Buat Apa Sekolah?
Nai: "Bunda, Ima cita-citanya gak mau jadi illustrator lagi, ah. Ima mau jadi ibu rumah tangga aja."
Bunda: "Kok, tiba-tiba berubah? Alasannya apa?"
Nai: "Ya, pengen ajah."
Bunda: "Gak mungkin dong cuma kepengen aja. Harus ada alasan."
Nai: "Gak ada, Bun. Ima cuma kepengen ajah."
Bunda: "Masa' sih? Atau Ima lagi bosen ngegambar, ya?"
Nai: "Enggak, Buuun... Enggak. Emang kenapa sih harus pake alasan segala?"
Bunda: "Ya, abis tiba-tiba aja berubah cita-citanya."
Nai: "Ya gak apa-apa, kan? Ima cuma pengen kayak Bunda aja. Kayaknya enak."
Bunda: "Ooohh.."
Sebetulnya, ketika ngobrol itu, di hati Chi lagi ada perperangan antara ego dan akal sehat. Makanya, Chi coba mengulur-mgulur pembicaraan aja sama Nai. Padahal sebetulnya pengen ngomel hehe.
Ego: "Kalau emang cita-citanya pengen jadi ibu rumah tangga, ngapain juga diniatin sekolah tinggi-tinggi. Belajar aja langsung sama Bunda. Belajar mengurus rumah, belajar masak."
Akal sehat: "Eh! Bukannya sendirinya juga seorang sarjana? Gak masalah kan seorang sarjana akhirnya menjadi full time mom? Malah kamu seringkali bilang ke diri sendiri kalau pentingnya berpendidikan tinggi itu salah satunya adalah membentuk pola berpikir kamu. Lagian, anak-anak kan memang mencontoh orang terdekat. Nai sekarang lagi 'berkaca' ke bundanya. Dia pengen kayak bundanya."
Chi memang akhirnya harus mengeplak diri sendiri. Berkali-kali Chi merasa bersyukur dan gak merasa sia-sia walopun seorang sarjana tapi menjadi ibu rumah tangga saja. Setidaknya pengalaman akademis, bisa membantu membentuk pola berpikir Chi seperti sekarang. Jadi, kenapa Chi malah berpikir untuk gak perlu nyekolahin Nai ke sekolah yang lebih tinggi kalau memang dia nantinya ingin jadi seperti Chi. Ah, anggap aja Chi saat itu lagi galau hehehe..
Sekarang Chi sih santai dan ambil positifnya aja..
Yang namanya ngomongin pendidikan memang selalu menarik dan suka 'panas'. Yang baru-baru ini kita semua tahu, dong. Tentang pro-kontra terpilihnya Menteri Perikanan dan Kelautan, ibu Susi Pudjiastuti. Bukan yang tentang merokoknya, tapi tentang pendidikan akademisnya yang katanya hanya lulusan SMP.
Dari beberapa pro-kontra yang Chi amati (paling tidak di timeline social media Chi), yang kontra ada kekhawatiran dari beberapa orang tua kalau anak-anak akan menjadikan sosok ibu Susi sebagai contoh dalam dunia pendidikan. "Buat apa sekolah? Gak sekolah tinggi aja bisa jadi menteri, kok?"
Menurut Chi, sedikit galau gak apa-apa. Tapi, rasanya gak perlu menyalahkan pihak lain, misalnya dengan mengatakan, "Ini gara-gara bu menteri itu, sih. Anak saya jadi males sekolah!" Di luar sana, banyak sosok terkenal yang sukses tapi secara akademis dianggap kurang berhasil. Sebut saja Mark Zuckerberg, Steve Jobs, Bill Gates, Albert Einstein, dan maish banyak lagi. Trus, kita mau nyalahin mereka semua karena anak malas sekolah? Sementara banyak hasil karya mereka yang kita nikmati?
Nai: "Bunda, Ima cita-citanya gak mau jadi illustrator lagi, ah. Ima mau jadi ibu rumah tangga aja."
