Rasa Sedih Jangan Dipendam, Kamu Berhak Bahagia - Idealnya kita pengen hidup bahagia terus. Gak ada yang namanya bersedih. Tapi, mungkin gak? Pasti semua udah tau jawabannya.

rasa sedih jangan dipendam, kamu berhak bahagia

Beberapa hari lalu di timeline IG muncul akun yang memberitakan tentang alasan artis NR konsumsi narkoba. Dia beralasan terpuruk atas kepergian ayahnya di tahun 2014.
 
Ketika mencoba menceritakan kesedihannya itu kepada teman-temannya, malah mendapat respons supaya banyak bersyukur. Seharusnya malu kalau sampai bersedih karena di luar sana banyak yang ingin menjadi seperti NR. Punya suami dari keluarga terpandang dan juga anak.
 
Dia sakit hati dengan ucapan teman-temannya. Bahkan merasa menjadi seorang NR adalah sebuah kutukan. Karena seperti tidak boleh bersedih. Akhirnya, ketika batinnya semakin terpuruk, narkoba pun menjadi pelarian.

Chi gak membenarkan penggunaan narkobanya, ya. Bukan pula fans NR atau suaminya. Chi pun gak mau mencari tau alasan yang diungkapkannya itu benar atau enggak. Tetapi, hal seperti itu mungkin banget terjadi, lho.

 

Saya, Kamu, dan Siapa pun Boleh Bersedih


Sejujurnya, Chi juga sempat bertanya-tanya ketika dia dan suaminya tertangkap. Hidupnya selama ini kayak gak ada masalah. Selalu terlihat bahagia. Kurang apa ya sampai harus pakai narkoba?
 
Setelah itu ya udah, Chi gak mau sengaja mencari tau. Karena memang gak secara khusus ngikutin gossip apapun. Hanya karena masih rajin buka medsos aja. Biasanya berita viral suka lewat beranda karena banyak yang share.
 
Tetapi, ketika ada salah satu akun di IG yang memberitakan tentang alasan NR pakai narkoba, hati Chi tuh langsung 'nyeeess'. Sedih banget dan langsung menangis. Mungkin karena merasakan kesedihan yang sama.
 
Papah Chi udah wafat hampir 3 tahun lalu. Kepergiannya mendadak banget. Gak ada sakit apapun. Bahkan di hari itu masih sempat jalan-jalan sama mamah. Siangnya pun Chi masih telponan. Papah wafat dalam keadaan bersujud usai sholat Maghrib. Bener-bener gak ada pertanda sama sekali.

Chi ikhlas. Chi bisa menerima semua ketetapan Nya. Tetapi, kalau dibilang udah 100% move on juga enggak. Sampai sekarang rasa sedih terkadang melintas. Kangen aja gitu sama papah. Sedih kalau inget udah gak ada.

Kalau lagi kayak gitu suka serba salah. Mau curhat ke siapa pun khawatir malah dinasehatin. Disuruh ikhlas, sabar, atau apapun. Kalau udah begini, bisa-bisa Chi ngambek. Karena gak butuh semua nasehat itu.

Terkadang juga timbul rasa gak enakan. Chi jarang banget cerita ke mamah kalau terkadang masih suka sedih. Karena mamah pasti akan bilang harus tegar. Padahal Chi tau persis, mamah masih merasa kehilangan sampai sekarang. Mamah hanya berusaha terlihat kuat. Nah, kalau tau anaknya masih terus sedih nanti kan kasihan ke mamah.
 
Dulu Chi pernah menulis di blog ini kalau anak laki-laki boleh menangis. Itu hal yang normal banget. Rasa sedih gak mengenal gender, tingkat ekonomi, atau apapun.


Pada 2016, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan ada 793.000 kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia. Sebagian besar adalah laki-laki.

Sumber: BBC

 
Lebih lanjut, di artikel BBC tersebut dijelaskan alasan laki-laki lebih banyak melakukan bunuh diri daripada perempuan. Penyebabnya memang banyak dan bisa sangat kompleks. Tetapi, salah satunya adalah pola pikir tentang gender.

Gak hanya di Indonesia. Di negara mana pun, masih banyak yang menuntut kalau laki-laki harus kuat.  Gak boleh cengeng. Karena laki-laki yang menangis akan dianggap lemah.

Dan pola pikir seperti ini sudah ditanamkan sejak mereka kecil. Akhirnya jangankan menangis. Sekadar mengakui kalau sedang sedih, curhat ke seseorang, atau meminta pertolongan terkait kesehatan mental pun jadi enggan. Karena khawatir dianggap lemah. Jadinya cenderung menyelesaikan masalah sendiri. Salah satunya dengan bunuh diri.

