Generasi Stroberi Terbentuk dari Pola Asuh Strawbery Parents

By Keke Naima - April 19, 2023

Beberapa hari lalu, Chi menyimak ceramah Ustadz Aam Amiruddin di channel Youtube-nya. Beliau bilang sering diminta ceramah tentang menangani kenakalan anak. Tetapi, jarang yang meminta tema tentang orangtua yang nakal.

generasi stroberi terbentuk dari pola asuh strawberry parents

Padahal, menurut beliau, kenakalan anak itu tergantung orangtua. Kalau, orangtuanya sudah memberi pendidikan yang baik, InsyaAllah anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh. Meskipun di luar sana banyak tantangan dan rintangan.

Pas banget dengan yang Chi pikirkan. Selama ini suka gregetan ketika ada yang mengeneralisir kalau Gen Z adalah generasi strawberry. Chi yakin memang ada yang 'bermental strawberry'. Tapi, jangan digeneralisir juga! Karena kembali ke pola asuh. Didikan dari strawberry parents lah yang membentuk anak menjadi generasi stroberi.


Apa Itu Generasi Strawberry?


Istilah generasi stroberi atau strawberry generation berawal dari negara Taiwan. Merujuk kepada generasi baru yang kreatif, tetapi rapuh. Ibarat buah stoberi, terlihat indah dipandang tetapi mudah lembek.

Generasi strawberry katanya mudah banget meromantisasi mental health. Ya memang bagus kalau sadar tentang pentingnya kesehatan mental. Asalkan jangan dikit-dikit bilang kesehatan mentalnya terganggu. Apalagi mengatakan itu hanya dengan melakukan diagnosa sendiri. Bukan konsultasi ke ahlinya.


Pola Asuh Berawal dari Rumah


4 kelompok pola asuh

Memang ada beberapa hal yang membentuk anak menjadi generasi stoberi. Salah satunya adalah pola asuh orang tua. Chi sepakat dengan Ustadz Aam Amiruddin kalau peran orangtua sangatlah penting.

Tetapi, bukankah semakin anak besar, semakin banyak pula pengaruh dari luar, misalnya teman-teman?

Iya betul. Bahkan zaman sekarang pengaruh dari luar gak harus menunggu anak besar dulu. Sejak kecil, udah banyak anak yang terpengaruh dari luar yaitu gadget. Memang anaknya tetap di rumah, tapi pengaruh gadget bisa luar biasa dampaknya.

Meskipun begitu, pola asuh pertama anak berasal dari rumah. Selain dari orangtua, bisa juga datang dari kakek nenek, hingga pengasuh. Tetapi, bagi Chi, tetap orangtua lah yang seharusnya memiliki peran utama untuk mendidik anak. Memberikan benteng yang kuat dan bekal yang cukup. InsyaAllah, anak tetap bisa tangguh sebesar apapun rintangannya kalau bekalnya cukup dan bentengnya kuat.

Kalaupun anak tetap terpengaruh hal negatif meskipun orangtua sudah merasa mendidik yang baik, ucapkan "Hasbunallah Wanikmal Wakil (Cukuplah Allah sebagai pelindung kami)." Intinya orangtua tetap berdoa dan berikhtiar untuk kebaikan anak.

Ketika hadir di salah satu acara bertema parenting beberapa tahun lalu, Dr. Rose Mini, A.P., M.Psi biasa dipanggi Bunda Romi sebagai salah satu narasumber, mengatakan ada 4 macam pola asuh yaitu otoriter, demokratis, tidak terlibat, dan permisif. Menurut beliau, dari keempat pola tersebut tidak ada yang paling benar atau paling salah. Orangtua boleh banget menggunakan semuanya, tergantung situasi dan kondisi.

Chi termasuk yang gak saklek dengan salah satu pola asuh. Setuju banget dengan pendapat Bunda Romi untuk menyesuaikan dengan sikon yang ada. Bunda Romi juga memberikan contoh, ketika anak yang masih kecil memaksa menyebrang jalan sendirian. Di sini, orangtua bisa bersikap otoriter. Mengontrol penuh untuk melarang anak menyebrang sendirian karena sangat berbahaya. Kalau pake nanya dulu ala demokratis gitu, bisa-bisa kelamaan waktunya. Langsung larang aja, deh. Nanti setelah itu baru anaknya diajak ngobrol.


