Menjadi Uwa yang Nyebelin

Keponakan: "Uwa Bunda, tau gak kenapa dinosaurus punah?"
Chi: "Gak tau. Emang kenapa?"
Keponakan: "Gara-gara kabur!"
Chi: "Kok bisa?"
Keponakan: "Iya kan Dino kabur dari rumah. Trus, ditabrak sama meteor. Makanya jangan suka kabur!"

Mejadi Uwa yang Nyebelin

Masih cerita keponakan ketika jalan-jalan ke American Museum of Natural History. Mamah ceritanya, awalnya keponakan Chi ini agak takut ketika masuk ke museum. Karena langsung lihat kerangka dino yang sangat besar. Lucunya, dia gak takut ketika melihat mumi hehehe. Akhirnya, lama-lama dia enjoy seharian di museum karena banyak hal menarik.

Dia menonton sejarah dino di theater. Berakhir dengan kesimpulan kalau dino suka kabur dari rumah, makanya punah hehehe. 

Keponakan Chi yang berusia 4 tahun ini mampu melakukan percakapan sehari-hari yang sederhana menggunakan bahasa Inggris. Karena komunikasi di sekolahnya pakai bahasa Inggris . Jadi, ketika liburan ke Amerika pun gak kesulitan dengan kendala bahasa. Tapi, namanya juga anak-anak, terkadang punya sudut pandang yang unik.

Itulah alasan Chi selalu memulai pembicaraan dari sudut pandang anak. Gak hanya ke keponakan. Waktu Keke dan Nai masih kecil juga Chi melakukan hal sama.

 

Momen Kebersamaan Hilang Karena Tidak Mau Mendengarkan


Tentu aja Chi tau penyebab dinosaurus punah. Tapi, sengaja pura-pura gak tau supaya dia cerita. Bahkan saat itu, Chi juga pura-pura menjadi uwa yang nyebelin. (Keterangan: uwa = budhe).

Keponakan: "Aku sukaaa Meri!" 
Chi: "Suka apa takut? Meri kan hantu." 
Keponakan: "Bukan! Meri itu anak perempuan." 
Chi: "Anak perempuan kok bisa terbang?" 
Keponakan: "Karena Meri punya kekuatan!" 
Chi: "Kekuatan apa?" 
Keponakan: "Kekuatan terbang, lah!" 
 
Singkat cerita, Chi pura-pura bersikeras kalau Meri itu hantu. Reaksi keponakan ...

Keponakan: "Uwa kenapa sih bilang Meri hantu terus? Meri itu anak perempuan!" 
Saya: "Iya, tapi hantu anak perempuan." 
Keponakan: "Udahlah! Aku gak mau ngomong lagi sama Uwa Bunda! Males!"
 
Ngambek dia hehehe! Kenap Chi berpura-pura menjadi uwa yang menyebalkan? Masih ada hubungan dengan postingan sebelumnya tentang beberapa hal yang sebaiknya dilakukan orang tua sebelum dan sesudah mengajak anak menonton film.
 
Sebetulnya udah bisa ngebayangin reaksinya. Keke dan Nai pun akan bersikap yang sama kalau bundanya gak mau mendengarkan opini mereka. Pasti bakal ngambek ke orang tuanya kalau mereka merasa gak didengarkan.

Tapi, Chi tetap pengen membuktikan. Kali aja keponakan yang generasi alpha ini akan berbeda sikap dengan gen Z. Ternyata sama aja hehehe.

Chi malah seneng melihat keponakan marah karena merasa opininya gak didengerin. Berarti dia bisa menunjukkan sikap gak nyaman ketika diabaikan opininya. Terlepas dari opininya tersebut masuk akal atau enggak. Malah akhirnya Chi yang rugi. Seharian dijutekin ma keponakan.

Sebelum diambekin, keponakan asik bercerita liburannya ke Amerika. Kami juga bermain play pretend. Bermain sekolah-sekolahan. Chi pura-pura gak bisa bahasa Inggris. Keponakan dengan semangat ngajarin uwanya kalimat bahasa Inggris kalau mau pesan makanan di Amerika dan lain sebagainya. Kemudian obrolan berpindah ke bahasan film Jumbo. Berujung dia ngambek seharian.

Chi udah membayangkan akan ada risiko seperti itu. Tapi, tetap aja merasa rugi. Karena jadi hilang momen bersenang-senang dengan keponakan selama seharian. Meskipun ketika uwanya ini pamit pulang, tetap dilarang ma dia hahaha.
 
