Rasa Sedih Jangan Dipendam, Kamu Berhak Bahagia

By Keke Naima - December 25, 2021

Rasa Sedih Jangan Dipendam, Kamu Berhak Bahagia - Idealnya kita pengen hidup bahagia terus. Gak ada yang namanya bersedih. Tapi, mungkin gak? Pasti semua udah tau jawabannya.

Rasa Sedih Jangan Dipendam, Kamu Berhak Bahagia

Beberapa hari lalu di timeline IG muncul akun yang memberitakan tentang alasan artis NR konsumsi narkoba. Dia beralasan terpuruk atas kepergian ayahnya di tahun 2014.
 
Ketika mencoba menceritakan kesedihannya itu kepada teman-temannya, malah mendapat respons supaya banyak bersyukur. Seharusnya malu kalau sampai bersedih karena di luar sana banyak yang ingin menjadi seperti NR. Punya suami dari keluarga terpandang dan juga anak.
 
Dia sakit hati dengan ucapan teman-temannya. Bahkan merasa menjadi seorang NR adalah sebuah kutukan. Karena seperti tidak boleh bersedih. Akhirnya, ketika batinnya semakin terpuruk, narkoba pun menjadi pelarian.

Chi gak membenarkan penggunaan narkobanya, ya. Bukan pula fans NR atau suaminya. Chi pun gak mau mencari tau alasan yang diungkapkannya itu benar atau enggak. Tetapi, hal seperti itu mungkin banget terjadi, lho.

 

Saya, Kamu, dan Siapa pun Boleh Bersedih


Sejujurnya, Chi juga sempat bertanya-tanya ketika dia dan suaminya tertangkap. Hidupnya selama ini kayak gak ada masalah. Selalu terlihat bahagia. Kurang apa ya sampai harus pakai narkoba?
 
Setelah itu ya udah, Chi gak mau sengaja mencari tau. Karena memang gak secara khusus ngikutin gossip apapun. Hanya karena masih rajin buka medsos aja. Biasanya berita viral suka lewat beranda karena banyak yang share.
 
Tetapi, ketika ada salah satu akun di IG yang memberitakan tentang alasan NR pakai narkoba, hati Chi tuh langsung 'nyeeess'. Sedih banget dan langsung menangis. Mungkin karena merasakan kesedihan yang sama.
 
Papah Chi udah wafat hampir 3 tahun lalu. Kepergiannya mendadak banget. Gak ada sakit apapun. Bahkan di hari itu masih sempat jalan-jalan sama mamah. Siangnya pun Chi masih telponan. Papah wafat dalam keadaan bersujud usai sholat Maghrib. Bener-bener gak ada pertanda sama sekali.

Chi ikhlas. Chi bisa menerima semua ketetapan Nya. Tetapi, kalau dibilang udah 100% move on juga enggak. Sampai sekarang rasa sedih terkadang melintas. Kangen aja gitu sama papah. Sedih kalau inget udah gak ada.

Kalau lagi kayak gitu suka serba salah. Mau curhat ke siapa pun khawatir malah dinasehatin. Disuruh ikhlas, sabar, atau apapun. Kalau udah begini, bisa-bisa Chi ngambek. Karena gak butuh semua nasehat itu.

Terkadang juga timbul rasa gak enakan. Chi jarang banget cerita ke mamah kalau terkadang masih suka sedih. Karena mamah pasti akan bilang harus tegar. Padahal Chi tau persis, mamah masih merasa kehilangan sampai sekarang. Mamah hanya berusaha terlihat kuat. Nah, kalau tau anaknya masih terus sedih nanti kan kasihan ke mamah.
 
Dulu Chi pernah menulis di blog ini kalau anak laki-laki boleh menangis. Itu hal yang normal banget. Rasa sedih gak mengenal gender, tingkat ekonomi, atau apapun.


Pada 2016, menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan ada 793.000 kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia. Sebagian besar adalah laki-laki.