Lebih Mengenal tentang Strawberry Parents


Kalau lihat bagan tentang pola asuh di atas, strawberry parents sepertinya masuk ke kelompok indulgent (permisif). Anak cenderung menjadi 'bos' orangtuanya. Karena minim diberi pengarahan dan jarang disanksi.

Bila melihat sumbunya, orangtua yang permisif memberikan rasa nyaman yang tinggi ke anak. Tetapi, kontrolnya sangat kurang. Nah, lama kelamaan anak menjadi generasi strawberry. Karena ketika mendapatkan kontrol atau tekanan yang lebih kuat, langsung gak kuat. Merasa mental health-nya terganggu.
 
Ketika Chi gak setuju dengan generalisir kalau Gen Z ke bawah adalah Generasi Strawberry, bukan karena merasa udah jadi ibu yang sempurna bagi Keke dan Nai, Tetap, masih banyak yang harus dipelajari sebagai orang tua, kok. Dalam prosesnya juga mengalami jumpalitan dan terkadang menangis.

Tetapi, selama masih diberi kesempatan, akan terus berusaha memberikan yang terbaik. Meminimalisir dampak buruk dari pola asuh. Salah satunya dengan cara terus update ilmu parenting atau menyimak pengalaman banyak orang.

Berikut beberapa penyebab dari pola asuh yang membuat anak menjadi generasi stroberi:


Selalu Memberikan yang Anak Inginkan

Gak semua keinginan anak harus dituruti! Anak harus tau mana kebutuhan dan keinginan. Termasuk mana keinginan yang gak bagus untuk anak.

Kebanyakan orangtua ingin memberikan yang terbaik bagi anak. Tetapi, keinginan ini seringkali disalahartikan. Apalagi kalau perekonomian keluarga termasuk yang baik. Apapun permintaan anak bisa dengan mudah dipenuhi karena punya uang.

Padahal selalu memberikan apapun yang anak minta bukanlah hal baik. Lama-lama anak menjadi penuntut. Semua keinginannya harus dipenuhi. Gak peduli orangtuanya keberatan atau tidak.


Semua Dikompensasikan ke Uang

Sekarang semakin banyak orangtua yang sibuk bekerja. Sehari-hari anak bersama kakek nenek atau pengasuh. Tentu Chi gak akan bilang hal ini salah. Karena orangtua Chi juga gitu, kok. Mamah termasuk ibu yang bekerja kantoran.

Orangtua yang bekerja memang akan lebih sedikit memiliki waktu bersama anak. Tetapi, kuantitas gak berbanding lurus dengan kualitas. Minimnya durasi interaksi dengan anak gak bisa jadi alasan tidak memberikan momen berkualitas.

Orangtua yang lebih banyak di rumah pun juga belum tentu memiliki lebih banyak momen berkualitas berasa anak. Kalau kedekatan itu tidak dibangun, ya gak bakal jadi dekat juga.

Sayangnya lagi, beberapa orang tua mengkompensasikan berbagai hal termasuk waktu ke uang. Alih-alih terus menjalin kedekatan dengan anak, malah menggantinya dengan uang. Dipikirnya, semakin banyak uang yang dikasih, anak akan semakin sayang. *Nanti kayak tulisan di truk "Ada uang Abang disayang, gak ada uang Abang ditendang" 😅


Terlalu Menyanjung Anak

Boleh banget merasa bangga sama anak. Memuji pun boleh. Tapi, jangan sampai berlebihan.

Anak tetaplah manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Sebagai orangtua, kita juga bukan manusia sempurna. Jadi, bagaimana mungkin memiliki anak yang sempurna.

Beri apresiasi dan pujian memang baik. Tetapi, sesekali juga perlu mengevaluasi. Kenali karakter setiap anak. Cari tau di mana letak kelebihan dan kekurangannya.

