Sejauh Mana Orang Tua Harus Mengajari Anak?

Sejauh Mana Orang Tua Harus Mengajari Anak? Chi merenungkan kalimat itu ketika melihat berbagai foto dirusaknya kebun Amaryllis yang (mungkin) sebagian besar dilakukan oleh remaja.

Sebetulnya gak cuma kali itu aja Chi merenungkan kalimat tersebut. Setiap kali ada kasus viral dimana pelakunya anak remaja, selalu banyak yang menyalahkan orang tua. "Gak pernah diajari sama orang tuanya, kali." Bahkan ada yang kalimatnya lebih sadis dari itu.

Iya, Chi setuju banget kalau orang tua yang akan bertanggungjawab tentang anak-anaknya. Beberapa kali ikut seminar parenting ibu Elly Risman, beliau selalu menegaskan kalau anak adalah tanggung jawab orang tua. Mau orang tua bekerja sekalipun, anak disekolah di sekolah berkualitas, tetap aja orang tua yang bertanggung jawab. Termasuk di akherat nanti. Chi tentu aja gak akan berdebat di sini karena sepenuhnya setuju.

Tapi, terus menjadi pikiran Chi adalah sejauh mana harus mengajarkan anak? Jujur aja, Chi rada ngeri kalau anak-anak sampai berbuat salah. Di zaman sekarang ini sepertinya kita semua dituntut untuk jaid manusia sempurna. Punya kesalahan sekali aja yang tertangkap oleh kamera, maka siap-siaplah untuk dibully massal secara virtual. Jangan berbuat salah, adik Chi pernah bilang kalau sekarang buang air di jalan aja menakutkan. Ada kamera usil yang memotret, dibikin meme lalu diupload, maka siaplah kita menjadi sasaran tertawaan netizen. Ngeri, ya ...


Haruskah mengajarkan menanam tanaman agar anak mencintai tanaman?

Ada yang berpendapat mungkin anak-anak itu dengan santainya menginjak atau meniduri bunga amaryllis karena di orang tuanya gak pernah mengajarinya menanam tanaman sehingga mereka gak mengerti proses. Mereka jadi gak paham untuk bisa membuat kebun bunga bak karpet mewah itu membutuhkan waktu yang panjang.

Chi coba mengingat lagi ke masa kecil. Rasanya orang tua Chi gak pernah mengajari bagaimana cara menanam pohon. Tapi, kok, bisa Chi mencintai tanaman? Errgghh ... kalau metik bunga kembang sepatu dan daun mangkok-mangkokan buat dibikin masak-masakan, sih, pernah. Peralatan masaknya pake yang ada di dapur hehe ... Gak sampai bikin bunga atau daunnya gundul apalagi mati karena cuma diambil sedikit. Tapi, kalau itu juga dianggap menyakiti tanaman, ya, maaf. Tapi, sekali lagi, kenapa Chi tau untuk gak menyakiti tanaman? Jadi, kalau orang tua gak pernah mengajari cara menanam tanaman, apakah anak otomatis gak mengerti cara menyayangi tanaman?

Beberapa waktu lalu, Chi pernah menegur Keke karena dia agak melempar handphone ketika memberi ke Nai Memang ngelemparnya pelan, itupun ke kasur. Tapi, Chi tetap harus menegur atas apa yang telah dia lakukan. Chi lalu bertanya sama dia, apa karena Bunda (mungkin) gak pernah bilang jangan lempar handphone lalu Keke merasa itu dibolehkan? Keke bilang gak boleh. Ya itulah maksud Chi, apa iya orang tua harus detil banget kasih tau apa aja yang gak boleh dilempar baru anak menurut? Kalau sampai ada yang luput, anak langsung berpikir kalau itu artinya gak dilarang. Tentunya gak seperti itu, lah. Anak-anak kan sering diingatkan untuk menjaga barang, tentunya mereka sudah mengerti apa yang dimaksud dengan menjaga. Apalagi mereka sudah bukan balita lagi.


Mungkinkah salah dunia pendidikan?

Apa iya? Samalah kayak di rumah, di sekolah pun Chi belajar tanaman ya begitu aja. Paling cuma kacang ijo ditanam dengan media kapas. Tunggu beberapa hari kemudian lalu jadi kecambah. Ah, nanti kalau nyalahin sekolah, bukankah gerbang pendidikan berawal dari rumah? Udah saling terkait. Nanti kalau saling salah-menyalahkan malah gak ada solusi.


