Hari selasa kemarin di kelas Keke ada evaluasi do'a-do'a. Masih inget kan crita gimana paniknya Chi begitu tau Keke mau ada evaluasi di sekolahnya?
Waktu awal-awal tau kl di kelasnya bakal ada evaluasi, setiap hari Chi ngepush dia untuk hapalin do'a. Bahkan waktu dia males-malesan agak sedikit Chi marahin. Sebenernya sih gak pengen marahin anak, tapi dalam hati kita sebagai orang tua kita pengen anaknya berhasil.
Dan tolok ukurnya ya penilaian yang bagus dari gurunya. Tapi yang terjadi Keke bukan makin semangat belajarnya malah jadi ngambek trus males-malesan deh. Duh bikin tambah stress aja.
Untungnya Chi cepet sadar, kalo Keke bahkan Naima memang gak bisa dipaksa termasuk dalam belajar. Belajar itu harus fun buat mereka. Tapi justru dengan konsep bermain sambil belajar, apa yang Chi ajarin ke mereka lebih cepet masuknya.
Nah sekarang Chi jadi mikir, kalo Keke males-malesan dalam berdo'a menurut Chi bukan karena Keke gak bisa atau bahkan gak suka do'a. Tapi lebih karena Keke itu gak ngerti. Maksudnya, Keke itu anaknya kritis (banget. Hehe..). Setiap hal yang dia pelajari itu dia harus tau apa & gmnnya. Contohnya ya do'a ini. Dia suka tanya, do'a itu untuk apa sih? Kenapa untuk do'a makan Allahumma nya di depan, tp di do'a tidur Allahumma ada di tengah? Do'a Al-Fatihah itu untu apa soalnya kalo do'a mau tidur kan untuk tidur, do'a mau makan kan untuk makan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang Keke tanya. Kadang Chi sendiri bingung harus jawabnya seperti apa. Tapi supaya anak gak tambah bingung, pastinya Chi harus mencari berbagai jawaban yang kira-kira pas (kadang harus belajar & cari tau lebih banyak lagi nih).
Jadi Chi ambil kesimpulan kalo Keke tdk mau mengerjakan sesuatu mungkin bukan tidak bisa tapi dia memang blm ngerti. Buktinya kalo Chi ajarin do'a dengan bahasa kita sehari-hari (dan sederhana pastinya -- sesuai dengan usianya Keke), pertanyaan yang dia ajuin tidak sebanyak kalo kita mengajarkan do'a dalam bahasa Arab. Chi rasa itu karena dia lebih mengerti apa maksudnya.
Akhirnya Chi lebih memilih bersikap pasrah. Tidak memaksakan Keke harus hapal lagi, tapi dibiarin mengalir aja. Tidak lagi khawatir akan dinilai jelek atau bahkan gagal oleh gurunya. Toh walaupun Keke tidak mengerti tapi gak membuat dia mogok untuk berdo'a. Dan Chi yakin suatu saat nanti dia pasti akan hapal semua do'a-do'a yang udah dia pelajari.
Hasil tesnya ternyata cukup mengejutkan. Nilainya cukup (very good). Tuh kan justru tanpa paksaan Keke bisa melalui tesnya dengan baik.
Waktu awal-awal tau kl di kelasnya bakal ada evaluasi, setiap hari Chi ngepush dia untuk hapalin do'a. Bahkan waktu dia males-malesan agak sedikit Chi marahin. Sebenernya sih gak pengen marahin anak, tapi dalam hati kita sebagai orang tua kita pengen anaknya berhasil.
Dan tolok ukurnya ya penilaian yang bagus dari gurunya. Tapi yang terjadi Keke bukan makin semangat belajarnya malah jadi ngambek trus males-malesan deh. Duh bikin tambah stress aja.
Untungnya Chi cepet sadar, kalo Keke bahkan Naima memang gak bisa dipaksa termasuk dalam belajar. Belajar itu harus fun buat mereka. Tapi justru dengan konsep bermain sambil belajar, apa yang Chi ajarin ke mereka lebih cepet masuknya.
Nah sekarang Chi jadi mikir, kalo Keke males-malesan dalam berdo'a menurut Chi bukan karena Keke gak bisa atau bahkan gak suka do'a. Tapi lebih karena Keke itu gak ngerti. Maksudnya, Keke itu anaknya kritis (banget. Hehe..). Setiap hal yang dia pelajari itu dia harus tau apa & gmnnya. Contohnya ya do'a ini. Dia suka tanya, do'a itu untuk apa sih? Kenapa untuk do'a makan Allahumma nya di depan, tp di do'a tidur Allahumma ada di tengah? Do'a Al-Fatihah itu untu apa soalnya kalo do'a mau tidur kan untuk tidur, do'a mau makan kan untuk makan? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang Keke tanya. Kadang Chi sendiri bingung harus jawabnya seperti apa. Tapi supaya anak gak tambah bingung, pastinya Chi harus mencari berbagai jawaban yang kira-kira pas (kadang harus belajar & cari tau lebih banyak lagi nih).
Jadi Chi ambil kesimpulan kalo Keke tdk mau mengerjakan sesuatu mungkin bukan tidak bisa tapi dia memang blm ngerti. Buktinya kalo Chi ajarin do'a dengan bahasa kita sehari-hari (dan sederhana pastinya -- sesuai dengan usianya Keke), pertanyaan yang dia ajuin tidak sebanyak kalo kita mengajarkan do'a dalam bahasa Arab. Chi rasa itu karena dia lebih mengerti apa maksudnya.
Akhirnya Chi lebih memilih bersikap pasrah. Tidak memaksakan Keke harus hapal lagi, tapi dibiarin mengalir aja. Tidak lagi khawatir akan dinilai jelek atau bahkan gagal oleh gurunya. Toh walaupun Keke tidak mengerti tapi gak membuat dia mogok untuk berdo'a. Dan Chi yakin suatu saat nanti dia pasti akan hapal semua do'a-do'a yang udah dia pelajari.
Hasil tesnya ternyata cukup mengejutkan. Nilainya cukup (very good). Tuh kan justru tanpa paksaan Keke bisa melalui tesnya dengan baik.
0 Comments
Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)
Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^