Bunda: "Kok, tiba-tiba berubah? Alasannya apa?"
Nai: "Ya, pengen ajah."
Bunda: "Gak mungkin dong cuma kepengen aja. Harus ada alasan."
Nai: "Gak ada, Bun. Ima cuma kepengen ajah."
Bunda: "Masa' sih? Atau Ima lagi bosen ngegambar, ya?"
Nai: "Enggak, Buuun... Enggak. Emang kenapa sih harus pake alasan segala?"
Bunda: "Ya, abis tiba-tiba aja berubah cita-citanya."
Nai: "Ya gak apa-apa, kan? Ima cuma pengen kayak Bunda aja. Kayaknya enak."
Bunda: "Ooohh.."
Sebetulnya, ketika ngobrol itu, di hati Chi lagi ada perperangan antara ego dan akal sehat. Makanya, Chi coba mengulur-mgulur pembicaraan aja sama Nai. Padahal sebetulnya pengen ngomel hehe.
Ego: "Kalau emang cita-citanya pengen jadi ibu rumah tangga, ngapain juga diniatin sekolah tinggi-tinggi. Belajar aja langsung sama Bunda. Belajar mengurus rumah, belajar masak."
Akal sehat: "Eh! Bukannya sendirinya juga seorang sarjana? Gak masalah kan seorang sarjana akhirnya menjadi full time mom? Malah kamu seringkali bilang ke diri sendiri kalau pentingnya berpendidikan tinggi itu salah satunya adalah membentuk pola berpikir kamu. Lagian, anak-anak kan memang mencontoh orang terdekat. Nai sekarang lagi 'berkaca' ke bundanya. Dia pengen kayak bundanya."
Chi memang akhirnya harus mengeplak diri sendiri. Berkali-kali Chi merasa bersyukur dan gak merasa sia-sia walopun seorang sarjana tapi menjadi ibu rumah tangga saja. Setidaknya pengalaman akademis, bisa membantu membentuk pola berpikir Chi seperti sekarang. Jadi, kenapa Chi malah berpikir untuk gak perlu nyekolahin Nai ke sekolah yang lebih tinggi kalau memang dia nantinya ingin jadi seperti Chi. Ah, anggap aja Chi saat itu lagi galau hehehe..
Sekarang Chi sih santai dan ambil positifnya aja..
- Terbukti kalau anak-anak itu memang masih suka mencontoh lingkungan terdekat. Kalau sekarang Nai lagi kepengen jadi ibu rumah berarti dia suka dengan apa yang bundanya lakukan
- Chi menikmati kehidupan yang sekarang. Nah, berarti gak ada alasan untuk galau kalau suatu saat pun Nai juga pengen seperti bundanya, kan? :)
Yang namanya ngomongin pendidikan memang selalu menarik dan suka 'panas'. Yang baru-baru ini kita semua tahu, dong. Tentang pro-kontra terpilihnya Menteri Perikanan dan Kelautan, ibu Susi Pudjiastuti. Bukan yang tentang merokoknya, tapi tentang pendidikan akademisnya yang katanya hanya lulusan SMP.
Dari beberapa pro-kontra yang Chi amati (paling tidak di timeline social media Chi), yang kontra ada kekhawatiran dari beberapa orang tua kalau anak-anak akan menjadikan sosok ibu Susi sebagai contoh dalam dunia pendidikan. "Buat apa sekolah? Gak sekolah tinggi aja bisa jadi menteri, kok?"
Menurut Chi, sedikit galau gak apa-apa. Tapi, rasanya gak perlu menyalahkan pihak lain, misalnya dengan mengatakan, "Ini gara-gara bu menteri itu, sih. Anak saya jadi males sekolah!" Di luar sana, banyak sosok terkenal yang sukses tapi secara akademis dianggap kurang berhasil. Sebut saja Mark Zuckerberg, Steve Jobs, Bill Gates, Albert Einstein, dan maish banyak lagi. Trus, kita mau nyalahin mereka semua karena anak malas sekolah? Sementara banyak hasil karya mereka yang kita nikmati?
