambah dengan usianya yang masuk masa puber. Turun naik lah emosinya.
[Silakan baca: Masa Puber Bikin Baper]
Dan justru karena Chi tahu bagaimana usaha tiap anak maka ketika raport diterima adalah saatnya untuk berdiskusi. Apapun nilai anak, mau itu bagus atau tidak, memang selalu didiskusikan. Kalau urusan kecewa atau senang sih ada pada saat tahun ajaran sedang berlangsung. Misalnya ketika tahu anak akan ada ulangan tapi gak mau belajar padahal katanya belum mengerti pelajarannya. Udah sampai dibujuk bahkan ditegasin tetapi anaknya tetap malas-malasan, maka Chi pun kecewa. Begitu juga sebaliknya bila anak terlihat semangat belajar, rasanya senang melihatnya.
Di semester pertama, nilainya masih lumayan itu karena Chi masih ketat membantunya untuk belajar. Di semester kedua, Chi mulai melepas. Setelah berdiskusi dengan K'Aie, sepertinya kami harus memilih salah satu fokus dulu. Akademis atau adaptasi? Kami pun memilih adaptasi. Biarkan Keke merasa nyaman dengan sekolahnya dulu tanpa dibebani dengan nilai-nilai akademis.
Sebetulnya dari dulu pun kami tidak membebani anak-anak dengan tuntutan nilai akademis secara berlebihan. Bagi kami, asalkan anak sudah berusaha maksimal juga cukup. Keuntungannya adalah saat SD kegiatan belajar mengajarnya sangatlah menyenangkan. Seringkali Keke dan Nai merasa sedang bersenang-senang di sekolah tetapi mereka mampu menangkap pelajaran yang diberikan para guru di sekolah. Kalau udah begitu, Chi merasa gak perlu menyuruh mereka untuk belajar lagi di rumah.
Tetapi ketika SMP memang berbeda. Harus belajar lagi di rumah kalau mau lebih paham. Hanya saja karena Keke sedang masa beradaptasi, Chi gak terlalu mau membahas urusan akademis saat semester kedua. Hanya rutin mengingatkan saja. Hasilnya nilainya memang sedikit menurun dibanding semester pertama tetapi dia mulai betah di sekolah. Mulai berkurang uring-uringannya. Jadi Keke yang ceria lagi.
[Silakan baca: Pilih Swasta atau Negeri?]
Setelah ambil raport semester kedua, Chi ajak Keke ngobrol berdua cukup lama. Intinya sih berterima kasih terlebih dahulu dengan segala usaha Keke. Dengan dia mulai mau beradaptasi itu sudah sesuatu yang bagus. Apalagi mengingat sifat Keke yang memang harus tarik ulur menghadapinya.
Berikutnya Chi meminta supaya Keke mulai fokus ke belajar lagi. Bukan tentang target ranking berapa yang harus didapat tapi tentang seberapa maksimal usaha yang udah dia lakukan. Keke sih setuju aja tentang hasilnya tentu aja belum tahu karena tahun ajaran belum mulai. Setidaknya kami sudah punya rencana semoga saja hasilnya maksimal. Aamiin.
Kecewa? Enggak juga, hanya sedikit kaget karena belum terbiasa.
Chi tau persis gimana usaha Keke. Terbiasa menjadi siswa sekolah swasta dari TK hingga SD membuat dia harus beradaptasi cukup keras ketika di SMP masuk negeri. Biar gimana budaya pendidikan swasta dan negeri itu berbeda. Ada masa di mana dia merasa kesal hingga ingin pindah lagi ke swasta. Apalagi ditambah dengan usianya yang masuk masa puber. Turun naik lah emosinya.