Sumber: BBC

 
Lebih lanjut, di artikel BBC tersebut dijelaskan alasan laki-laki lebih banyak melakukan bunuh diri daripada perempuan. Penyebabnya memang banyak dan bisa sangat kompleks. Tetapi, salah satunya adalah pola pikir tentang gender.

Gak hanya di Indonesia. Di negara mana pun, masih banyak yang menuntut kalau laki-laki harus kuat.  Gak boleh cengeng. Karena laki-laki yang menangis akan dianggap lemah.

Dan pola pikir seperti ini sudah ditanamkan sejak mereka kecil. Akhirnya jangankan menangis. Sekadar mengakui kalau sedang sedih, curhat ke seseorang, atau meminta pertolongan terkait kesehatan mental pun jadi enggan. Karena khawatir dianggap lemah. Jadinya cenderung menyelesaikan masalah sendiri. Salah satunya dengan bunuh diri.

Setelah membaca alasan NR menggunakan narkoba. Kemudian ada lagi yang memberitakan kalau suami menggunakan dengan alasan selama ini selalu berusaha terlihat kuat. Sejak kecil sudah dididik bahwa laki-laki tidah boleh terlihat lemah dan berkeluh kesah. 
 
Duh! Sedih ya kalau begini. Melarang seseorang bersedih ternyata imbasnya bisa serius, lho. 
 
Ketika Keke dan Nai masih SD, Chi pernah ikut acara parenting. Ternyata mereka yang menawarkan narkoba juga bisa paham psikologi. Gak ke semua orang ditawarkan, tetapi dilihat apa karakter dari targetnya punya benteng yang kuat atau enggak.

Disadari atau enggak, terkadang kita mengukur rasa sedih dan bahagia dari kacamata sendiri
 
Apa sih yang kurang dari kehidupan AB dan NR sampai bisa mengkonsumsi narkoba? Tajir melintir, pernikahan mereka juga kelihatan tanpa masalah, plus dikarunia anak yang sehat.
 
Pikiran kita sebagai orang awam mungkin seperti itu. Chi termasuk salah satunya. Tetapi, kemudian Chi berpikir ke diri sendiri. Terutama setelah mengetahui alasannya karena kesedihan.

Seringkali Chi berpikir .... Apakah pernikahan Chi bermasalah? Alhamdulillah enggak. Chi bahagia dengan pernikahan.

Apakah Chi gak dekat dengan mamah? Enggak juga. Chi cukup dekat, kok. 

Father is a daughter's first love
 
Chi rasa quote tersebut ada benernya. Kalau ada kedekatan dengan orang tua, akan merasa kehilangan bila sosoknya gak ada. Meskipun Chi punya pernikahan yang bahagia dan dekat dengan mamah. Tetap aja akan ada ruang yang kosong ketika papah wafat.

Makanya kalau benar alasan NR seperti itu, nasehat dari teman-temannya memang gak nyambung, sih. Masih merasa bersedih dengan kehilangan ayahnya, bukan berarti dia gak bersyukur dengan kehidupannya yang sekarang.

Ya gitu, deh. Terkadang kita suka mengukur rasa sedih dan bahagia seseorang dari diri sendiri. Mereka yang dianggap punya privillege seolah-oleh gak boleh bersedih. Nanti dianggap gak bersyukur. Seolah-olah hanya rakyat jelata aja yang berhak bersedih.

Ah, jangankan seperti NR. Pernah ada kejadian mahasiswa PTN ternama yang bundir. Selalu ada aja netizen mengkaitkan dengan rasa syukur. Katanya banyak yang ingin masuk PTN tersebut. Tapi, ini udah berhasil malah bunuh diri. Apa hubungannyaaaa?

Semua berhak bersedih. Mau kaya atau miskin, pintar atau biasa aja, dan lain sebagainya. Jadi sebaiknya jangan selalu dihakimi kurang bersyukur kalau sedang ada yang bersedih.

