Mungkinkah Orang Tua yang Menjadi Sumber Penyebabnya?

By Keke Naima - October 23, 2014

Bullying, pelecehan pada anak, pornografi anak, kekerasan pada anak, dan tawuran. Apa yang ada di benak kita ketika mendengar atau membaca 5 kata tadi? Yang jelas buat Chi semuanya itu sesuatu yang negatif. Kalau mau lebih jelas lagi definisi masing-masing kata tadi, silakan cari di Google.

Buat Chi, kelima hal yang disebut diatas adalah ancaman yang nyata. Bahkan sejak dulu, misalnya bullying. Zaman kita sekolah suka ada yang namanya senior-junior. Trus yang senior suka ada yang 'ngegencet' junior. Kalau dipikir-pikir lagi, bukankah sebetulnya itu salah satu bentuk bullying? Cuma bahasanya aja gak sekeren sekarang. Dulu kita bilangnya 'gencet', sekarang 'bully'.

Jadi, tanpa perlu Chi menunggu ada heboh kasus tertentu, tanpa perlu melihat video tertentu, proteksi dini dimulai dari rumah sejak mereka lahir itu suatu kewajiban. Memproteksi bukan berarti memberatkan langkah anak-anak. Tapi, kita berusaha untuk membimbing mereka agar jangan jadi pelaku atau korban.

Ketika terjadi suatu kasus dimana si anak menjadi pelaku, mungkin gak sih orang tua juga ikut menjadi sumber penyebab? Padahal kejadian bukan di rumah. Misalnya, di sekolah. Seharusnya sepenuhnya jadi tanggung jawab pihak sekolah, kan? Hmmm... Coba lihat beberapa hal dibawah ini, ya...


"Sini, Bunda pukul lantainya. Nakal, ya, lantainya"


Pernah gak ketika anak terjatuh, kejedot, atau mengalami kecelakaan kecil lainnya, kemudian kita menyalahkan benda mati? Kalau gak pernah, mungkin kita pernah melihat kejadian kayak gitu? Menurut Chi, sebaiknya mulai brenti deh menyalahkan benda-benda mati ketika anak mengalami 'kecelakaan'. Alasannya:

  1. Anak belajar menyalahkan pihak lain yang belum tentu bersalah - Apa salah benda mati? Dari dulu lantai memang ada disitu, tembok juga tetap disana. Kalau mereka bersalah, apa kita robohkan temboknya? Bongkar lantainya? Atau buang mejanya?
  2. Anak juga harus belajar dari rasa sakit - Yang namanya jatuh, kejedot, dan kecelakaan kecil lainnya memang sakit. Wajar kalau anak menangis. Tapi, kalau kita bisa secara tepat mencari akar permasalahannya, anak juga bisa belajar dari pengalaman tersebut. Misalnya, anak jatuh karena lari-larian, padahal udah dibilangin kalau lantai baru di pel. Setelah tangisnya reda, kita bisa menjelaskan dengan bahasa yang bisa diterimanya supaya lain kali lebih hati-hati.
  3. Anak belajar menyelesaikan masalah secara instan. - Ketika orang tua menyalahkan benda-benda mati, biasanya diikuti dengan memukul benda mati tersebut. Umumnya anak-anak akan cepat berhenti nangis setelah melihat orang tuanya memukul benda yang dianggap bersalah. Orang tua pun lega karena anak berhenti menangis. Tapi, itu solusi instant. Anak tidak diajarkan untuk menganalisa masalah dan introspeksi dari persoalan. Yang  namanya instant itu memang enak. Tapi, kalau terus dibiasakan gak baik untuk jangka panjang.
  4. Anak belajar membully - melihat orang tuanya memukul benda mati, biasanya anak kepengen ikutan. Jadilah orang tua dan anak sama-sama memukul benda yang tidak bersalah. Biasanya mukulnya pake nafsu. Plak! Plak! Plak! Disadari atau tidak yang kayak gitu mengajarkan anak untuk membully, lho.


"Gara-gara kodok, ya? Nanti kalau kodoknya dateng lagi, Bunda usir."


Mirip dengan menyalahkan benda-benda mati, tapi kali ini kodok yang jadi sasaran kesalahan. Apa salah kodooookk???

Efeknya bisa sama kayak contoh yang menyalahkan benda-benda mati itu. Bahkan ada tambahan lagi, anak bisa belajar berbohong. Karena, seringkali kodoknya itu gak ada! Orang tua cuma cari-cari kesalahan dari sesuatu yang gak ada supaya anak brenti nangisnya.


    "Jangan nonton Tom and Jerry. Mengajarkan kekerasan."


    Seorang teman, pernah mengingatkan Chi supaya jangan pernah memberi anak tontonan Tom and Jerry. Anak-anak bisa belajar kekerasan, termasuk membully dari film tersebut.