Sekolah dan Pendidikan Itu Tidak Sama
Yang Chi tau, sekolah adalah salah satu TEMPAT mengenyam pendidikan. Chi
sengaja mengcapslock kata tempat, untuk lebih menegaskan. Artinya, sekolah
tidak menjadi satu-satunya tempat bagi seseorang untuk mendapatkan
pendidikan.
Kita lihat para pelaku homeschooling. Mereka tidak bersekolah di sekolah seperti kebanyakan orang, tapi bukan berarti tidak mendapatkan pendidikan. Mereka terus berusaha menggali dan mendapatkan pendidikan. Ada juga kisah-kisah anak jalanan yang menjadi lebih baik hidupnya walopun secara akademis kurang sukses. Pendidikan tentang kehidupan yang membuat mereka menjaid lebih baik hidupnya.
Chi dan K'Aie juga dulu sempat berpikir untuk homeschooling aja buat anak-anak sebelum akhirnya memilih sekolah formal. Tapi, apapun yang kita pilih atau jalani, bukanlah tentang sekolah atau tidak, tapi apakah mendapat pendidikan atau tidak?
Chi punya buku tentang kisah hidup orang-orang sukses walopun secara akdemis kurang berhasil. Tapi, karena males cari bukunya yang menumpuk di rak, jadi Chi copas aja komen ibu Susi yang banyak beredar di berbagai portal berita. Lebih mudah dicarinya hehe.
Kalau memang sekolah itu gak penting, kenapa bu Susi yang jelas cuma tamat SMP tapi justru tetap menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah terbaik? Kenapa gak justru menyarankan untuk mengikuti jejak ibunya saja? Apalagi bu Susi kan seorang pengusaha sukses, bisa jadi mudah baginya untuk menurunkan perusahaannya nanti kepada anak-anaknya. Dan, anak-anaknya tinggal belajar saja dari ibunya tentang bagaimana caranya berbisnis.
Kurang lebih sama kayak yang Chi ceritain di awal. Kalau Nai memang cuma pengen jadi ibu rumah tangga, ya mending belajar langsung aja dari Chi. Ngapain ribet-ribet sekolah? Ah, untung aja Chi bisa segera menyingkirkan ego itu, ya. Alhamdulillah :)
Oiya, selain ibu Susi, tokoh-tokoh terkenal yang 'kurang' akademisnya juga kesuksesan mereka gak jatuh dari langit. Chi rasa seperti ibu Susi, kerja keras mereka bisa jadi tiga kali lipat dibandingkan kita yang berprestasi akademisnya. Kita siap untuk itu? Kembalikan kepada diri sendiri jawabannya, ya
Mungkin kita juga pernah mendengar komentar, "Ngapain sekolah tinggi-tinggi? Yang penting attitude. Banyak yang sekolah tinggi tapi attitudenya memalukan." Iya, memang bener banyak yang berpendidikan tinggi tapi sayang attitudenya tidak layak untuk dicontoh. Tapi, kalau itu jadi alasan untuk kita gak sekolah tinggi, coba baca tulisan yang ada di gambar atas, deh.
Chi salin di sini, ya. Kali aja gak kebaca tulisannya. Itu tulisan di salah satu halaman novel "Sabtu Bersama Bapak." Novel yang belum juga Chi tulis reviewnya. Padahal itu novel bagus banget :)
Kalau disambungin ke kalimat bu Susi diatas sebetulnya nyambung, ya. Yang gak tamat sekolah harus bekerja tiga kali lebih keras untuk bertahan hidup. Sedangkan menurut novel tersebut, prestasi akademis itu penting karena membukakan banyak pintu. Tinggal setelah itu kitanya mau memperlihatkan prestasi kita yang lain atau enggak?