Bersyukur memang membawa nikmat. Chi sangat meyakini itu. Tetapi, memang bagi beberapa orang bisa jadi masalahnya masalahnya sangat kompleks.

Mental seseorang pun beda-beda. Mereka yang kaya raya bisa jadi lebih rapuh. Lebih gak bahagia dari kita. Tetapi, banyak juga yang seperti Keluarga Cemara di dunia nyata. Tetap bahagia meskipun dari keluarga sederhana.

 

Beri Ruang untuk Bersedih 


Trus bagaimana menyikapinya?

Jawabannya memang bisa bermacam-macam. Bisa juga sangat kompleks. Tetapi, buat Chi pribadi, ketika sedang bersedih karena teringat papah, solusinya adalah memberi ruang.

Makanya Chi bilang suka kesel kalau malah dinasehatin supaya bersyukur, ikhlas, atau semacamnya. Chi tau nasehatnya baik. Tetapi, memang bukan itu yang dibutuhkan.

Chi bersedih bukan karena gak ikhlas. Apalagi dibilang gak bersyukur. Cuma ya seringkali ujug-ujug sedih. Mendadak kangen. Atau bisa juga kalau lagi banyak pikiran, sedihnya datang trus inget papah.

Alhamdulillah, K'Aie cukup mengerti. Kalau Chi terlihat bersedih, paling cuma nanya kenapa wajahnya terlihat murung. Setelah itu kasih ruang. Biarin Chi menangis sampai puas. K'Aie paling cuma ngelus-ngelus.

Kalau dirasa udah agak lama sedihnya, biasanya K'Aie ngebecandain. Daripada nasehatin, memang buat Chi lebih ampuh dibecandain. Apalagi kalau ditawarin nasi uduk atau nasi padang. Huahahaha! 
 
Tetapi, memang yang Chi butuhkan seperti itu. Orang yang mengerti dan memberi ruang ketika bersedih. Gak bikin merasa dihakimi.

Beberapa kali Chi sedihnya berkepanjangan. Udah dikasih ruang, tapi rasa sedih gak juga hilang. Kalau kayak gini suka ada merasa bersalah. Kasihan lah ma K'Aie kalau dikasih ekspresi murung terus. 

Solusinya memang mengadu ke Allah SWT, terutama usai sholat. Menangis deh sepuasnya. Biasanya setelah itu berasa plong. Meskipun terkadang datang lagi. Tetapi, gak perlu merasa gak enakan mau nangis sebanyak apapun ke Allah.


Jangan Selalu Pura-Pura Bahagia


Pura-Pura bahagia itu berat, uuuy! Seriusan, deh! Memangnya kita bisa bahagia kalau terus dilakukan dengan pura-pura?

Yang ada malah bisa semakin terpuruk. Makanya menurut pengalaman Chi, keseringan memendam rasa sedih dan terus pura-pura bahagia juga gak bagus. Chi udah pernah ngerasain.

Chi pernah seperti itu. Segala rasa sedih dipendam. Asli gak enak banget! Bersyukur aja gak sampai terjerumus ke hal negatif apalagi sampai bunuh diri. Naudzubillah.

Tetapi, Chi masih suka pura-pura bahagia sampai sekarang, kok. Tentu aja dilakukan di depan umum. Maksudnya, gak mau juga ke semua orang memperlihatkan sedang sedang bersedih. Apalagi curhat sana-sini. Buat Chi ini termasuk privasi.

Bila sedang bersedih memang paling enak gak ketemuan ma siapa pun. Di medsos pun mendingan rehat sejenak. Tetapi, terkadang situasi dan kondisi mengharuskan keluar untuk ketemu orang. Upload konten yang berkaitan dengan kerjaan. Kalau seperti itu situasinya ya tetap harus terlihat bahagia. Meskipun mood sebetulnya lagi ngedrop.

Kalau pun sekarang Chi menulis tentang hal ini bukan untuk menceritakan detil kesedihan. Karena terkadang alasannya terlalu privasi. Tetapi, Chi mencoba untuk mengatakan kalau rasa sedih sebetulnya sesuatu yang wajar. Dan sedih itu berkaitan banget dengan bahagia. Mendingan bahagia beneran daripada pura-pura bahagia ya, kan?
 