[Silakan baca: Masa Puber Bikin Baper]
Dan justru karena Chi tahu bagaimana usaha tiap anak maka ketika raport diterima adalah saatnya untuk berdiskusi. Apapun nilai anak, mau itu bagus atau tidak, memang selalu didiskusikan. Kalau urusan kecewa atau senang sih ada pada saat tahun ajaran sedang berlangsung. Misalnya ketika tahu anak akan ada ulangan tapi gak mau belajar padahal katanya belum mengerti pelajarannya. Udah sampai dibujuk bahkan ditegasin tetapi anaknya tetap malas-malasan, maka Chi pun kecewa. Begitu juga sebaliknya bila anak terlihat semangat belajar, rasanya senang melihatnya.
Di semester pertama, nilainya masih lumayan itu karena Chi masih ketat membantunya untuk belajar. Di semester kedua, Chi mulai melepas. Setelah berdiskusi dengan K'Aie, sepertinya kami harus memilih salah satu fokus dulu. Akademis atau adaptasi? Kami pun memilih adaptasi. Biarkan Keke merasa nyaman dengan sekolahnya dulu tanpa dibebani dengan nilai-nilai akademis.
Sebetulnya dari dulu pun kami tidak membebani anak-anak dengan tuntutan nilai akademis secara berlebihan. Bagi kami, asalkan anak sudah berusaha maksimal juga cukup. Keuntungannya adalah saat SD kegiatan belajar mengajarnya sangatlah menyenangkan. Seringkali Keke dan Nai merasa sedang bersenang-senang di sekolah tetapi mereka mampu menangkap pelajaran yang diberikan para guru di sekolah. Kalau udah begitu, Chi merasa gak perlu menyuruh mereka untuk belajar lagi di rumah.
Tetapi ketika SMP memang berbeda. Harus belajar lagi di rumah kalau mau lebih paham. Hanya saja karena Keke sedang masa beradaptasi, Chi gak terlalu mau membahas urusan akademis saat semester kedua. Hanya rutin mengingatkan saja. Hasilnya nilainya memang sedikit menurun dibanding semester pertama tetapi dia mulai betah di sekolah. Mulai berkurang uring-uringannya. Jadi Keke yang ceria lagi.
[Silakan baca: Pilih Swasta atau Negeri?]
Setelah ambil raport semester kedua, Chi ajak Keke ngobrol berdua cukup lama. Intinya sih berterima kasih terlebih dahulu dengan segala usaha Keke. Dengan dia mulai mau beradaptasi itu sudah sesuatu yang bagus. Apalagi mengingat sifat Keke yang memang harus tarik ulur menghadapinya.
Berikutnya Chi meminta supaya Keke mulai fokus ke belajar lagi. Bukan tentang target ranking berapa yang harus didapat tapi tentang seberapa maksimal usaha yang udah dia lakukan. Keke sih setuju aja tentang hasilnya tentu aja belum tahu karena tahun ajaran belum mulai. Setidaknya kami sudah punya rencana semoga saja hasilnya maksimal. Aamiin.
Attitude dan Prestasi Akademis Sama-Sama Penting
Nah biasanya ketika satu ibu sedang membanggakan anaknya yang
berprestasi secara akademis, suka ada ibu lain yang bangga dengan
attitude anak meskipun akademisnya biasa aja. Gak apa-apa juga sih buat
Chi selama tidak saling membenturkan. Tapi kadang itulah yang terjadi.
Sampai Chi suka heran sendiri. Apa iya segala sesuatu harus dibenturkan?
Apa iya harus selalu ada yang namanya Mom's War dengan segala macam
tema? Dunia ibu-ibu memang sesuatu banget 😅
Kalau Chi termasuk yang gak ingin mencampuradukkan. Atitude dan akademis adalah dua hal yang penting tapi bukan perbandingan apple to apple. Itu menurut Chi lho, ya. Punya anak yang akademisnya bagus, bukan berarti attitudenya jelek. Begitupun sebaliknya. Ada anak yang dikeduanya bagus, tapi ada juga yang tidak. Ada yang salah satunya bagus, bagian lainnya kurang. Semua ada penyelesaiannya masing-masing. Kembali lagi ke tugas orang tua juga.
Chi udah menuliskan pendapat tentang attitude dan akademis ini pada November 2014. Ketika membaca beberapa pendapat tentang pentingnya atau tidaknya sekolah. Teman-teman baca di postingan yang lalu aja, ya kalau penasaran ma pendapat Chi. 😄
[Silakan baca: Buat Apa Sekolah?]