Anak juga perlu belajar mengenali dirinya. Supaya jangan mudah baperan kalau menerima kritikan. Dan juga gak suka merendahkan orang lain karena menganggap dirinya paling sempurna.


Terlalu Meproteksi Perasaan Anak

Jangankan ditegur sama orang lain. Kalau lihat Keke dan Nai lagi ditegur oleh ayahnya aja suka bikin Chi sedih. Padahal paham banget, ayahnya menegur untuk kebaikan anak. Tapi, tetap aja merasa sedih. Rasanya pengen segera meproteksi perasaan anak.

Pernah beberapa kali juga kan ada kasus di mana orangtua gak terima anaknya dimarahi oleh guru. Kemudian orangtua ke sekolah untuk memarahi balik guru tersebut. Bahkan kalau perlu diberi hukuman.

Sebaiknya jangan terlalu memproteksi perasaan anak. Karena anak juga perlu tau rasanya memiliki berbagai perasaan. Jangan taunya senang terus.

Anak perlu belajar mengelola emosinya. Jadi, ketika menghadapi sesuatu gak bersikap berlebihan. Ya itu tadi, kalau ada masalah langsung merasa kena mental health-nya. Padahal sebetulnya masalahnya juga gak seberapa berat.


Gak Tegas ke Anak

Terkadang, suka gak tega membangunkan anak-anak untuk shalat Subuh. Apalagi kalau tidurnya malam karena banyak tugas yang harus diselesaikan. Tetapi, tetap harus dibangunkan, karena shalat adalah kewajiban.

Terkadang suka merasa bersalah ketika menegur anak. Apalagi kalau sampai dimarahi dan diberi sanksi. Suka jadi merasa orangtua yang tega.

Lama-lama Chi semakin memahami kalau tega dan tegas adalah 2 hal yang berbeda. Tegas bukan berarti tega. Boleh banget membuat aturan yang tegas bahkan kalau perlu memberikan hukuman ke anak. Asalkan tujuannya untuk kebaikan anak. Bukan karena emosi yang gak terkontrol.


Tidak Menjadikan Anak Mandiri

Chi pernah cerita di blog ini kalau dulu gak pernah dibolehin membantu beberes rumah dan memasak. Alasannya karena udah ada asisten. Makanya sampai besar, Chi sempat untuk ambil segelas minum aja manggil bibi. "Biiii ... Tolong ambilin minuuuuum!"

Bersyukur gak menjadi generasi strawberry. Cuma sempat jadi orang yang mageran aja. Makanya terkadang suka takjub sendiri, kalau sekarang bisa melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga termasuk memasak. Tetapi, seriusan untuk bisa mengubah kebiasaanya tuh beraaaat.

Mungkin juga karena beberapa pola asuh yang ditulis di sini gak dilakukan orangtua. Makanya gak 'bermental strawberry'. Tetap ada aturan yang harus dipatuhi, ada sanksi, gak selalu memberikan apa yang diminta, dll. Ya paling hanya gak dibiasakan mandiri.


Gen Z Bisa Menjadi Generasi yang Tangguh


Tahun lalu, ada netizen yang mengeneralisir kalau gen Z dan generasi ke bawahnya adalah Generasi Strawberry. Alhasil opininya menuai protes netizen.

Menurut Chi juga 'lucu banget' opininya. Dia adalah orangtua muda yang memiliki anak kecil. Kalau kemudian beropini mengeneralisir gen Z ke bawah adalah strawberry generation, berarti anaknya juga termasuk, dong!

Kalau begitu, ngapain juga orangtua harus mendidik anak jadi generasi tangguh kalau udah pasti jadi generasi strawberry?

Nah, makanya Chi gak suka digeneralisir. Anak-anak dari generasi manapun, termasuk Gen Z, bisa banget jadi generasi tangguh.

Jadi, sebelum kita menyalahkan generasi muda menjadi generasi strawberry. Lebih baik introspeksi dulu. Apakah kita sebagai orangtua termasuk strawberry parents atau bukan?