    Pendapat temen Chi ada benarnya. Tapi, Chi juga sebetulnya pengen bilang kalau waktu kecil, Chi pun kenyang dengan tontonan seperti Tom and Jerry, Google Five, Megaloman, dan lain-lain. Dan, gak bikin Chi jadi berandalan atau suka ngebully. Murni menonton tayangan seperti itu hanya untuk hiburan. Cuma di depan temen, Chi nyengir aja. Karena kalau Chi bantah, bakal jadi perdebatan panjang hehehe.

    Chi rasa, kuncinya itu di komunikasi. Sebagai orang tua, kita harus tau persis apa aja yang ditonton sama anak-anak. Jangan pernah lelah untuk mengingatkan mereka supaya jangan ditiru. Tunjukkan mana yang baik dan buruk.

    Bukan berarti Chi gak memfilter tontonan Keke dan Nai, ya. Tetep ada tontonan yang terlarang buat mereka sampai saat ini karena memang belum saatnya. Cuma setiap keluarga kan punya standar masing-masing tentang mana yang boleh ditonton dan tidak. Dan, itu gak usah diperdebatkan. Kalau ada keluarga yang benar-benar ingin anaknya bersih dari segala tontonan, silakan aja. Cuma, kalau suatu saat, anak ke luar rumah dan melihat sesuatu yang gak baik padahal selama ini dia hanya melihat yang baik, sebagai orang tua kita juga harus mampu menjelaskan. Jalin komukasi yang baik pokoknya. :)

    Children See, Children Do.

    Banyak yang bilang kalau anak adalah seorang peniru ulung. Ibarat spons, kualitas spons anak adalah terbaik. Kemampuan daya serapnya masih sangat tinggi. Itu karena kemampuan alamiah seorang anak adalah meniru. Children see, children do. Bukan mengerti benar atau salah. Anak bisa mengerti benar atau salah karena diberi tahu.

    Ketika Chi mau masukkin Keke ke ekskul Taekwondo, salah seorang kerabat mengingatkan untuk mengimbangi dengan memberikan pengertian untuk apa itu Taekwondo. Maksud orang tua mengkursuskan anak-anak ke kursus bela diri (gak hanya Taekwondo) pasti baik. Biar anak punya ilmu untuk melindungi dirinya.

    Tapi, kadang orang tua suka ada yang lupa untuk menjelaskan. Mungkin merasa udah memberikan yang terbaik untuk anak, maka anak akan mengerti dengan sendirinya. Padahal kalau anak gak dikasih penjelasan tentang manfaat punya ilmu bela diri, bisa-bisa malah anak menyalahgunakan ilmu yang dia punya. Apalagi kalau ditambah dengan hobinya menonton film kekerasan dan tidak pernah mendapat bimbingan. Jadi, sesuatu yang baik buat orang tua, belum tentu dianggap baik bagi anak. Itu karena anak gak ngerti.

    Chi juga pernah cerita di blog ini kalau Keke pernah marah besar dan mendorong salah seorang temannya yang selalu ingin memeluk dan menciumnya. Sebelumnya Keke udah bilang kalau dia gak suka diperlakukan seperti itu. Ketika temannya gak juga nurut dan terus berusaha memeluk serta mencium, maka Keke pun melakukan perlawanan.

    Tapi setelah Chi ngobrol dengan wali kelas Keke, Chi pun jadi paham kenapa teman Keke seperti itu. Kemungkinan, selama ini temen Keke diajarkan kalau menunjukkan rasa sayang itu dengan peluk dan cium oleh orang tuanya. Memang benar, peluk dan cium itu bentuk kasih sayang. Chi juga sering kasih pelukan dan ciuman ke Keke dan Nai. Tapi, sebagai orang tua juga harus menjelaskan ke anak, kepada siapa aja kita boleh menunjukkan rasa sayang dengan cara memberi pelukan dan ciuman. Tentu aja gak boleh ke semua orang menunjukkan rasa sayang seperti itu.

    Mungkin kalau dirinci bisa lebih banyak lagi 'kesalahan' orang tua? Orang tua yang justru menjadi penyebab utama segala masalah anak. Padahal umumnya orang tua ingin melakukan yang terbaik bagi anak. Tapi, mungkin gak ngerti caranya. Apalagi anak-anak kan bukan robot. Belum tentu bisa menerapkan formula yang sama ke semua anak. Bahkan ke semua anak kandung sekalipun. Masing-masing anak punya karakter.