Jadi menurut Chi gak apa-apa berbangga dengan prestasi anak asalkan jangan berlebihan. Dan bila terjadi sebaliknya, gak usah juga mengungkapkan rasa sedih yang berlebihan meskipun di status socmed. Anak kita mungkin tidak berteman di socmed tetapi belum tentu dia tidak tahu, kan? Jangan sampai anak jadi patah semangat dengan kekecewaan kita. Dan yang juga tidak kalah pentingnya adalah jangan umbar raport anak secara vulgar sampai ketahuan data diri anak. Selalu ingat keselamatan anak. Berbangga dan bersyukur secukupnya saja 😊
Kalau Chi termasuk yang gak ingin mencampuradukkan. Atitude dan akademis adalah dua hal yang penting tapi bukan perbandingan apple to apple. Itu menurut Chi lho, ya. Punya anak yang akademisnya bagus, bukan berarti attitudenya jelek. Begitupun sebaliknya. Ada anak yang dikeduanya bagus, tapi ada juga yang tidak. Ada yang salah satunya bagus, bagian lainnya kurang. Semua ada penyelesaiannya masing-masing. Kembali lagi ke tugas orang tua juga.
Chi udah menuliskan pendapat tentang attitude dan akademis ini pada November 2014. Ketika membaca beberapa pendapat tentang pentingnya atau tidaknya sekolah. Teman-teman baca di postingan yang lalu aja, ya kalau penasaran ma pendapat Chi. 😄
[Silakan baca: Buat Apa Sekolah?]
Jadi menurut Chi gak apa-apa berbangga dengan prestasi anak asalkan jangan berlebihan. Dan bila terjadi sebaliknya, gak usah juga mengungkapkan rasa sedih yang berlebihan meskipun di status socmed. Anak kita mungkin tidak berteman di socmed tetapi belum tentu dia tidak tahu, kan? Jangan sampai anak jadi patah semangat dengan kekecewaan kita. Dan yang juga tidak kalah pentingnya adalah jangan umbar raport anak secara vulgar sampai ketahuan data diri anak. Selalu ingat keselamatan anak. Berbangga dan bersyukur secukupnya saja 😊
24 Comments
Pada umumnya sih orang tua akan bangga atau bahkan membangga banggakan prestasi anakmya. Jika niatnya untuk memberi motivasi tentu akan membuat banyak orang terinspirasi untuk juga turut berprestasi
ReplyDeleteYup! Sesuaikan porsinya, jangan berlebihan :)
DeleteBelajar dr pengalamanku dulu pas msh jd anak, aku ga pgn ankku yg skr ngalamin hal sama.. Buatku, yg ptg mereka usaha semaksimal mungkin. Ga usah semua mata pelajaran hrs bgs, tp aku pgn, ada yg menonjol walo cuma 1. Krn dari situ ketahuan bakat dia cendrung kemana, yg dia kuasain apa.. Kalo aku sih mba, mending dia berprestasi di 1 bidang aja drpd hanya bagus di semua, cm g ada yg menonjol :D.