Kembali kepada diri sendiri

Semua mungkin ada salahnya. Tapi, saling menyalahkan juga gak ada guna. Lagian coba, deh, dimulai dari diri sendiri. Mengambil contoh kasus dari kejadian kebun amaryllis itu. Katakanlah para pelakunya adalah anak-anak remaja semuanya, Chi yakin mereka itu adalah generasi yang akrab dengan dunia internet.

Yang menguntungkan dari era digital ini adalah (sangat) mudah mendapatkan banyak info. Tinggal pegang smartphone, buka google, silakan cari info yang diinginkan. Ya, memang di usia mereka juga harus terus dibimbing bagaimana mencari info yang benar. Jangan semua info ditelan mentah-mentah. Tapi apa iya harus terus disuapi untuk terus mendapatkan info yang benar?

Kalau mereka mampu mengikuti yang salah, kenapa juga gak megikuti yang benar? Alasannya mungkin banyak. Tapi bisa jadi salah satunya adalah malas untuk cari tahu. Pokoknya asal ngetrend diikutin walopun salah.

Serba salahnya lagi, mereka ini masih memiliki darah muda yang mudah menggelegak. Ya, Chi juga pernah merasakan masa muda, sih. Kalau diomelin pasti malah memberontak. Ketika Chi sempat melihat ada abege yang malah bersikap dengan menulis status gak peduli karena merasa udah bayar (padahal cuma 5000), Chi kembali berpikir apa ini anak beneran gak peduli dari awal atau dia hanya kesal karena di bully massal? Ya, begitulah darah muda.

Ya begitulah, biasanya ada aksi, maka akan ada reaksi. Netizen bereaksi karena geram melihat aksi para penggila selfie yang merusak tanaman. Tapi karena reaksi sampai ada yang membully sampai keterlaluan akhirnya timbul reaksi baru. Mereka yang dibully seperti melakukan 'serangan' balik. Akhinya, timbul reaksi lagi. Gak selesai-selesai. Dan, selalu aja setiap masalah kayak gitu. Gak cuma tentang kasus Amaryllis. Chi jadi pusing bacanya kalau gitu yang dewasa siapa sebenarnya? :D

Sebagai orang tua, Chi sering mengamati hal begini walopun seringnya secara diam-diam. Apalagi sebentar lagi Keke masuk usia abg. Memang gak mungkin juga Chi menuntut mereka menjadi anak yang sempurna. Tapi, terus berusaha mengingatkan mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Apalagi kesalahan konyol yang bisa menjadi viral. Serem lihat bullynya, walopun ada juga yang menanggapi secara bijak. Membuat Chi terus berpikir, sejauh mana orang tua harus mengajari anak?

"Terus berusaha menjadi anak yang baik, ya, Nak. Bunda mungkin akan sering mengingatkan bahkan menegur kalian kalau dirasa perlu. Akan lebih sakit hati Bunda kalau kalian sampai kena tegur apalagi dibully orang lain atas kesalahan yang kalian perbuat. Ya, memang harus bertanggung jawab kalau berbuat salah. Tapi kalau Bunda sudah memberi tau trus kalian gak nurut lalu harus orang lain yang menegur, rasanya gak akan enak."

Chi sering bilang seperti itu ke Keke dan Nai. Ya, mudah-mudahan Chi dan K'Aie bisa mendidik mereka dengan baik. Mudah-mudahan Keke dan Nai mengerti. Dan semoga anak-anak selalu dilindungi olehNya. Aamiin.

Post a Comment

8 Comments

  1. Adududuh. Habis baca ini langsung ngerasa banyak bener pe er saya sebagai orang tua. :'(

    ReplyDelete
  2. Aamiin...
    duh jadi inget,dulu waktu kecil juga sering ambil daun mangkuk2an buat pasar2an hehehe

    ReplyDelete
  3. memang tidak ada sekolah khusus untuk jadi orang tua ya mba, bagaimana pun kita akan selalu mengusahakan yang terbaik buat mereka :)

    ReplyDelete
  4. Aamiin, semoga kta bisa mendidik anak-anak dengan baik ya

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^