Hari Selasa lalu, di sekolah Keke dan Nai diadakan lomba pekan
Muharram.
Keke: "Bun, sebetulnya Keke itu pengennya ikut lomba adzan atau spelling arabic. Tapi, sama guru di suruh ikut lomba tilawah."
Bunda: "Alasannya?"
Keke: "Katanya sih Keke termasuk yang bagus bacaan Al-Qur'annya."
Bunda: "Ya, dicoba aja kalau gitu, Ke."
Kalau Keke ikut lomba tilawah, Nai diminta ikut lomba mewarnai kaligrafi. Ini udah yang kedua kalinya buat Nai. Tahun lalu, dia ikut lomba yang sama. Kalau Keke, tahun lalu ikut lomba hapalan surat.
Nai: "Bun, caranya menang gimana, ya?"
Bunda: "Latihan dan berusaha yang terbaik."
Nai: "Kayaknya Ima udah berusaha yang terbaik. Tapi, tahun kemaren gak menang."
Bunda: "Menang itu anggap aja bonus, Nai. Yang penting kita berusaha yang terbaik dulu."
Nai: "Tapi, Ima kepengen banget menang, Bun. Tahun lalu gak juara sama sekali. Masa' tahun ini enggak juga."
Ada rasa bahagia dan khawatir melihat keinginan Nai ini. Bahagia karena Nai berarti punya tujuan. Dan, kemudian dia buktikan dengan latihan mewarnai di rumah. Sesekali kami berdua berdiskusi, kira-kira akan diwarnai seperti apa nanti. Walopun belum tau juga pas lomba nanti akan kayak apa lembaran mewarnainya.
Rasa khawatir yang timbul adalah kalau Nai jadi merasa sangat kecewa ketika ternyata usahanya belum membuahkan kemenangan juga. Chi yakin Nai gak akan menangis gegerungan karena kalah. Dia juga gak akan minta dibeliin duplikat piala. Tapi, kalau Nai udah kecewa, biasanya dia suka sedikit patah semangat. Harus dibangkitkan lagi supaya patah semangatnya gak jadi panjang.
Chi terus berusaha mengingatkan Nai supaya yang penting berusaha terbaik aja dulu. Pokoknya coba membesarkan hati Nai. Menjaganya supaya jangan sampe kecewa banget kalau hasilnya gak sesuai yang dia harapkan. Mengatakan kepadanya kalau apapun hasilnya selama kita udah berusaha, orang tua akan terus mendukung.
Pagi hari di hari H, sebelum sekolah...
Nai: "Ke, kepengen menang gak?"
Keke: "Iya, lah"
Nai: "Sama, nih. Ima juga pengen menang. Pengen banget malah. Tahun lalu udah gak menang. Masa' sekarang udah gak menang lagi."
Duh, Chi dengerin obrolan mereka rasanya gimanaaa... Sebagai ibu, mudah bagi Chi untuk langsung ikut merasa senang ketika anaknya berhasil. Tapi, kalau melihat anak sampe kecewa karena kalah rasanya perasaan Chi gimana gitu, deh.
Tapi, yang Chi bisa perbuat ya cuma mengajak Nai ngobrol. Chi gak bisa menjanjikan apapun kalau Nai kalah akan dikasih ini/itu supaya dia gak kecewa. Atau pakai cara-cara lain yang kurang mendidik. Aaahh, Nai harus bisa mengatasi rasa kecewanya. Walopun Chi sendiri juga kebat-kebit hatinya. Biar gimana gak tega rasanya kalau melihat anak kecewa.
Siang harinya, saat jemput anak-anak di sekolah, Chi lihat Nai langsung berlari ke arah mobil. Ditangannya mengacung-acungkan benda yang dibungkus sampul coklat.
Nai: "Bundaaa....! Ima juara satuuu!"
Terlihat di wajah Nai kalau dia seneng banget. Apalagi begitu lihat hadiahnya adalah crayon. Tambah seneng hatinya. Nai memang lebih suka dikasih peralatan menggambar dan craft daripada beli mainan seperti masak-masakan, boneka, dan lainnya.
Keke: "Bun, sebetulnya Keke itu pengennya ikut lomba adzan atau spelling arabic. Tapi, sama guru di suruh ikut lomba tilawah."
Bunda: "Alasannya?"
Keke: "Katanya sih Keke termasuk yang bagus bacaan Al-Qur'annya."
Bunda: "Ya, dicoba aja kalau gitu, Ke."
Kalau Keke ikut lomba tilawah, Nai diminta ikut lomba mewarnai kaligrafi. Ini udah yang kedua kalinya buat Nai. Tahun lalu, dia ikut lomba yang sama. Kalau Keke, tahun lalu ikut lomba hapalan surat.
Nai: "Bun, caranya menang gimana, ya?"
Bunda: "Latihan dan berusaha yang terbaik."
Nai: "Kayaknya Ima udah berusaha yang terbaik. Tapi, tahun kemaren gak menang."
Bunda: "Menang itu anggap aja bonus, Nai. Yang penting kita berusaha yang terbaik dulu."
