Jawaban yang Membingungkan Anak

By Keke Naima - February 10, 2014

Chi rasa banyak orang tua yang ketika memeriksa hasil ulangan anaknya mendapatkan soal yang seharusnya jawabannya benar tapi malah disalahin. Bingung? Begini maksudnya....

Kejadian pertama adalah waktu Keke kelas 1. Di pelajaran IPS, ulangan harian Keke mendapat nilai 100. Tapi, waktu Chi cek satu per satu, ada 1 soal yang membingungkan.


Adi jatuh dari sepeda. Kejadian jatuh dari sepeda merupakan peristiwa yang menyedihkan.

Kata 'menyedihkan', Chi kasih warna merah untuk menandakan kalau itu adalah jawaban yang ditulis oleh Keke. Jawabannya disalahkan, tapi hasil ulangannya tetap dapet 100. Bingung, kan?

Bunda : "Ke, kok, yang ini disalahin? Bu guru salah nilai atau gimana, sih?"Keke  : "Gak tau, Bun. Kata bu guru jawabannya salah."
Bunda : "Lho, jatuh dari sepeda itu kan memang menyedihkan. Kok, salah? Keke gak tanya ke bu guru alasannya?"
Keke  : "Enggak."

Besoknya, Chi mendatangi wali kelas Keke untuk meminta penjelasan. Wali kelas menjelaskan kalau tema pelajarannya adalah "Kejadian Menyenangkan dan Tidak Menyenangkan". Jadi, seharusnya jawaban Keke adalah antara 2 pilihan kalimat itu.

Tapi di sisi lain, wali kelas juga membenarkan jawaban Keke. Makanya tetap di kasih nilai 100. Hanya saja, jawaban seperti itu cuma berlaku untuk ulangan harian. Kalau UTS dan UAS, Keke dan murid-murid lainnya harus menjawab sesuai dengan teori yang diajarkan. Kalau tidak sesuai, ya, dianggap salah.

Kesannya, UTS dan UAS itu teori banget, ya. Tap, mau gimana lagi, suka atau enggak, kita terikat sama sistem. Dan, alih-alih melakukan protes lebih keras lagi, Chi lebih memilih untuk kasih pengertian ke Keke. Kenapa Chi lebih milih kasih pengertian ke Keke ketimbang protes lebih lanjut? Alasannya:


  1. Bukan salah wali kelas. Beliau juga terikat dengan peraturan. Tapi, untuk ulangan harian, beliau bisa lebih fleksibel. Dan, Chi hargai itu.
  2. Protes ke tingkat sekolah, juga pasti sekolah terikat sama pusat yang mengharuskan seperti itu.
  3. Mending jelasin langsung ke Keke, deh, Jalurnya lebih pendek :D

Chi bilang ke Keke kalau jawabannya gak salah. Tapi, memang untuk UTS dan UAS, Keke harus menjawab sesuai peraturan kalau mau dianggap benar. Kalaupun saat UTS atau UAS, Keke tetap memberikan jawaban yang 'salah', Chi gak akan salahin dia. Karena jawabannya itu sebetulnya benar.

Chi jelasin juga, kalau kadang-kadang kita harus berhadapan dengan peraturan yang kaku. Gak cuma, di sekolah aja. Jadi, Chi minta Keke juga belajar untuk beradaptasi aja. Ikutin aja selama itu gak merugikan kita.

Alhamdulillah, Keke mengerti. Dalam perjalanannya, walaupun jarang, pertanyaan-pertanyaan seperti itu sesekali masih didapatkan. Tapi, Keke bahkan Nai juga udah mengerti. Malah mereka bisa menjelaskan ke Chi kenapa jawabannya sempat dianggap salah, padahal seharusnya benar.

Kejadian yang terbaru adalah hari Sabtu (8/2) lalu. Waktu kami lagi di Bandung. Sepupu Chi yang masih duduk di kelas 1 SD mendapat PR matematika dari sekolah. Keke dan Nai ikut nimbrung waktu 'om kecil'nya mengerjakan PR.


2 bulan = ...... hari

Begitu salah satu pertanyaan di PR sepupu Chi. Keke dan Nai pun langsung komen.

Keke : "Pertanyaan, kok, kayak gitu? Kan, tergantung bulannya, dong! Gak semua bulan itu 30 hari hehehehe."
Nai    : "Iya, ya, Ke. Jawabannya jadi beda-beda. Harusnya disebutin bulan apanya dulu."
Keke : "Februari aja cuma sampe tanggal 28."
Dudu : "Ibuuuuuuu.... Jadi, jawabannya berapa hariiii??" *Sepupu Chi itu langsung tambah bingung gara-gara denger komentar Keke dan Nai. Maaaaapppp hihihi :p

Chi juga ngikik dengernya. Tapi, dalam hati, Chi seneng. Karena itu artinya Keke dan Nai udah semakin paham tentang pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya itu 'abu-abu'. Gak heran juga, sih, kalau di sekolah disebut suka debat (terutama buat Keke) hihihi

Kalau bicara skala nasional, mungkin soal-soal yang terlalu kaku itu seperti menghambat cara berpikir anak. Ya, Chi pun setuju. Tapi, buat Chi bukan berarti harus pasrah. Itulah kenapa Chi lebih memilih 'mengalah' untuk mengikuti peraturan dan memilih untuk menjelaskan ke Keke juga Nai. Karena, mereka yang menjalaninya. Mereka harus segera diberitahu dan diajarkan. Dengan harapan, sekaku apapun pelajaran di sekolah bukan berarti cara berpikir mereka harus terhambat. Belajar menyesuaikan aja.