    Fiuuuhh! Berat jadi orang tua, ya *Lap keringet Padahal yang namanya orang tua gak ada sekolahnya. Seumur hidup belajar, seumur hidup dapet PR tentang anak-anak. Tapi, bukan berarti harus ditakuti. Rasa khawatir wajar banget, asal kemudian diolah menjadi waspada. Yuk, kita sama-sama introspeksi. Dan, sama-sama berbagi pengalaman menjadi orang tua. Sesama orang tua harus saling support. Apalagi gerbang awal pendidikan bagi anak adalah orang tua

    • Share:

    You Might Also Like

    50 comments

    1. *ikutan lap keringat.. (usap pelipis)
      Saya sering mendengar kata-kata, duh sini lantainya mama pukul. Bahkan pernah juga memraktikkannya. Waktu itu ikut jagain anak tetangga, saya masih SMP. Tapi, sekarang nggak lagi, karena si anak jadi belajar ya, bahwa kalau dia salah, cari dulu yg lain utk jadi kambing pinknya :).
      Nice sharing Mbak.. :)

      ReplyDelete
    2. iya aku juga berusaha ga seperti itu..cuma kadang orang lain yang ngajarin gitu *geregetan

      ReplyDelete
      Replies
      1. saya juga sering geregetan kl kayak gitu, Mak. Meminimalisir dampaknya, saya coba dengan banyak berkomunikasi dengan anak

        Delete
    3. hemmm iya mak aku sering dengar orang tua bilang gt ma anak kecilnya,,, hemmmmm baca tulisan ini aku jd banyak belajar

      ReplyDelete
    4. Tontonan apapun kalau didampingi oleh orang tua dan orang tua bisa menjelaskan pada anak tentang baik buruk suatu kejadian maka nantinya bisa jadi pembelajaran hidup yang baik kok buat anak. MAsalahnya adalah tidak banyak orang tua yang punya waktu mendampingi anak-anaknya :)

      ReplyDelete
      Replies
      1. betul, ada orang tua yang punya banyak waktu untuk menemani anak dan ada juga yang sebaliknya. Artinya, setiap keluarga punya masalah masing2. Syaa menulis seperti ini berdasarkan pengalaman pribadi yang kebetulan waktu bersama anak itu banyak. Tapi, bukan berarti yang wkatunya sedikit gak bisa mempunyai komunikasi yang baik dengan anak. Pasti ada caranya :)

        Delete
    5. Iyess *ikutan elap keringet
      jadi orang tua malah harus banyak belajar, tapi lingkungan pengaruhnya besar juga
      ngga jarang dirumah udah kondusif diluar ngajarin nyanyi sakitnya tuh disini *eyaampuunn

      ReplyDelete
      Replies
      1. iya, Mak lingkungan kadang bikin stress juga hehe

        Delete
    6. hihi..orangtua dulu suka gitu ya mak. Saya berusaha untuk ngga kaya gitu. Banyak hal bukan hanya ini sebenarnya. Dulu ortu larang saya naik sepeda. saya jadi gabisa sampe sekarang. padahal ketrampilan bersepeda/speda motor penting jg buat perempuan:(

      ReplyDelete
      Replies
      1. sama ternyata kita, ya. Kalau saya dilarang pakai motor. Katanya begini-begitulah. Akhirnya, sekarang gak pernah berani belajar motor :D

        Delete
    7. sebetulnya jaman dulu juga memang sudah bnyk bentuk bullying ya, tapi ya itu tadi namanya gak sekeren sekarang, bullying. Kalo dulu, namanya mengejek aja, saling ejek.
      betul mak, semua adalah tergantung orang tua. Tanggung jawab ortu memang berat, apalagi jaman skrg. Oleh karena itu, ortu harus banyak belajar.

      ReplyDelete
      Replies
      1. orag tua yang seharusnya paling bertanggung jawab :)

        Delete
    8. anehnya juga mak,,,anaknya tetanggaku kan ikut pencak silat tuh,,anaknya masih kelas 3 SD,,tapi kok sayang ya,,ilmu pencak silatnya dibuat menghajar anak tetangga yg lain yg sekiranya gak sepaham ama dia,,duh,,kalo seperti ini biasanya ortu sih ikut campur,,,

      ReplyDelete
      Replies
      1. mungkin juga kurang dikomunikasikan apa tujuan ikut beladiri, Mak. Mungkin, yaa :)

        Delete
    9. alhamdulillah, tidak pernah menjadikan hewan atau benda mati sebagai kambing hitam. tapi hal seperti itu masih sering kita temui dalam pola pendidikan anak-anak, terutama dari nenek-nenek jaman dulu. Tidak sipungkiri ya Mak bahwa peran ortu dan komunikasi ortu-anak sangat penting, tapi juga peran pemerintah sebagai pengatur kebijakan publik tetap dibutuhkan. jadi, semua pihak harus sama-sama aware terhadap[ fenomena bullying yang akhir-akhir ini makin mengnerikan saja

      ReplyDelete
      Replies
      1. memang menyalahkan ini-itu modle pendidikan jaman dulu. Bisa kita minimalisir dengan mengkomunikasikan ini ke anak

        Delete
    10. uwaaa.. hal-hal yang kelihatannya sepele justru bisa jadi bencana ya Mbak.
      Balik lagi ke komunikasi ya. Bener mbak. Sebelum anak-anak tahu dari orang lain, mending dibicarain dibentengi dulu. Karena gimana pun anak-anak tidak selalu dlaam pengawasan ortu. Kalau sudah dibentengi insya allah mengerti mana yang baik mana yang buruk.