Seringkali kita menganggap rasa sedih dan bahagia itu kayak air dan minyak. Gak pernah bisa bersatu. Kalau sedih tandanya kita kurang bersyukur. Kalau kurang bersyukur, berarti gak bahagia. Padahal belum tentu begitu juga.
 
Ketika sedang bersedih bukan berarti gak pernah bersyukur dengan hidup yang sedang dijalani. Tetapi, kalau terus-menerus memendam rasa sedih, selalu terlihat bahagia terus, yang ada malah jadi depresi. Capek hati, lah.

Postingan ini sebetulnya reminder untuk diri sendiri. Termasuk juga semakin belajar menjadi istri dan orang tua yang bisa memahami perasaan anggota keluarga. 
 
Jangan bikin orang lain merasa dihakimi, meskipun nasehat kita sebetulnya baik. Apalagi mencoba meremahkan dengan bilang, "Oh, gitu doang masalahnya."

Ada juga adu nasib, "Masalah kamu gak seberapa. Gue pernah mengalami lebih berat dari itu. Malah ... bla ... bla ..." Malah balik dia yang curhat atau merasa jadi paling tangguh. Hadeuuuh. Jangan gitu sikapnya lah, ya.
 
Coba dipahami dulu. Kalau pun sulit, setidaknya berusaha jadi pendengar yang baik. Minimal berusaha ada kalau dibutuhkan. Atau bisa sarankan untuk berkonsultasi dengan para ahli bila dirasa dibutuhkan.

Jangan selalu memendam rasa sedih, yuk! Bersedih bukan berarti lemah. Semua boleh banget sedih dan menangis.
 
Sama-sama belajar untuk mengelola emosi. Sama-sama belajar mengerti perasaan orang lain juga. Karena kita semua berhak banget untuk bahagia.

  • Share:

You Might Also Like

42 comments

  1. Betul maak gausah pura pura bahagia, bahagia kita yang ciptakan dan menjadi diri sendiri yg terbaik. Semogaa segera bisa move on ya maak yakinlah Ayah meninggalnya baguss banget ketika beribadah👍 takutnya beliau terhambat di atas sana kalau masih di tangisi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya ikhlas kok, Mbak. Kalau pun terkadang masih sedih ya karena lagi kangen aja. Jadi bukan untuk menyesali apa yang sudah terjadi.

      Delete
  2. Memendan kesedihan apalagi yang luar biasa, itu memang ga baik. Dulu aku suka curhat pada sahabat dan hanya sama dia satu2nya yang bisa dan mau mendengarkanku. Kalau sekarang2 ini sih saat sedih aku ga curhat2an lagi, katanya cukup kepada Allah aja. Ya paling berdoa setelah salat, minta macam2 dalam hati. Kadang kalau sama manusia malah bikin pusing, tambah sakit kepala hahaha. Apalagi sobatku kini lagi sibuk2nya jd sulit dicurhati wkwkwkw.

    ReplyDelete
    Replies
    1. toss, Mbak! Saya sekarang semakin susah curhat ma orang hehhee

      Delete
  3. Yes, setuju...Yuk semangat lagi belajar untuk mengelola emosi.
    Duh, perlu banget belajar nih saya, untuk terus mengerti perasaan orang lain.
    Dan benar banget kita semua berhak untuk bahagia!

    ReplyDelete
    Replies
    1. kepekaan harus terus diasah ya, Mbak. Kita sama-sama belajar

      Delete
  4. Setelah nonton pilem Inside Out, aku jadi paham banget mba, kalo semua emosi tuh valid. Agak2 lupa sih, apa aja, tapi seingatku ada emosi sedih, marah dll, dan itu semua yg menjadikan kita MANUSIA.