Chi beberapa kali bilang kalau anak akan meniru lingkungan terdekat. Tapi, bukan berarti tidak mungkin menjadikan sosok lain sebagai contoh. Nah, sekarang giliran kita gimana menyikapinya. Kalau anak menjadi malas sekolah dan menjadikan para tokoh tersebut sebagai alasan, sebaiknya orang tua jangan langsung uring-uringan. Pemikiran anak seringkali masih sangat sederhana banget. Mereka cuma melihat sosok tersebut gak sekolah tapi berhasil hidupnya. Sesederhana itu.
Tugas kita yang seharusnya menjelaskan. Tentu aja disesuaikan dengan usianya. Jangan usia masih seumuran Nai tapi dipaksa membaca kisah sukses para tokoh yang ukuran bukunya aja udah berat dan isinya tulisna melulu. Belom apa-apa bisa pusing duluan dia. Mendingan diajak diskusi. Kalaupun mau dikasih buku, sekarang kan banyak buku tentang tokoh-tokoh tapi dikemas untuk usia anak.
Jadi, masih ingin menyalahkan? Menurut Chi mending kita berusaha yang terbaik bagi diri sendiri ataupun keluarga, ya. Sesungguhnya mereka yang berhasil adalah mereka yang berusaha. Apapun bentuk pendidikannya :)
Kita lihat para pelaku homeschooling. Mereka tidak bersekolah di sekolah seperti kebanyakan orang, tapi bukan berarti tidak mendapatkan pendidikan. Mereka terus berusaha menggali dan mendapatkan pendidikan. Ada juga kisah-kisah anak jalanan yang menjadi lebih baik hidupnya walopun secara akademis kurang sukses. Pendidikan tentang kehidupan yang membuat mereka menjaid lebih baik hidupnya.
Chi dan K'Aie juga dulu sempat berpikir untuk homeschooling aja buat anak-anak sebelum akhirnya memilih sekolah formal. Tapi, apapun yang kita pilih atau jalani, bukanlah tentang sekolah atau tidak, tapi apakah mendapat pendidikan atau tidak?
Siap berusaha lebih keras?
"Saya menyekolahkan anak-anak saya ke sekolah terbaik. Sekolah itu penting. Yang gak tamat sekolahnya seperti saya harus bekerja tiga kali lebih keras untuk bertahan hidup," kata Sri Pudjiastuti.
Chi punya buku tentang kisah hidup orang-orang sukses walopun secara akdemis kurang berhasil. Tapi, karena males cari bukunya yang menumpuk di rak, jadi Chi copas aja komen ibu Susi yang banyak beredar di berbagai portal berita. Lebih mudah dicarinya hehe.
Kalau memang sekolah itu gak penting, kenapa bu Susi yang jelas cuma tamat SMP tapi justru tetap menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah terbaik? Kenapa gak justru menyarankan untuk mengikuti jejak ibunya saja? Apalagi bu Susi kan seorang pengusaha sukses, bisa jadi mudah baginya untuk menurunkan perusahaannya nanti kepada anak-anaknya. Dan, anak-anaknya tinggal belajar saja dari ibunya tentang bagaimana caranya berbisnis.
Kurang lebih sama kayak yang Chi ceritain di awal. Kalau Nai memang cuma pengen jadi ibu rumah tangga, ya mending belajar langsung aja dari Chi. Ngapain ribet-ribet sekolah? Ah, untung aja Chi bisa segera menyingkirkan ego itu, ya. Alhamdulillah :)
Oiya, selain ibu Susi, tokoh-tokoh terkenal yang 'kurang' akademisnya juga kesuksesan mereka gak jatuh dari langit. Chi rasa seperti ibu Susi, kerja keras mereka bisa jadi tiga kali lipat dibandingkan kita yang berprestasi akademisnya. Kita siap untuk itu? Kembalikan kepada diri sendiri jawabannya, ya
Attitude Lebih Penting dari Akademis
Mungkin kita juga pernah mendengar komentar, "Ngapain sekolah tinggi-tinggi? Yang penting attitude. Banyak yang sekolah tinggi tapi attitudenya memalukan." Iya, memang bener banyak yang berpendidikan tinggi tapi sayang attitudenya tidak layak untuk dicontoh. Tapi, kalau itu jadi alasan untuk kita gak sekolah tinggi, coba baca tulisan yang ada di gambar atas, deh.