      ReplyDelete
    11. mulai belajar menjadi orang tua yang baik

      ReplyDelete
    12. Kringetku udah bisa diperes nih BundChie...beneran tapi kita orang tua yang mesti 'sekolah' seumur hidup dan belajar dari anak - anak.. :)

      ReplyDelete
    13. hihihi.. bahasanya sama dgn yg di statusku ya mak. Itu lucu juga nyalahin benda mati, kyk ortu jadul. Baru tau ternyata hal spt itu ga bagus ya. Tp aku lbh seringnya ga bolehin nonton TnJ, terutama krn Tomnya kalah muluuu hahahah...

      ReplyDelete
      Replies
      1. ternyata alasan gak boleh nonton tom and jerry kl tom kalam terus. Pasti bikin gregetan ya hehe

        Delete
    14. Beneeeeer, KOMUNIKASI itu pentiiiiing banget. Yup, jadi ortu itu pembelajaran seumur hidup :)

      ReplyDelete
    15. betul sekali. anak-anak kalo selalu diajak bicara, dijelaskan banyak hal, mereka lama-lama akan mengerti kok. TFS mbak

      ReplyDelete
    16. Selalu ngerasa jleb kunjungan ke sini.
      Alhamdullilah selalu dapat ilmu baru.
      Tapi aku ga pernah sih nyalahin benda mati, seringnya nyalahin ondel-ondel *eh* hehe
      Makasih, Mak Chi

      ReplyDelete
    17. baca ini saya jadi inget salah satu materi pelajaran waktu SMA, al ummu madrasatul ula..ibu/orangtua adalah sekolah pertama bagi anak2...
      tfs mak^^
      maaf baru bisa bewe hehe

      ReplyDelete
    18. postingan yang mengingatkan untuk terus belajar menjadi orang tua yang baik

      ReplyDelete
    19. Huhu iya bener, urusan bully ini bener-bener gemesin ya. Sebagai orang tua harus berupaya supaya anak gak jadi pembully atau dibully.

      ReplyDelete
      Replies
      1. semoga kita bisa menjadi orang tua yang selalu menjaga anak-anak :)

        Delete
    20. Huhu..mantap banget sharing-nya Chi... Tanpa sadar apa yan secara turun-temurun ditunjukkan oleh sesepuh kita ternyata punya dampak psikologis yang buruk :(

      ReplyDelete
      Replies
      1. nah, sayangnya byk yg gak menyadari kl seperti itu salah. Mungkin ini salah satu manfaatnya ngeblog. Bisa saling mengingatkan :)

        Delete
    21. waduh pas gue kecil pernah diajarin gitu.. temboknya nakal, ibu tabok sini.. dan ternyata lucu juga pas diinget

      ReplyDelete
      Replies
      1. untuk menjaid kenangan mungkin akan terasa lucu. Tp, bisa jadi efeknya kurang baik utk sebagian orang :)

        Delete
    22. Lap keringat juga :p
      Aku anak baru satu juga sudah mulai kuatir dengan hal2 demikian & terlontar juga mau masuk in anak silat, tapi entahlah liat nanti lagi...

      ReplyDelete
      Replies
      1. jangan lupa untuk terus diingatkan tujuan ikut silat, ya. Biar gak disalahgunakan :)

        Delete
    23. fiuuh... jadi ikutan ngelap keringat nih... padahal belum punya anak -_-

      ReplyDelete
      Replies
      1. Suatu saat jika Allah berkehendak akan punya anak :)

        Delete
    24. untung Saya masih muda.
      Kasihan deh yang sudah Tua??

      hihihi

      ReplyDelete
      Replies
      1. ini kan hanya masalah waktu. Suatu saat juga akan tua, kan. Dan, bukan berarti menjaid lebih mudah. Setiap jaman ada tantangannya sendiri :)

        Delete
    25. ahhh betapa berat'y mnjdi org tua *ikutan lap keringet*,nice sharing mak,oiya sy g prnh menyalahkn benda mati,tpi sy suka emosian ngadepin anak,hrs bljr ekstra superrr sabaaarrr....:)

      ReplyDelete
      Replies
      1. sebagai orang tua, stok sabar kayaknya harus terisi terus, ya hehe

        Delete

    Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

    Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^