    So, yeahhh... bener banget, kita butuh "ruang" utk mengakui klo kita juga bisa sedih. bisa marah juga.

    Gosah pura2 hepi all the time.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Inside Out film yang bagus banget temanya

      Delete
  5. Kasian ya Teh NR ini. Seolah olah dia ga boleh sedih padahal sedih itu manusiawi. Menurut aku kata toxic positif itu bahaya. Kamu harus bersyukur bla bla jadii seolah olah sedih itu sebuah kesalahan. Jadi bkin penderitanya makin ngerasa drop kan ya. Trus belum lagi yang teteh bilang laki laki ga boleh nangis padahal laki laki juga manusia biasa yang bisa bersedih. Ahhh kasian

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya betul, Mbak. Semoga kita gak seperti itu, ya

      Delete
  6. Dulu aku termasuk yang suka nahan diri, berusaha terlihat baik, tapi hasilnya memang gak bagus. Sering meledak deh

    Sedih itu boleh, tapi sesuai porsinya. Btw soal NR, aku juga sempat baca sih. Gila itu Teman-temannya. Semoga habis ini bisa ketemu circle yang sehat ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. semua emosi harus sesuai kadarnya. Terlalu gembira juga sebetulnya gak bagus

      Delete
  7. Mari normalisasi bahwa sedih dan menangis itu gapapa. Buat siapapun, dan apapun gendernya.

    Kadang masih suka denger kalo orang lagi sedih terus malah direspons dengan hal yang ga enak. Bandingin lah atau disuruh bersyukur.

    Ish padahal sedih mah, sedih aja. Dikasih ruang dan waktu untuk sedih.

    ReplyDelete
  8. Aku juga ikut baca berita NR ini mak. Sedih banget rasanya, di masa masa butuh pertolongan malah dapet hal yang nggak dia inginkan :(.
    Itulah ya pentingnya konsultasi ke ahli, misalkan kita nggak puas curhat sana sini, kita bisa curhat ke Psikolog misalnya.

    ReplyDelete
  9. Jadi sebuah renungan bagi kita semua yaa, kak Chie.
    Bahwa apa yang tampak di luar itu belum tentu sama dengan keadaan di dalam dirinya.

    Bukan berarti mau judgement, tapi perlu sekali menyadari keterbatasan diri untuk tidak terlalu lama menatap ke atas dan senantiasa bersyukur dengan apa yang terjadi saat ini, meski yang terjadi itu berupa musibah, misalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul. Membuktikan juga kalau punya duit banyak gak otomatis bisa beli kebahagiaan

      Delete
  10. Kadang orang berusaha tegar padahal lagi terpuruk, mau cerita serba salah belum tentu teman cerita pengertian yang ditakutkan malah jadi bahan cerita ke orang lainnya lagi. Alhamdulillah punya suami yang bisa jadi tempat curhat sepuasnya. Betul banget mba melihat kehidupan orang nggak bisa dari kaca mata kita sendiri ya.

    ReplyDelete
  11. Kalau kata seorang ulama "bagaimana mungkin kita mendapatkan kebahagiaan kalau kita menjauh dari sang pemiliknya (Allah) " Kalau dipikir iya juga sih mak Chi. Kadang kalo kita sedih itu susah bercerita ke orang lain. Sandaran paling memungkinkan itu ya cuma Allah sih. Mungkin yang harus diperbaiki ketika sedih adalah bagaimana mengelola rasa kebergantungan kita kepada Allah saja. Karena itu sulit buat kehidupan manusia yang apa2 maunya serba terukur. Duuh panjang bener ini komen gue hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe iya, Mbak. Memang tempat curhat terbaik adalah kepada Allah

      Delete
  12. Aku bisa ngerasain perasaan NR.. Bapakku juga baru meninggal tahun lalu. Dan sampai sekarang rasanya masih susah banget move on.. padahal kalau dipikir2 dulu aku nggak sedekat itu juga dengan bapak. Tapi setelah sadar nggak bisa ketemu bapak selamanya rasanya sesaak banget. Masih bingung juga gimana rasanya mengatasi ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena sosoknya udah gak ada ya, Mbak. Semoga kita semua bisa tegar. Aamiin

