Kita Semua Sama

By Keke Naima - January 19, 2014


Zakius : "Ibu..., ini anak hebat. Salut. Biasanya anak kecil kalau lihat orang-orang berkulit hitam seperti kami pasti nangis, karena tidak terbiasa. Begitu juga dengan anak-anak di Papua, mereka kalau lihat orang berkulit putih biasanya pasti nangis. Seperti anak saya. Tapi anak ini hebat, dia tidak takut apalagi menangis. Malah dia ikut makan dan ngobrol bersama dengan kami. Anak ini calon pemimpin".

Itu adalah komentar teman K'Aie terhadap Keke. Postingan tahun 2008, yang berjudul "Keola & Orang Papua", dimana untuk pertama kalinya Keke dan Nai bertemu langsung dengan 4 orang Papua. Dan kemudian kami mengajak mereka jalan-jalan. Mumpung mereka lagi ada di Jakarta.

Tidak ada tangisan ketakutan dari Keke dan Nai. Bahkan Keke bisa berakrab-akrab dengan mereka. Padahal dari 4 orang tersebut, hanya 1 orang yang bisa berbahasa Indonesia. Kemana jalan-jalannya dan seperti apa keakrabannya, silakan klik postingan Chi yang berjudul "Keola & Orang Papua" itu.

Postingan ini gak cuma sekedar ingin bernostalgia. Tapi, juga ingin melengkapi postingan yang sebelumnya.

Chi pikir, seandainya saat itu Keke dan Nai menangis pun, rasanya masih wajar. Mereka masih anak-anak (Keke saat itu berumur 3 tahun, Nai umurnya 1 tahun). Seperti kata Zakius, salah satu tamu dari Papua, anak kecil menangis mungkin karena tidka terbiasa. Anak-anak di Papua pun (termasuk putrinya) kalau melihat orang kulit putih akan menangis. Pelan-pelan, sebagai orang tua, kita bisa mengajarkan kepada mereka supaya jangan takut.

Nah, trus gimana kalau orang dewasa yang seperti itu. Maksudnya memandang aneh (rasanya kalau menangis, sih, enggak ya) orang yang 'tidak sama' dengannya? *Sengaja Chi kasih tanda kutip kata tidak samanya. Nah! Itu baru yang tidak bisa dianggap biasa.

Memang kenapa kalau mereka berkulit hitam, putih, coklat, bahkan albino sekalipun? Memang kenapa kalau mata mereka sipit, belo, atau juling? Memang kenapa kalau rambut mereka keriting, lurus, panjang, pendek, bahkan botak? Ah, memang ada yang salah dari itu semua, sehingga kita merasa berhak untuk menertawakan?

Sejak pertemuan beberapa tahun lalu, Keke dan Nai belum pernah bertemu dengan lagi dengan teman-teman K'Aie dari Papua itu. Semoga kalau suatu saat bertemu, Keke dan Nai jangan jadi anak yang takut hanya karena kulit mereka hitam. Semoga Chi bisa terus mengingatkan Keke dan Nai tentang hal ini.

Kenapa Chi merasa harus terus mengingatkan hal seperti ini? Karena manusia berubah. Mungkin wkatu kecil dulu, Keke dan Nai santai aja bahkan bisa berakrab-akrab. Tapi siapa tau, seiring perjalanan waktu, mereka berubah. Faktor penyebab banyak. Bisa kaena pengaruh teman, saudara, televisi, dunia maya, dan lain sebagainya. Udah gitu, sebagai orang tua kami lupa untuk mengingatkan. Akhirnya, Keke dan Nai terpengaruh hal negatif, melakukan bully misalnya. Makanya, Chi merasa perlu untuk terus mengingatkan. Agar jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kita semua sama. Jadi, jangan membeda-bedakan dari fisik seseorang.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^