Setelah membaca alasan NR menggunakan narkoba. Kemudian ada lagi yang memberitakan kalau suami menggunakan dengan alasan selama ini selalu berusaha terlihat kuat. Sejak kecil sudah dididik bahwa laki-laki tidah boleh terlihat lemah dan berkeluh kesah. 
 
Duh! Sedih ya kalau begini. Melarang seseorang bersedih ternyata imbasnya bisa serius, lho. 
 
Ketika Keke dan Nai masih SD, Chi pernah ikut acara parenting. Ternyata mereka yang menawarkan narkoba juga bisa paham psikologi. Gak ke semua orang ditawarkan, tetapi dilihat apa karakter dari targetnya punya benteng yang kuat atau enggak.

Disadari atau enggak, terkadang kita mengukur rasa sedih dan bahagia dari kacamata sendiri
 
Apa sih yang kurang dari kehidupan AB dan NR sampai bisa mengkonsumsi narkoba? Tajir melintir, pernikahan mereka juga kelihatan tanpa masalah, plus dikarunia anak yang sehat.
 
Pikiran kita sebagai orang awam mungkin seperti itu. Chi termasuk salah satunya. Tetapi, kemudian Chi berpikir ke diri sendiri. Terutama setelah mengetahui alasannya karena kesedihan.

Seringkali Chi berpikir .... Apakah pernikahan Chi bermasalah? Alhamdulillah enggak. Chi bahagia dengan pernikahan.

Apakah Chi gak dekat dengan mamah? Enggak juga. Chi cukup dekat, kok. 

Father is a daughter's first love
 
Chi rasa quote tersebut ada benernya. Kalau ada kedekatan dengan orang tua, akan merasa kehilangan bila sosoknya gak ada. Meskipun Chi punya pernikahan yang bahagia dan dekat dengan mamah. Tetap aja akan ada ruang yang kosong ketika papah wafat.

Makanya kalau benar alasan NR seperti itu, nasehat dari teman-temannya memang gak nyambung, sih. Masih merasa bersedih dengan kehilangan ayahnya, bukan berarti dia gak bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang.

Ya gitu, deh. Terkadang kita suka mengukur rasa sedih dan bahagia seseorang dari diri sendiri. Mereka yang dianggap punya privillege seolah-oleh gak boleh bersedih. Nanti dianggap gak bersyukur. Seolah-olah hanya rakyat jelata aja yang berhak bersedih.

Ah, jangankan seperti NR. Pernah ada kejadian mahasiswa PTN ternama yang bundir. Selalu ada aja netizen mengkaitkan dengan rasa syukur. Katanya banyak yang ingin masuk PTN tersebut. Tapi, ini udah berhasil malah bunuh diri. Apa hubungannyaaaa?

Semua berhak bersedih. Mau kaya atau miskin, pintar atau biasa aja, dan lain sebagainya. Jadi sebaiknya jangan selalu dihakimi kurang bersyukur kalau sedang ada yang bersedih.

Bersyukur memang membawa nikmat. Chi sangat meyakini itu. Tetapi, memang bagi beberapa orang bisa jadi masalahnya masalahnya sangat kompleks.

Mental seseorang pun beda-beda. Mereka yang kaya raya bisa jadi lebih rapuh. Lebih gak bahagia dari kita. Tetapi, banyak juga yang seperti Keluarga Cemara di dunia nyata. Tetap bahagia meskipun dari keluarga sederhana.

 

Beri Ruang untuk Bersedih 


Trus bagaimana menyikapinya?

Jawabannya memang bisa bermacam-macam. Bisa juga sangat kompleks. Tetapi, buat Chi pribadi, ketika sedang bersedih karena teringat papah, solusinya adalah memberi ruang.

Makanya Chi bilang suka kesel kalau malah dinasehatin supaya bersyukur, ikhlas, atau semacamnya. Chi tau nasehatnya baik. Tetapi, memang bukan itu yang dibutuhkan.

Chi bersedih bukan karena gak ikhlas. Apalagi dibilang gak bersyukur. Cuma ya seringkali ujug-ujug sedih. Mendadak kangen. Atau bisa juga kalau lagi banyak pikiran, sedihnya datang trus inget papah.

Alhamdulillah, K'Aie cukup mengerti. Kalau Chi terlihat bersedih, paling cuma nanya kenapa wajahnya terlihat murung. Setelah itu kasih ruang. Biarin Chi menangis sampai puas. K'Aie paling cuma ngelus-ngelus.