  • Share:

You Might Also Like

38 comments

  1. Sbg lajang, menurut aku masing2 orangtua punya metode sendiri2 dlm mendidik anak. Dan tidak semua metode pendidikan bisa diterapkan ke semua orang. Dalam satu keluarga saja, pastinya antara anak yg satu dan lainnya, ada beda pendekatan yang diterapkan orangtua. Itu sih, kata temen saya yang anaknya sudah 2 ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mbak. Makanya di artikel ini pun yang mau saya katakan adalah ketidaksetujuan mengeneralisir kalau satu generasi tuh sama karakternya. Gen Z dibilang generasi strawberry. Padahal gak semua Gen Z kayak gitu, lho. Kembali lagi ke pola asuh orangtua. Kan, gak mungkin anak ujug-ujug punya mental strawberry dari begitu dilahirkan.

      Delete
  2. Setuju banget sih. Orang orang sekarang terlalu banyak yang menggeneralisir, padahal salah satu penyebab kenapa anak muda jadi pada reyot dan renta, ya karena sejak kecil terlalu dimanjakan orang tua juga.

    Aku paling ga suka kalo ada yang bilang, "biarin aja sih, namanya juga anak, masih kecil belom ngerti..". Lhaaa justru mumpung masih kecil, masih polos ya kita ajarkan ilmu dan kebiasaan baik sejak dini. Kalo ngga, ya bakal kebawa sampe nanti gede.

    Contoh simpelnya, aku sampai sekarang ga pernah tuh yang namanya ngemis-ngemis minta THR ke siapapun. Soalnya dari kecil udah dilarang sama orang tua. Nerima boleh, tapi gaboleh minta. Itu dari kecil sampai besar terus kebawa kebiasaannya. Sedangkan saudaraku? Malah kebiasaan ngajarin anaknya, "om fajar ga ngasih THR?"... lhaaaa malah dibiasain ngemis sejak dini. KZL

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! AKhirnya menjadi heboh dengan perdebatan karena berawal dari generalisir. Contohnya kayak cap 'generasi strawberry' ini. Pasti ada lah Gen Z yang termasuk generasi stoberi. Tapi, jangan digeneralisir kalau semuanya begitu.

      Sama banget! Saya juga pernah nulis ttg ini beberapa tahun lalu. Justru pendidikan harus dimulai sejak kecil. Jangan kebanyakan dimaklumi. Dan, bukan berarti jadi orangtua yang jahat juga, kok.

      Saya pun menulis tentang THR bulan puasa lalu. Sepakat untuk melarang anak meminta THR. Tetapi, kalau dikasih ya diterima dan ucapkan terima kasih :)

      Delete
  3. Eh saya juga suka ada perasaan gak suka atau sedih kalau anak-anak ada yang negur termasuk oleh ayah mereka sendiri. Padahal saya juga sering menegur anak kalau ada yang gak bener.
    Tapi ya sekarang mulai gak terlalu protek, karena mereka memang harus ditegur supaya gak keterusan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Naluri ibu yang selalu ingin melindungi anaknya hihihi. Tapi, ya, memang harus ditahan juga. Menjaga wibawa suami dan juga harus dukung kalau memang menegurnya untuk kebaikan.

      Delete
  4. Nah setuju. Aku pernah nonton di YouTube siapa gitu yang membahas generasi Strawberry ini. Semua balik ke orang tuanya juga. Soalnya di sekitarku juga banyak yang masih nurutin banget maunya anak, gak tegaan dan lainnya. Kalau aku sih tipe yang berusaha menyesuaikan aja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Gak mungkin anak begitu dilahirin langsung punya mental strawberry. Apapun karakter anak, terbentuk dari pola asuh orangtua. Meskipun akan ada pula pengaruh dari luar. Tapi, kan, awalnya dari rumah dulu.

      Delete
  5. Rasanya setiap orangtua pasti ada prosesnya untuk belajar. Karena memang pengasuhan adalah warisan dari pengasuhan sebelumnya. Jadi aku setuju banget untuk terus menyembuhkan luka dan membicarakan kembali esensi pengasuhan bersama pasangan. Jangan sampai beda suara yang mengakibatkan anak bingung, gak mandiri.