Tapi, coba deh bayangin kalau itu terjadi ke anak sendiri. Pernah gak orang tua introspeksi kenapa anak lebih mudah mendengarkan pendapat atau terlihat lebih nyaman ketika berbicara dengan orang lain? Sedangkan sama orang tuanya lebih sering menutup mulut dengan rapat. Bahkan sekarang orang katanya bisa lebih nyaman ngobrol sama ChatGPT.
 
Semua itu biasanya berkaitan dengan kenyamanan. Bisa jadi, anak merasa gak nyaman ngobrol sama orang tua. Mungkin karena gak pernah didengar pendapatnya, terlalu diatur, atau alasan lainnya. Makanya lebih nyaman dengan orang lain. Padahal kenyamanan di luar sana belum tentu dalam artian baik atau positif, lho.

Every family has their own rules

Yup! Chi setuju banget dengan quote tersebut. Orang tua juga punya hak penuh mana yang baik dan enggak untuk anaknya. Filter apa yang akan orang tua gunakan bisa berbeda-beda. Setiap keluarga bisa punya rumus yang berbeda-beda.
 
Tapi, namanya nyaman pasti semua ingin merasakan yekaaan, termasuk anak. Makanya ketika anak mulai terlihat merasa tidak nyaman berbicara dengan orang tua, sebaiknya orang tua introspeksi dulu. Apakah orang tua udah membuat aturan dan suasana yang nyaman untuk anak?
 
"Tapi, ngobrol sama anak tuh suka capek. Nanyaaaa melulu kayak gak ada berhentinya."
 
Ya itu memang ada fasenya. Chi pribadi lebih suka meladeni anak nanya melulu. Daripada nanti pelan-pelan dia mulai menjauh. Biasanya orang tua mulai nyadarnya agak telat. Setelah anak mulai terlihat lebih sibuk dengan temannya. Menjauh dan jarang banget bicara dengan orang rua. Padahal salah satu cara menjalin bonding dengan anak ya dengan melakukan obrolan random. Saling menghargai opini masing-masing.

Ketika anak masih kecil, masih lebih mudah dibentuk dan dijalin lagi bondingnya. Tapi, ketika sudah mulai remaja kemungkinan akan lebih sulit. Karakter anak sudah mulai terbentuk. Sudah lebih keras kemauannya. Pengaruh dari luar semakin banyak. Ditambah lagi sudah mulai masa pencarian jati diri. Masa puber bisa bikin jumpalitan.
 

Kapok lah Chi jadi uwa yang nyebelin hehehe

Beberapa hari kemudian di telepon ...

Keponakan: "Uwa Bunda, Aku dibeliin jam tangan sama mamah."
Chi: "Emang udah ngerti waktu? Kok dibeliin jam?"
Keponakan: "Yakan justru biar belajar waktu, Uwaaaaa!"

Wkwkwkw! Iya iyaaaa ... 😂😂

Post a Comment

16 Comments

  1. Daku juga kerap gitu ke keponakan (anak dari kakak daku) nyebelin dan bikin dia kesal hehe. Ya alasannya sama, biar dia bisa bercerita panjang lebar dan ngobrol terus

    ReplyDelete
    Replies
    1. Keponakan saya malah jadi tutup mulut ketika saya bersikap nyebelin. Jadi males dia ngobrol ma uwanya hahaha

      Delete
  2. Naaah aku tuh belajar dr pengalaman sendiri mbak . Ortuku termasuk tipe keras, militer banget didikannya. Di satu sisi aku JD disiplin. Tp di sisi lain, aku takut terbuka.

    Krn perkataan yg benar, cuma perkataan papa.

    Dan aku ga pengen anak2ku begitu. Makanya aku terapin komunikasi terbuka. Aku dengerin maunya apa, ga sukanya di mana. Trus kita obrolin. Kalo aku dr awal udh otoriter, mereka ga bakal percaya dan pasti menjauh. Kayak aku dulu .

    Sampe skr pun, aku LBH suka jauh dari ortu tp harmonis hubungan, drpd dekat, tapi berantem Mulu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya begitulah, Mbak. Tipikal orang tua zaman dulu banyak yang begitu. Syukurlah kalau anak-anaknya tetap gak terpengaruh negatif dari lingkungan. Sedih kalau akhirnya kena pengaruh jelek trus gak dekat pula dengan orang tua.

