Tega sama anak = jahat sama anak?
Beberapa orang mengartikannya begitu. Anak kita pun mengartikannya begitu
dan mengekspresikannya dengan menangis atau marah. Bahkan untuk yang sudah
bisa bicara akan berkata, "Bunda jahat!" Kalau udah gitu, kita pun jadi
punya rasa bersalah. Dari rasa bersalah trus timbul galau mau diterusin
teganya atau luluh saja?
Berikut ada 5 alasan tega yang pernah Chi lakukan ke Keke dan Nai
Tega ketika menyapih
Rasanya ini salah satu bentuk tega yang bikin Chi rada mewek dan sempat
berpikir untuk tidak jadi menyapih. Chi sudah menceritakan tentang proses
menyapih di postingan "Weaning With Love" Pertanyaannya, kalau memang weaning with love kenapa harus pakai tega?
Kenapa gak tunggu aja anaknya yang lepas dengan sendirinya?
Untuk Keke dan Nai yang ng-ASInya gak kenal waktu dan tempat rasanya sulit
menunggu mereka lepas dengan sendirinya. Setiap saat selalu kepengen ASI
dan dimanapun. Mereka pun Chi lihat jadi gak leluasa bermain. Pengennya
nempel terus sama bundanya untuk nyusu. Susah mau ngapa-ngapain hehehe.
Jadi terpikirlah untuk menyapih. *Apakah timbul luka batin terhadap Keke
dan Nai? silakan baca aja postingan yang weaning with love itu, ya
;)*
Tega ketika mendisiplinkan
Dunia anak itu dunia bermain. Yup, itu bener banget. Lagian siapa sih yang gak suka bermain? Kita aja yang udah besar senang bermain. Masalahnya kalau udah asik bermain, suka jadi gak disiplin. Disuruh makan, mandi, belajar, beribadah, dan lain-lain suka susah karena keasyikan bermain. Di sinilah kita perlu tega dalam menegakkan disiplin. Gak cuma tentang waktu, sih. Disiplin juga bisa untuk hal lainnya.
Tega ketika mengajarkan mandiri
Kadang kita suka gak tega melihat anak kecil makan sendiri, bantuin
menyapu, makan sendiri, dan lain sebagainya. Akhirnya kita selalu membantu
bahkan melayani. Gak sadar waktu berlalu dengan cepat dan anak-anak sudah
besar. Setelah besar ternyata kita belum pernah sekalipun mengajarkan
tentang kemandirian. Padahal kalau dimulai setelah dewasa itu lebih sulit
dibandingkan
menanamkan kemandirian sejak dini, lho *pengalaman pribadi*

Tapi kadang bukan karen gak tega juga, sih. Bisa juga karena kita malas direpotin. Kalau membiarkan anak makan sendiri, makanan dan minumannya pasti berantakan kemana-mana. Apalagi kalau mereka baru belajar. Meminta mereka untuk mencuci perlengkapan makan setelah dipakai, belum tentu bersih. Kalau udah gitu kita suka males jadinya. Mending disuapin aja biar cepet beres. Mending juga kita yang beberes rumah, deh, daripada dibantuin malah jadinya tambah berantakan. Kita kadang lupa kalau mereka masih tahap belajar. Wajar kalau masih berantakan. Yang mereka butuhkan adalah diajarin, bukan dilarang :)
Tega menolak keinginan anak
Nah, ini juga paling sering dialamin. Kalau anak minta sesuatu kadang kita sebetulnya pengen menolak. Karena kita tau kalau gak semua permintaan anak harus dituruti. Tapi kalau melihat wajah mereka *dengan mata yang berharap kayak di kartun Shinchan* trus mikir reaksi mereka yang akan marah, rasanya pengen mengabulkan semua permintaan. Jadi kayaknya kita kayak gak dikasih pilihan. Padahal sebetulnya ada, lho. Termasuk kalau lagi jalan-jalan itu kan anak-anak suka minta ini-itu, alhamdulillah Keke dan Nai belum pernah sekalipun merengek yang sampe nangis-nangis kalau lagi jalan-jalan permintaan mereka ditolak. Tapi bukan berarti mereka langsung mengerti tentang penolakan. Mereka pernah kok sedikit merajuk. Dan kami ada caranya supaya merajuk mereka sedikit aja, jangan sampe nangis di tempat umum. Kapan-kapan Chi kasih tipnya :D
Tega vs parno
Chi termasuk ibu yang gampang parno wlaopun tetap berusaha tenang. Salah
satu rasa parno yang Chi lawan saat ini adalah mengabulkan permintaan Keke
untuk naik sepeda ke sekolah. Ada berbagai pertimbangan kenapa Chi
akhirnya bisa tega dan membolehkan Keke naik sepeda ke sekolah. Ceritanya
juga kapan-kapan, ya hehehe.
Mungkin kalau dipikir-pikir masih ada banyak tega-tega lainnya. Tapi tega
itu gak selalu berarti jahat, kok. Seperti yang dituturkan oleh dra. Ratih
Andjayani Ibrahim, MM., Psi, di salah satu acara yang Chi datangi, katanya
tega pada anak itu boleh saja. Asalkan tega demi kebaikan anak. Karena
menyikapi cinta pada anak pun harus bijaksana. Cinta sejati pada anak
justru yang harus membuat anak menjadi pribadi yang baik dan mandiri.
Jadi jangan ragu lagi untuk tega sama anak, ya. Tapi tega yang baik
tentunya. Dan usahakan komunikasi dengan anak supaya anak gak salah paham
:)
Berdasarkan pengalaman, kekompakan dengan pasangan juga penting. Kalau
cuma salah satu yang tega, biasanya suka gagal atau lebih sulit untuk
berhasil. Karena anak akan meminta 'perlindungan' dari salah satu pihak :)
*Baca postingan Chi yang berjudul :
3K Kunci Keberhasilan Pola Asuh - Bagian 1*
0 Comments
Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^