Kalau dirasa udah agak lama sedihnya, biasanya K'Aie ngebecandain. Daripada nasehatin, memang buat Chi lebih ampuh dibecandain. Apalagi kalau ditawarin nasi uduk atau nasi padang. Huahahaha! 
 
Tetapi, memang yang Chi butuhkan seperti itu. Orang yang mengerti dan memberi ruang ketika bersedih. Gak bikin merasa dihakimi.

Beberapa kali Chi sedihnya berkepanjangan. Udah dikasih ruang, tapi rasa sedih gak juga hilang. Kalau kayak gini suka ada merasa bersalah. Kasihan lah ma K'Aie kalau dikasih ekspresi murung terus. 

Solusinya memang mengadu ke Allah SWT, terutama usai sholat. Menangis deh sepuasnya. Biasanya setelah itu berasa plong. Meskipun terkadang datang lagi. Tetapi, gak perlu merasa gak enakan mau nangis sebanyak apapun ke Allah.


Jangan Selalu Pura-Pura Bahagia


Pura-Pura bahagia itu berat, uuuy! Seriusan, deh! Memangnya kita bisa bahagia kalau terus dilakukan dengan pura-pura?

Yang ada malah bisa semakin terpuruk. Makanya menurut pengalaman Chi, keseringan memendam rasa sedih dan terus pura-pura bahagia juga gak bagus. Chi udah pernah ngerasain.

Chi pernah seperti itu. Segala rasa sedih dipendam. Asli gak enak banget! Bersyukur aja gak sampai terjerumus ke hal negatif apalagi sampai bunuh diri. Naudzubillah.

Tetapi, Chi masih suka pura-pura bahagia sampai sekarang, kok. Tentu aja dilakukan di depan umum. Maksudnya, gak mau juga ke semua orang memperlihatkan sedang sedang bersedih. Apalagi curhat sana-sini. Buat Chi ini termasuk privasi.

Bila sedang bersedih memang paling enak gak ketemuan ma siapa pun. Di medsos pun mendingan rehat sejenak. Tetapi, terkadang situasi dan kondisi mengharuskan keluar untuk ketemu orang. Upload konten yang berkaitan dengan kerjaan. Kalau seperti itu situasinya ya tetap harus terlihat bahagia. Meskipun mood sebetulnya lagi ngedrop.

Kalau pun sekarang Chi menulis tentang hal ini bukan untuk menceritakan detil kesedihan. Karena terkadang alasannya terlalu privasi. Tetapi, Chi mencoba untuk mengatakan kalau rasa sedih sebetulnya sesuatu yang wajar. Dan sedih itu berkaitan banget dengan bahagia. Mendingan bahagia beneran daripada pura-pura bahagia ya, kan?
 
Seringkali kita menganggap rasa sedih dan bahagia itu kayak air dan minyak. Gak pernah bisa bersatu. Kalau sedih tandanya kita kurang bersyukur. Kalau kurang bersyukur, berarti gak bahagia. Padahal belum tentu begitu juga.
 
Ketika sedang bersedih bukan berarti gak pernah bersyukur dengan hidup yang sedang dijalani. Tetapi, kalau terus-menerus memendam rasa sedih, selalu terlihat bahagia terus, yang ada malah jadi depresi. Capek hati, lah.

Postingan ini sebetulnya reminder untuk diri sendiri. Termasuk juga semakin belajar menjadi istri dan orang tua yang bisa memahami perasaan anggota keluarga. 
 
Jangan bikin orang lain merasa dihakimi, meskipun nasehat kita sebetulnya baik. Apalagi mencoba meremahkan dengan bilang, "Oh, gitu doang masalahnya."

Ada juga adu nasib, "Masalah kamu gak seberapa. Gue pernah mengalami lebih berat dari itu. Malah ... bla ... bla ..." Malah balik dia yang curhat atau merasa jadi paling tangguh. Hadeuuuh. Jangan gitu sikapnya lah, ya.
 
Coba dipahami dulu. Kalau pun sulit, setidaknya berusaha jadi pendengar yang baik. Minimal berusaha ada kalau dibutuhkan. Atau bisa sarankan untuk berkonsultasi dengan para ahli bila dirasa dibutuhkan.

Jangan selalu memendam rasa sedih, yuk! Bersedih bukan berarti lemah. Semua boleh banget sedih dan menangis.
 
Sama-sama belajar untuk mengelola emosi. Sama-sama belajar mengerti perasaan orang lain juga. Karena kita semua berhak banget untuk bahagia.