Chi salin di sini, ya. Kali aja gak kebaca tulisannya. Itu tulisan di salah satu halaman novel "Sabtu Bersama Bapak." Novel yang belum juga Chi tulis reviewnya. Padahal itu novel bagus banget :)
"Dalam hidup kalian mungkin akan datang beberapa orang berkata, "Prestasi akademis itu gak penting, yang penting attitude."
Dia terdiam.
"Kemudian mereka akan berkata, "Yang penting dalam membangun karir adalah perilaku kita. Kemampuan berbicara, berinteraksi, bla bla, bla."
Dia terdiam lagi.
"Mereka benar bahwa semua ini tidak ada sekolahnya.
Tapi yang mereka salah adalah bilang bahwa prestasi akademis itu gak penting.
Attitude baik kalian tidak akan terlihat oleh perusahaan karena mereka sudah akan membuang lamaran kerja kalian jika prestasi buruk.
Prestasi akademis yang baik bukan segalanya. Tapi memang membukakan lebih banyak pintu untuk memperlihatkan kualitas kita yang lain.
Kalian masih kelas 2 SMA. Kalian punya waktu untuk banyak hal. Asah soft kill kalian. Belajar juga demi akhlak yang baik.
Kalau disambungin ke kalimat bu Susi diatas sebetulnya nyambung, ya. Yang gak tamat sekolah harus bekerja tiga kali lebih keras untuk bertahan hidup. Sedangkan menurut novel tersebut, prestasi akademis itu penting karena membukakan banyak pintu. Tinggal setelah itu kitanya mau memperlihatkan prestasi kita yang lain atau enggak?
Pemikiran Anak Gak Salah
Chi beberapa kali bilang kalau anak akan meniru lingkungan terdekat. Tapi, bukan berarti tidak mungkin menjadikan sosok lain sebagai contoh. Nah, sekarang giliran kita gimana menyikapinya. Kalau anak menjadi malas sekolah dan menjadikan para tokoh tersebut sebagai alasan, sebaiknya orang tua jangan langsung uring-uringan. Pemikiran anak seringkali masih sangat sederhana banget. Mereka cuma melihat sosok tersebut gak sekolah tapi berhasil hidupnya. Sesederhana itu.
Tugas kita yang seharusnya menjelaskan. Tentu aja disesuaikan dengan usianya. Jangan usia masih seumuran Nai tapi dipaksa membaca kisah sukses para tokoh yang ukuran bukunya aja udah berat dan isinya tulisna melulu. Belom apa-apa bisa pusing duluan dia. Mendingan diajak diskusi. Kalaupun mau dikasih buku, sekarang kan banyak buku tentang tokoh-tokoh tapi dikemas untuk usia anak.
Jadi, masih ingin menyalahkan? Menurut Chi mending kita berusaha yang terbaik bagi diri sendiri ataupun keluarga, ya. Sesungguhnya mereka yang berhasil adalah mereka yang berusaha. Apapun bentuk pendidikannya :)
43 comments
Di dunia ini memang tidak ada sebab-akibat yang pasti Mak. Orang belajar pinter-pinter belum tentu nanti akhirnya sukses kaya raya. Orang yang banyak beribadah juga belum tentu ujung-ujungnya masuk surga.
ReplyDeleteSemua masih bisa berubah-ubah tergantung gimana si manusia berperilaku sehari-hari. Yang bisa kita lakukan cuma "mengusahakan yang terbaik agar dapat hasil yang terbaik" seperti berusaha untuk rajin belajar dan giat beribadah.
Cuma ya gimana ya menanamkan pemahaman ini ke anak-anak? hehehe
cara menanamkan pemahaman ini ke anak-anak ya harus disesuaikan dengan usia mereka. Baik itu bahasa maupun cara berpikir.
DeleteTFS mak...ya, kita berusaja saja yang terbaik untuk keluarga..