      Delete
  3. Uwa Bunda yang nyebelin tapi pasti ngangenin bagi keponakannya...hihihi
    Senang sekali ngobrol random sama anak-anak umur segitu ya, kadang kalau ditanya di luar dugaan jawabannya, tapi malah bagus kalau kita respon juga ga selalu sesuai ekspektasi dia biar dia belajar berbagai respon dari lingkungan

    ReplyDelete
  4. Kalau saya biasanya suka tanya anak² atau ponakan saya tentang apa yang terjadi atau mereka lakukan disekolah dan hmmm itu jawaban mereka bisa panjang x lebar jadi lega deh hahaha

    ReplyDelete
  5. jadi senyum-senyum baca percakapan Mbak Myra dengan keponakan,
    Lucu ya? Jawabannya gak bisa diprediksi
    Sayangnya dulu saya gak bisa mraktekin ke anak-anak saya sendiri
    kebanyakan ortu :D
    kakak2 ipar yang belum nikah sok tahu ikutan cawe-cawe
    Lha kok jadi curhat :D

    ReplyDelete
  6. Hahahaha. Aku angkat telunjuk nih. Orang yang paling iseng sama anak kecil tuh julukan abadi buat aku dah hahahaha dan sama aku juga dipanggil Bunda dari segala penjuru. Terkadang bahkan sering ngeladenin debat anak-anak yang kritis. Pengen menguji aja kesabaran mereka sampe mana hahahaha. Sekalian ngasih pelajaran tentang berpikir kritis. Meskipun kadang-kadang berakhir nangis dan marah-marah (ngakak kenceng2)

    ReplyDelete
  7. Jadi inget ponakanku juga mbak, pas ditanya kamu cita2 jadi apa?
    ekspektasi jawabnya dokter kek atau polisi atau perawat dll
    Ehh jawabnya "mau jadi bos"
    Anak-anak memang jawabannya random banget daah hahah

    ReplyDelete
  8. Sepertinya lagi bahas Merry di film Jumbo ya? wah kalau di Jawa pasti lebih kaget lagi soalnya Merry bukan nama anak perempuan dek, tapi anak bebek lho hahaha

    ReplyDelete
  9. Lutuunaa..
    Aku malah seneng punya temen ngobrol gini, ka Chiee.. Jadi, Allaah memang Maha Kuasa. Karena itu anakku 2 perempuan. Mereka temen ngobrol terbaik akuu..

    MashaAllaa memang pas usia-usia yang curiousity-nya sedang tinggi-tingginya.
    rasanya kudu cari padanan kalimant yang tepat, tapi tetap mudah dipahami. Jangan langsung cut "Kamu masih kecil siih.. jadi ga ngerti.."
    ((elaah.. kek gak pernah kecil aja kan yaa.. heheheh))

    ReplyDelete
  10. Wah sama yaa.. di sini manggilnya uwa, eh biasa dituliskan uak sih. Terus lucu, anak-anak pada panggil kakak saya (saya anak terakhir) tuh uak+nama yang mereka kasih sendiri.

    1. Uak ibu (karena ini kakak tertua)
    2. Uak umi (soalnya kakak saya ini, oleh anak-anaknya dipanggil umi, jadilah anak saya manggil beliau uak umi)
    3. Uak bibi (part ini tuh lucu, sepupunya kan pada manggil bibi ke beliau, sementara saya yg anak terakhir ga bisa dong anak-anak saya manggil bibi juga, jadilah dipanggil: uak bibi)

    Loh ini kok malah saya yang cerita? hahaha

    ReplyDelete
  11. Ngobrol sama anak kecil emang harus ada seninya tersendiri ya mbak, biar mereka nyaman dan bisa mengungkapkan semua yang ada di pikirannya.

    ReplyDelete
  12. Wah sama yaa.. di sini manggilnya uwa, eh biasa dituliskan uak sih. Terus lucu, anak-anak pada panggil kakak saya (saya anak terakhir) tuh uak+nama yang mereka kasih sendiri.

    1. Uak ibu (karena ini kakak tertua)
    2. Uak umi (soalnya kakak saya ini, oleh anak-anaknya dipanggil umi, jadilah anak saya manggil beliau uak umi)
    3. Uak bibi (part ini tuh lucu, sepupunya kan pada manggil bibi ke beliau, sementara saya yg anak terakhir ga bisa dong anak-anak saya manggil bibi juga, jadilah dipanggil: uak bibi)

    Loh ini kok malah saya yang cerita? hahaha

    ReplyDelete
  13. Hehe, nyebelin tapi dikangenin ya mbak
    Anak kecil memang sering banyak ngomong ya
    Lucu sih, meski kadang kok capek dengerinnya

    ReplyDelete
  14. Janganlah jadi uwa yang menyebalkan. Nggak enak banget dijutekin ponakan euy. Hahaha....

    Pinginnya main malah ponakannya sebel.

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^