Nai: "Tapi, Ima kepengen banget menang, Bun. Tahun lalu gak juara sama sekali. Masa' tahun ini enggak juga."
Ada rasa bahagia dan khawatir melihat keinginan Nai ini. Bahagia karena Nai berarti punya tujuan. Dan, kemudian dia buktikan dengan latihan mewarnai di rumah. Sesekali kami berdua berdiskusi, kira-kira akan diwarnai seperti apa nanti. Walopun belum tau juga pas lomba nanti akan kayak apa lembaran mewarnainya.
Rasa khawatir yang timbul adalah kalau Nai jadi merasa sangat kecewa ketika ternyata usahanya belum membuahkan kemenangan juga. Chi yakin Nai gak akan menangis gegerungan karena kalah. Dia juga gak akan minta dibeliin duplikat piala. Tapi, kalau Nai udah kecewa, biasanya dia suka sedikit patah semangat. Harus dibangkitkan lagi supaya patah semangatnya gak jadi panjang.
Chi terus berusaha mengingatkan Nai supaya yang penting berusaha terbaik aja dulu. Pokoknya coba membesarkan hati Nai. Menjaganya supaya jangan sampe kecewa banget kalau hasilnya gak sesuai yang dia harapkan. Mengatakan kepadanya kalau apapun hasilnya selama kita udah berusaha, orang tua akan terus mendukung.
Pagi hari di hari H, sebelum sekolah...
Nai: "Ke, kepengen menang gak?"
Keke: "Iya, lah"
Nai: "Sama, nih. Ima juga pengen menang. Pengen banget malah. Tahun lalu udah gak menang. Masa' sekarang udah gak menang lagi."
Duh, Chi dengerin obrolan mereka rasanya gimanaaa... Sebagai ibu, mudah bagi Chi untuk langsung ikut merasa senang ketika anaknya berhasil. Tapi, kalau melihat anak sampe kecewa karena kalah rasanya perasaan Chi gimana gitu, deh.
Tapi, yang Chi bisa perbuat ya cuma mengajak Nai ngobrol. Chi gak bisa menjanjikan apapun kalau Nai kalah akan dikasih ini/itu supaya dia gak kecewa. Atau pakai cara-cara lain yang kurang mendidik. Aaahh, Nai harus bisa mengatasi rasa kecewanya. Walopun Chi sendiri juga kebat-kebit hatinya. Biar gimana gak tega rasanya kalau melihat anak kecewa.
Siang harinya, saat jemput anak-anak di sekolah, Chi lihat Nai langsung berlari ke arah mobil. Ditangannya mengacung-acungkan benda yang dibungkus sampul coklat.
Nai: "Bundaaa....! Ima juara satuuu!"
Terlihat di wajah Nai kalau dia seneng banget. Apalagi begitu lihat hadiahnya adalah crayon. Tambah seneng hatinya. Nai memang lebih suka dikasih peralatan menggambar dan craft daripada beli mainan seperti masak-masakan, boneka, dan lainnya.
Chi terharu juga pas tau Nai menang. Terharu karena rasa deg-degan khawatir Nai kecewa banget, sekarang sirna. Pengen nangis rasanya karena bahagia. Tapi pasti bakal diketawain sama Keke dan Nai kalau Chi sampe nangis hehehe.
Kalau Keke, tidak mendapat juara sama sekali. Tapi, dia bisa mengatasinya dengan baik. Tidak ada rasa kecewa yang berlebihan. Keke sadar kalau pas lomba dia merasa malu dan grogi. Mungkinitu yang menyebabkan kalah.
Apapun hasilnya, Chi bangga dan bahagia melihat Keke dan Nai. Bangga dan bahagia, usaha Nai akhirnya membuahkan hasil yang dia harapkan. Bangga dan bahagia karena Keke juga mempunyai sikap yang baik ketika kalah.
Pokoknya terus berusaha yang terbaik, ya, Nak. Ayah dan Bunda selalu dukung kalian.
8 comments
Waah nai hebat :)
ReplyDeleteLomba kk rasyad hari jumat. Nih nanti mau berangkat ke sekolah. Kk minta diliat pas lg lomba mewarnai
hasilnya gimana, Mak? :)
Deleteya Selamat buat Nai ya
ReplyDeletekalau sudah melihat sang Buah Hati berlomba memang membuat hati para orang tua akan galau campur was was juga hiehieel. Gitu liat hasilnya lantas Juara.
Waaaaaaaaaa Bangga bangeds hiehiehiehiehiehiee
iya. Thx, ya :)
DeleteBisa ngebayangin perasaanmu mb..bangganya punya anak2 yang hebat ya.. Keke juga udah gede bisa mengatasi rasa kecewanya.. salam sayang :*
ReplyDeletegalau, Mbak hehe
DeleteMeski dalam lomba pasti ada kalah menang, tapi Bundanya udah deg2an dr pagi, ya. :)
ReplyDeleteSelamat Nai udah juara. Selamat juga buat Keke udah berani tampil. ^*
deg2an karena takut dia kecewa berat dan saya gak bisa menghilangkan rasa kecewanya :)
DeleteTerima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^