ReplyDeleteyup! semangat ya :)
Deletekalau begitu,,aku juga pengen jadi seperti mak chi,,seorang ibu rumah tangga yg sukses,,,giman???ini nih masih dilema mak,,antara pengen di rumah atau lanjut kerja,,,hiks,,,
ReplyDeletebikin cek list, Mak. Siapa tau dapet jawaban mendingan gimana :)
Deleteberusaha yang terbaik yuk mak... insyaallah
ReplyDeletebismillah
*tetep milih sekolah seh kalo aku :D
saya juga akhirnya tetap memilih sekolah :)
DeleteIya tuh, yg komen 'ngapain sekolah tinggi2' dengan berkaca pada case Bu Susi tentunya sekedar berkelakar. Ini bukan pada masalah sekolah atau tidaknya kan.
ReplyDeletesemoga memang begitu, ya, Mak. Tapi, kadang ada juga yang menanggapi serius sebuah kelakar dan akhirnya salah pemahaman :)
DeleteTentunya yang trepenting adalah mendapatkan pendidikannya
Chi, maaf komentar Bunda hapus karena komputer nih lagi error, suka muncul kata-kata yang gak kita ketik. Ini komentar Bunda ya: Sekaya apa pun orang tua, sekolah tetap penting bagi anak-anak. Pembentukan karakter seseorang, kepercayaan diri dan attitude banyak ditopang oleh pendidikan dari sekolah. Dengan bersekolah pergaulan jadi luas, banyak teman dan banyak karakter (positip) yang bisa diambil. Begitu menurut Bunda. Jadi Chi bilang ke Nai kalo dulu juga Chi sekolah sampe bisa dapet gelar Sarjana.
ReplyDeleteSaya juga bilang seperti itu, Bunda :)
DeleteSetuju sama mak Chi dan bunda Yati..sekaya apapun orangtua..ilmu itu tetap perlu. Ilmu membuat kita jadi manusia yg kaya..ilmu membuka lebih byk pintu dan Allah jg lebih menyukai oranf berilmu lo..
ReplyDeleteEh jd ibu rt tetep harus pinter lo. Ibu kan sekolah pertama anaknya..kl ibunya ga pinter gmn anaknya mo pinter?? ;)
iya, Mak. Mungkin kekagetan saya itu karena ego aja, ya. Padahal seorang ibu RT pun memang harus pinter, kok :)
Deleteilmu akan membuat orang menjadi kaya meski bukan kaya harta
ReplyDeletesetuju
DeleteAnak2 pemikirannya memang masih sederhana, tugas kita menjadi fasilitas belajar baginya
ReplyDeletebetul, Mak :)
Deletedua2nya penting y mak... attitude dan pendidikan
ReplyDeleteyup :)
DeleteTFS mak....setuju sama pakdhe ^^
ReplyDeletesip! :)
Deleteanak lebih mencontoh orang terdekatnya, jadi peran ortulah yang nantinya lebih banyak membentuk anak-anak. Begitu juga dengan penekanan pentingnya pendidikan. jaid tak perlu kawatir anak kita akan meniru orang lain selagi kita ortunya yang memberika pengarahan mana yang baik untuk mereka
ReplyDeletepokoknya orang tua jangan lepas tangan, ya, Mak :)
DeleteAku hobi sekolah dan memang ngerasa banget cari kerjaan tinggal angkat telepon temen yang lagi nyari prohire. Kalau ngga sekolah harus siap kerja 3x lebih keras itu bener. Karena buat aku sekolah shortcut banget dan salah satu jalan kesuksesan :D
ReplyDeleteBarusan lihat Net Tv yang ada Kevin ama Andri wongso yang keduanya ngga sekolah. Tapi keduanya punya sesuatu yang difokuskan untuk didalami. Dan Andri Wongso ngaku blak-blakan bahwa dia butuh 15 tahun hanya untuk dikenal sebagai motivator ckckck. Kalo manusia biasa kaya saya gini, misal ngga sekolah, baru setahun dua tahun ngerasa ngga sukses udah nganggep gagal wekekek.