    Terima kasih kak Chie.
    Belajar banget melihat pola asuh anak sekarang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Orangtua sepertinya akan terus belajar menjadi orangtua. Meskipun anaknya nanti sudah menikah :)

      Delete
  6. nah iya mba, rada gemes ya sama anak-anak jaman now dan balik lagi sama gimana orangtuanya ngasuh ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang gemes melihat generasi strawberry. Tapi, jangan sampai mengeneralisir kalau semua Gen Z, gen Alpha, dll pasti bermental stroberi. Kembali ke pola asuh.

      Delete
  7. Ada sih kekhawatiran pribadi utk jadi strawberry parent yg create strawbery generation. Saat kita kadang dihadapkan pilihan antara kasihan krn gak mau anak2 ngerasain susah kayak kita dulu dan lingkungan jg yg seolah2 sangat memanjakan dan permisif tp di sisi lain jg suka gemes sih klo kita tuh terlalu iya iya aja... emang harus bs fleksibel tp tetep tegas jg sih ya ke gen z ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, salah satu alasannya memang gak pengen bikin anak merasakan hidup susah seperti orangtuanya. Tapi, mungkin jadinya agak berlebihan. Segala keinginan anak dituruti.

      Delete
  8. Orangtua jaman sekarang banyak tantangannya. Jangan sampai salah asuh biar anak kita menjadi generasi yang tangguh dan kuat menghadapi semua masalah mendatang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya probadi yakin dari dulu sebetulnya anak bermental stroberi udah ada. Mungkin dulu istilahnya 'anak mami'. Tapi, ya, sekarang semakin berat tantangannya. Karena seringkali perbandingannya jadi lebih banyak.

      Delete
  9. sepakat banget mbak, semua anak tergantung pengasuhan dari orang tuanya yaa, gak mungkin anak terbentuk dengan sendiri, pasti ada peran orang tua juga di dalamnya. Jadi memang kita patut intropeksi diri agar tidak menjadi parents stroberry juga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Gak mungkin anak ujug-ujug punya mental stroberi. Orangtua harus sering introspeksi. Karena bisa jadi memang berawal dari ola asuh yang gak tepat.

      Delete
  10. Aku tuh jadi ngaca pas baca ini. Jadi refleksi apakah selama ini masuk kategori yang disebutkan di atas atau tidak.
    Pas baca poin yang selalu nurutin anak, jadi lega karena kami prinsipnya enggak bakal ngasih ke anak kalau memang mereka ga butuh banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang sebaiknya orangtua rutin introspeksi. Meskipun pola asuh kembali ke keluarga masing-masing, ya

      Delete
  11. Saya sepakat ama pola asuh dari rumah khususnya ortu akan turun ke anak. Gak usah jauh2. Saya anak 3 banyak hal yang doa contoh itu dari bapaknya. Maklum 3 anak perempuan jadi kadang suka kesel sekaligus mengingatkan bapaknya buat gak boleh begitu netral di tiru anaknya, hahaha. Misalnya suka meletakkan barang sembarangan. Semua anak ngikut gaya bapaknya dia itu persis polanya, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wwkkwkw! Ya, terkadang saya pun suka ada bedanya ma suami. Biar gimana, kan, memang berasal dari pola asuh yang berbeda. Makanya butuh kompromi biar tetap kelihatan kompak di depan anak :D

      Delete
  12. Kekuatan mental seseorang itu memang dilatari dengan pola asuh keluarganya dan tentunya tidak bisa dibentuk secara instan aku pun mengalami waktu awal nikah juga belum jago masak, tapi semuanya bisa dipelajari agar kita kedepannya bisa lebih baik lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mie instan aja harus dimasak dulu baru bisa dimakan ya, Mbak hihihi. Artinya semua memang berproses. Semoga kita semua terus mau menjalani prosesnya, ya