ReplyDeleteya, saya pun tidak mengharuskan anak-anak untuk bagus di semua mata pelajaran, kok. Malah saya sering tanya dan ajak mereka berdiskusi tentang passion. :)
Deletewah, keke mirip sha kayaknya. pas smp nilai turun drastis :D
ReplyDeletetaqabbal ya kariim. mohon maaf lahir bathin :)
Yang penting anak-anak sudah berusaha sebaik mungin, ya. :)
DeleteSebagai anak, dulu aku ngerasa teraprediasi teh klo bpk ibu bangga atas kerja kerasku belajar di sekolah, jadi aku juga tim sah sah aja klo ortu banggakan prestasi putra putrinya, seenggaknya anak jadi merasa ada penghargaan dan pastinya bakal semangat lg menuntut ilmu
ReplyDeleteNah itu maksud saya. Saya pun pernah merasakan jadi anak. Rasanya senang dan tambah semangat kalau melihat orang tua bangga dengan prestasi kita :)
DeleteNah, itu mba. Saya kira rasa bangga sudah selayak dan sewajarnya. Tapi ya itu harus sewajarnya, nggak berlebihan. Kalau ada yang membenturkan atau membanding2kan bikin sedih juga sih sebenarnya, tapi ya itu emang dunia ibu2 itu sesuatu banget
ReplyDeleteiya, Mbak. Menurut saya pun attitude dan akademis adalah 2 hal yang berbeda. Ada caranya masing-masing :)
Deleteanak..harus belajar tapi jangan memaksa diluar kemampuannya..., membanggakan prestasi anak oke aja..sih..tapi jangan menyombongkan.. beda niat he2
ReplyDeletePostingan ini bukan tentang memaksa atau tidak, kok. Malah saya beberapa kali menulis di blog ini tentang gaya belajar anak berdasarkan karakter. Tujuannya supaya anak-anak jangan merasa terpaksa ketika belajar :)
DeleteSepakaat mbaak tidak semuanyaa harus dibenturkan karena wajarnya dalam hidup ini tidak yg sempurna. Namun saling melengkapi satu sama lain. Seperti halnya attitude dan akademik. Nice sharing mbaak 😇
ReplyDeleteyup! Itulah memang sebaiknya saling melengkapi ^_^
Deletealhamdulillah..bukan hanya prestasi akademis saja bangganya bun..yang lainnya misalnya sopan, tanggungjawab, rajin solat..dll
ReplyDeletebetul, Mbak. Apapun prestasi anak,sebaiknya diapresiasi :)
DeleteHaruslah bangga dengan prestasi anak, akademis ataupun bukan. Kan anak juga bahagia kalau ternyata usahanya dibanggakan oleh ortunya sendiri.
ReplyDeleteSaya pribadi juga sering banggain prestasi anak, dibikin postingan atau status atau caption di medsos. Nulis yg baik2 aja ttg anak, kalau yg jeleknya bisa di bisikin langsung ke anaknya ... hehehe
setuju, Mbak Dey. Kalau orang tua bangga semoga bisa memotivasi anak-anak ya :)
DeleteSetiap anak memiliki kemampuan yang berbeda, dan kita sebagai orang tuanya sebaiknya jangan terlalu memaksakan kehendak untuk jadi Juara, karena apapun hasilnya, itu adalah hasil kerja keras si anak. Intinya tetap nerimo dengan keadaan, tapi juga tetap berusaha.
ReplyDeleteSetuju untuk tidak memaksakan. Tapi ditulisan ini pun saya tidak bilang memaksakan. Justru tulisan ini maksudnya, apapun prestasi anak termasuk akademis, saya akan tetap bangga. Kebanggan ini sebagai salah satu cara sya mengapresiasi prestasi anak
DeletePAstinya akan selalu bangga dengan apa yang di raih anak2 ya Chi, itu artinya tugas kita sebagai ortu terutama emaknya yg bawel,disiplin ada hasilnya. Buatku nilai akademis perlu tapi ga terlalu ngoyo sing penting bisa mengikutinya. Dulu di SD si kaka masuk 2 besar aja, sekarang di SMP persaingannya ketat, 10 besar udah alhamdulillah hihii..Yang penting tetep ngasih reward, ayo makan di mekdi kaka ! hahaa
ReplyDeletewkwkwkw bagian mekdinya itu, lho. Bagaimana koleksi Minion kita, ya hahaha
DeleteRata-rata yang bangga prestasi anak karena anaknya memang pinter. Kalau yang anteng, karena anaknya "standar". Tapi salut kalau ada yang anaknya pinter dan orangtuanya tetap kalem... jaraaang.. ada juga sekecil apapun kepintaran anak ortu pasti bangga (dan heboh kemana-mana) hehehe.
ReplyDeleteiya, Mbak. Sekecil apapun tetap ada bangganya hehehe
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^