Selain itu, Chi menganggap ini ujian juga buat Chi. Siapa, sih, yang gak senang anaknya dapat nilai bagus? Tapi, kalau Chi terlalu menomor satukan nilai, mungkin Chi akan memaksa Keke dan Nai mengikuti jawaban yang sudah ditentukan tanpa perlu memberi penjelasan ke mereka. Nah, Chi gak mau kayak gitu.

Silakan aja mereka mengikuti aturan tersebut karena itu bagus juga buat mereka kalau nilainya bagus, kan. Tapi, seandainya mereka kasih jawaban 'salah' pun, ya gak apa-apa. Selama yang mereka maksud itu benar. Jadi, Chi bawa santai aja, lah :)

  • Share:

You Might Also Like

19 comments

  1. Memang mak... saya juga sering mendapatkan jawaban yg membingungkan, kadang pertanyaannya juga membingungkan. Jadi si anak sepertinya tdk diajarkan utk bisa berkreatifitas dlm menjawab. Si anak diajarkan utk menjawab sesuai dgn perintah, padahal sebenarnya jawaban dari suatu pertanyaan itu beragam. Memang bukan salah guru sih ... tapi tetap harus ada pembenahan ya mak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. untuk mengantisipasinya, saya lebih memilih untuk ikut aktif menjelaskan kepada anak :)

      Delete
  2. kadang memang soal itu abu2 ya mak,guru harus bener2 periksa soal berkali2 sebelum dilempar ke foto copy...kalau nggak anak harus aktif bertanya,setidaknya jika anak merasa soalnya abu2 aneh,tanya ke guru..apalagi yg "bulan" itu... ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga mengajarkan anak untu selalu aktif bertanya :)

      Delete
  3. Wah, dedeknya kritis ya, mbak. Pemikiran guru dedek, sama seperti salah satu dosen saya, mbak. Intinya, untuk menjawab, harus sesuai materi yang diajarkan.

    Salam hangat dari Surabaya.

    ReplyDelete
  4. Nah kalau saya lain ceritanya mak. Masih di sekolah juga sih. Saya pernah kerja di SD dan denger ada guru yang bilang, nilai 9 itu buat guru. Murid mah dapet 8 udah pinter banget. Hah? kalau emang ada anak yang cerdas diatas rata-rata, dikasih guru kayak begini kayaknya stress deh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, kalau gitu menurut saya gurunya kurang bener :)

      Delete
  5. Kadang nalar anak itu beda-beda sepertinya jawabannya kurang dihargai ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, Lid. Makanya saya coba untuk memberi pengertian :)

      Delete
  6. Saya termasuk ortu yg sering bolak balik ke sekolah nanyain ttg jawaban anak, karena Fauzan sering kejadian kayak Keke gitu. Soalnya Fauzan bukan anak yg berani untuk tanya langsung ke gurunya.
    Setelah guru nerangin ke saya, baru deh saya balik nerangin ke Fauzan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya walopun Keke atau Nai berani nanya, masih sering juga bolak-balik tanya ke guru :D

      Delete
  7. oalaah...jadi gitu toh penjelasan dari gurunya... diliat dari sisi gurunya bener juga..diliat dari sisi Keke, bener juga..

    Salut buat Chi, yang bisa menjelaskan langsung ke Keke, jadi anak ga bingung ... ;)))

    ReplyDelete
  8. pertanyaan jaman skr suka membingungkan anak gt ya

    ReplyDelete
  9. Aku suka alesan nomer tiganya, Chi. Iya bener emang jalurnya jadi lebih pendek plus tepat sasaran. Pelajaran yang saklek di sekolah emang harus diimbangi orang tua yang kayak Chi gini :)
    Nyontek ah buat Nadya ntar, hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. skala prioritas, ya, Del. Gpp juga kalau mau protes ke sekolaha tau ke tingkatan yang lebih tinggi. Tapi, tindakan pertama itu ke anak2 :)

      Delete
  10. anak2 memang hrs diajarin kritis, gak asal nerima ajah ya bun..

    ReplyDelete

Terima kasih banyak sudah berkenan berkomentar di postingan ini. Mulai saat ini, setiap komen yang masuk, dimoderasi dulu :)

Plisss, jangan taro link hidup di kolom postingan, ya. Akan langsung saya delete komennya kalau taruh link hidup. Terima kasih untuk pengertiannya ^_^