      Delete
  13. Setujuu..ortu instropeksi dulu...kalau pola asuhnya strawberry parents anaknya memungkinkan untuk jadi generasi strawberry. Beberapa kasus terkait bullying relate sama hal ini. Keluarga berkecukupan dan anak dimanja dengan dituruti semua kemauannya. Duh, sebagai orangtua semoga saya bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari itu semua

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, Mbak. Saya juga banyak belajar dari berbagai kasus. Memang ternyata gak bisa lepas dari peran orangtua, ya

      Delete
  14. MasyaAllah, insight baru buat aku nih, mbak. Baru tahu ada istilah generasi strawberry juga dong.
    So far sih aku dan suami bisa sepakat kala urusan mendidik anak.. Jadi anak juga nggak bingung. Kami juga bukan tipe yang memanjakan anak.
    Yang jelas sih belajar terus lah jadi orangtua tu. Biar nggak bikin hidup anak malah jadi menderita atau tersiksa ke depannya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau gak komoak memang suka bikin anak bingung. Atau anak akan nurut ke salah satu orangtua aja.

      Delete
  15. sepakat banget!
    pernah lihat video tentang orang tua yang waktu dia masih kecil mendapat perlakuan keras dari orang tuanya. Zaman duluuu itu kan terkenal ortu mendidik otoriter, anak manut aja. Nah setelah si anak jadi orang tua, dia enggak mau seperti itu tapi end up dengan terlalu memanjakan anak. Jadi kayak ekstrim kanan - ekstrim kiri. Maka jadilah si anak menjadi sangat tergantung dg ortunya, manja, minta duit mulu padahal udah masuk usia produktif yang mandiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyees! Makanya penting banget untuk selalu introspeksi, ya. Seringkali ingin belajar dari pengalaman. Tapi, malah jadinya ekstrim sana-sini

      Delete
  16. noted it berarti kita jangan saklek sebagai orang tua, ada saatnya kita harus tegas, adanya saatnya kita harus demokratis. moga-moga bisa jadi orang tua yang baik bagi anak. dan menghasilkan anak yang tangguh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau saya dan suami seperti itu, Mbak. Lihat situasi dan kondisinya.

      Delete
  17. Mungkin maksudnya beliau kalau gen Z dan generasi ke bawahnya masih Generasi Strawberry. - karena kan tuntutan hidup saat ini ya, yang ortunya masih suka ikut campur

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beliau siapa yang dimaksud, Mbak? Ust Aam? Setahu saya, Ust Aam gak pernah bilang generasi strawberry. Apalagi mengeneralisir kalau Ge Z dan ke bawahnya adalah generasi strawberry.

      Tapi, beliau mengatakan kalau banyak permintaan untuk membahas cara mengatasi anak nakal. Padahal anak nakal, biasanya karena orangtuanya nakal. Jadi, kenapa gak masalah orangtuanya yang dibahas?

      Nah, dari situ, saya mengkaitkan ke istilah generasi strawberry. Karena sekarang ini banyak yang mengeneralisir kalau Gen Z ke bawah memiliki mental stroberi. Sayangnya yang mengeneralisir banyak dari generasi saya ke atas. Di mana anak-anaknya masuk Gen Z ke bawah. Ya, harusnya orangtua introspeksi.

      Delete
  18. Beneerr mak, orangtua memegang peranan penting banget dalam membentuk anak. Gimana supaya anak sudah "kuat" dari dalam terlebih dulu supaya gak banyak terpengaruh dari luar, termasuk lingkungan & gadget.

    Anw, kalau sekarang sih namanya gentle parenting ya mak, istilah lain authoritative parenting sih menurut aku, hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Orangtua wajib memberi bekal supaya anak punya benteng yang kuat, ya.

      Ternyata sekarang istilahnya lain lagi. Tapi, saya sebetulnya gak terlalu mengikuti berbagai istilah, sih. Pokoknya mana yang menurut saya baik ya diambil, yang jelek dibuang hihihi.

      Delete
  19. Ibarat buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, pola asuh emang sangat sangat penting banget dalam melahirkan generasi berikutnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, iya betul. Karakter anak biasanya buah dari pola asuh orangtuanya

      Delete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^