Sekolah juga dorongan orang tua karena orang tua maunya pendidikan diatas mereka dan saya baru paham kenapa dengan sekolah hidup akan jadi lebih baik dan lebih mudah. Asal sekolahnya bener qiqiqi
TFS mak, pemikiran dalamnya. Cita cita buat Nai, boleh apa aja yang penting jalaninnya hepi ^^.
itulah, Mak. Gpp juga gak sekolah, tapi di kehidupan nyata harus bekerja 3x lebih keras. Gak mungkin kesuksesan tiba-tiba jatuh dari langit tanpa kita berusaha. Pilihan kembali ke masing-masing :)
Deleteapapun profesi kita nantinya sekolah tetep nomor satu,
ReplyDeletejadi ibu rumah tangga itu gak gampang lho, kalo gak berilmu kan kasihan anak2 kita.. :)
setuju. Jadi, ibu rumah tangga pun harus pintar
Deleteorang yang gak sekolah dan menjadi sukses pasti melalui usaha yang berat juga. Jadi sebaiknay sekolah aja dulu sambil berusaha
ReplyDeleteyup! tapi kembali ke pilihan masing2. Asal mau terima konsekuensinya :)
DeleteSekolah penting banget. Yang susah memang menemukan sekolah yang cocok dengan kemampuan dan cita-cita anak2.
ReplyDeletebetul banget, Mak. Berasa banget deh sama saya susahnya cari sekolah yang cocok
Deletekalo saya mah, dimanapun kapanpun dan bagaimanapun kita harus tetap belajar dan berusaha. Tidak menganggap satu hal lebih penting dari yang lain, tinggal letak "kebutuhan" dan prioritasnya. :)
ReplyDeletesetuju, Mak @riski, Mas @zeer. Dikembalikan ke pilihan masing2
Deleteanak2 cita2nya mau kayak ayahnya aja..simple bgt
ReplyDeletesangat simpel, Mbak :)
DeleteHehehe.. Sebenarnya, sekolah penting. Tapi, lebih penting lagi adalah penerapan dalam kehidupannya sih.
ReplyDeleteTapi, ya namanya anak2 mba. Cita-citanya terkadang suka berubah sesuai dengan apa yang dilihatnya saat ini :)
betul, Mas. Kita tanggapi serius apapun cita2 anak, tapi jangan sampai kaget kalau suatu saat pilihannya berubah :)
Deleteaku setuju banget mak...sekolah tinggi itu penting banget buat membentuk pola pikir seseorang. Ditambah attitude yang bagus dan sikap selalu pantang menyerah, sukses akan gampang di raih ;)
ReplyDeleteIbu rumah tangga tetap harus sekolah tinggi, harus pintar, karena dia lah yg akan mendidik anak-anaknya kelak :)
ReplyDeleteBtw saya tidak suka sekolah, sebenarnya. Tapi setelah saya pikir berulang kali, suka/tidak suka saya tetap harus menyelesaikan sekolah saya, itu adalah modal awal saya dalam mengarungi hidup sebagai orang dewasa.
suka atau tidak, kalau memang untuk kebaikan, sebaiknya coba untuk dijalani :)
DeleteKalau memang sekolah itu gak penting, kenapa bu Susi yang jelas cuma tamat SMP tapi justru tetap menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah terbaik?
ReplyDeleteKenapa gak justru menyarankan untuk mengikuti jejak ibunya saja?
pertanyaan retoris yang akhirnya terpulang kepada diri masing-masing. Semua pilihan terbaik hanya kita -sebagai manusia- yang tahu. Ada yang lebih percaya homeschooling, ada yang percaya dengan formalitas (cukup SD - SMP _ SMA tamat) dan dilanjutkan dengan sekolah keterampilan. Ada yang percaya pada lembaga pendidikan boarding school.
Back to basic, tanyakan pada diri kita sebagai orangtua.. TFS ya mommy Chi, aku akan menulis tentang ini juga di blog ku.
yup! kembalikan ke diri sendiri lalu merenunglah :)
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^