      Delete
  13. Baca ini mengingatkan ke diri sendiri bahwa kita tuh berhak untuk bahagia, tapi juga berhak bersedih. Karena dua hal ini selalu bersamaan selama manusia hidup, seperti dua sisi mata uang, yg mana selalu kita hadapi terus

    ReplyDelete
  14. benar mbak, sedih bahagia, merupakan emosi yang diperlukan oleh kita untuk dikeluarkan, karena jika ditahan terutama yang sedih sedih bakalan jadi mengerikan kalau sudah keluar semuanya. lebih baik dicicil, tapi kitanya jadi lega.

    ReplyDelete
  15. Sama mba, biasanya kalau aku bersedih ingat alm bapak, suami selalu bilang ya udah jangan dipendam nangis aja. Pasti dia memberi ruang, dan biasanya ajak anak-anak main keluar dulu, sampai aku selesai bersedih dan tenang kembali. Bersedih juga bukan cengeng ya mba.

    ReplyDelete
  16. Saya enggak pernah pura pura bahagia sih, Ci. Lebih kepada menganggapnya biasa saja karena kalau saya pikir terlalu dalam justru jadinya sakit seperti sekarang, hiks.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga apapun masalahnya bisa segera lepas dengan baik, ya

      Delete
  17. Aku lih teh kena adjustment disorder karena merasa sangat terkenan dan juga sedih yang berkeoanjangan

    ReplyDelete
  18. Setuju saya, segala emosi harus diekspresikan dan dilepaskan. Agar tidak menjadi bom waktu di kemudian hari. Cuma mungkin harus tahu juga cara melepas emosi yang benar, dan pendampingan dari orang tua sangat diperlukan jika emosi dialami oleh anak yang masih kecil.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah itu dia, Mbak. Memang sebaiknya sejak kecil sudah terbiasa mengelola emosi dengan tepat

      Delete
  19. Betul mbak. Kita dianugrahkan perasaan tidak hanya bahagia tapisedih juga, tidak hanya senang tapi kecewa dan marah juga. Jadi perasaan yang dianggap emosi negatif itu tidak selalu negatif kok malah jadi positif jika penyalurannya benar.

    ReplyDelete
  20. Iya chi benar banget. Aku pernah diprotes anakku. Tak semua orang bisa bangkit dari kesedihannya dengan cara di suruh lihat orang-orang dibawahnya.
    Kadang kalau orang curhat sedih hanya ingin didengar semua yang menyesakkan dirinya. Tapi perlu nasihat.
    Kalau nemu yang begini, doakan ia bisa bangkit.
    Tak semua orang bermental baja. Tertimpa masalah kecil bisa ambruk.
    Trus kalau tidak bisa mengatasi 'sedih' sendiri paling aman ke psikolog kalau dirasa cerita dengan orang disekitar tak aman.
    Paling penting seperti chi lakukan curhat sama Allah. In sya Allah bisa bahagia walau banyak 'kesedihan'

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Harus berempati ketika melihat ada yang sedih, ya

      Delete
  21. Saya pernah baca quote, habiskan sedihmu dg baik. Jd sedihpun bisa dituntaskan, agar tidak mengganjal. Sehingga bahagia bisa datang.

    ReplyDelete
  22. Setuju, saat sedih kita perlu ada ruang dan waktu. Jangan terus ditahan karena bisa meluap. Bersedih itu wajat namun jangan sampai terjebak ke narkoba. Salan hangat Myra. @depus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua emosi dalam kadar sewajarnya sebetulnya manusiawi

      Delete
  23. Bersedih itu adalah hal yang wajar, sebagai pertanda bahwa kita memang makhluk lemah yang membutuhkan-NYA. Nah tinggal bagaimana mengalihkan kesedihan itu ke arah yang benar

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^